Archive for 2017

NikmatnyaMalam Pertama – Masih terbayang dalam ingatanku perasaan bahagia dan lega saat selesai mengucapkan ijab kabul di muka penghulu tadi pagi. Bahagia karena berhasil menyunting gadis yang kucintai, lega karena telah berhasil melewati cobaan dan rintangan yang sangat berat selama hampir sepuluh tahun kami menjalani hubungan.

Dunia Sex Terbaru - Nikmatnya Malam Pertama
Dunia Sex Terbaru - Nikmatnya Malam Pertama

Cerita Sex. Wangi melati harum semerbak sampai ke setiap sudut kamar pengantin yang dihias berwarna dominan merah jambu. Dan, di sisiku terbaring gadis yang amat sangat kucintai, berbalut daster tipis yang juga berwarna merah jambu. Matanya yang indah dan bening menatapku penuh rasa cinta, sementara jemarinya yang halus membelai lembut tanganku yang sedang memeluknya. Kulitnya tidak terlalu putih, tetapi halus dan mulus. Dia, yang kukenal saat sama-sama duduk di bangku kuliah, yang menjadi incaran para pemuda di kampus, sekarang telah resmi menjadi istriku.

Malam ini adalah malam pertama kami sah untuk sekamar dan seranjang. Tidak ada lagi rasa takut atau khawatir dipergoki orang, tidak ada lagi rasa terburu-buru, dan juga tidak ada lagi rasa berdosa seperti yang kami rasakan dan alami selama berpacaran. Masa pacaran kami memang tidak terlalu “bersih”, saling cium, saling raba bahkan sampai ke tingkat Heavy Petting sering kami lakukan. Tapi, dengan penuh rasa sayang dan tanggungjawab, aku berhasil mempertahankan kesuciannya sampai saat ini. Aku bangga akan hal itu.

Suasana yang romantis ditambah dengan sejuknya hembusan AC sungguh membangkitkan nafsu. Kupeluk dia, kukecup keningnya lalu kuajak dia untuk berdoa pada Yang Maha Kuasa seperti pesan mertua laki-lakiku tadi. Andaikan apa yang kami lakukan malam ini menumbuhkan benih dalam rahim, lindungi dan hindarilah dia dari godaan setan yang terkutuk.

Dari kening, ciumanku turun ke alis matanya yang hitam lebat teratur, ke hidung dan sampai ke bibirnya. Ciuman kami semakin lama semakin bergelora, dua lidah saling berkait diikuti dengan desahan nafas yang semakin memburu. Tanganku yang tadinya memeluk punggungnya, mulai menjalar ke depan, perlahan menuju ke payudaranya yang cukup besar. Sungguh pintar dia ini memilih daster yang berkancing di depan dan hanya 4 buah, mudah bagi tanganku untuk membukanya tanpa harus melihat. Tidak lama kemudian kaitan BH-nya berhasil dilepaskan oleh tanganku yang sudah cukup terlatih ini. Kedua bukit kembar dengan puncaknya yang coklat kemerahan tersembul dengan sangat indah. Daster dan BH itupun segera terlempar ke lantai.

Sementara itu, dia juga telah berhasil membuka kancing piyamaku, melepas singlet dan juga celana panjangku. Hanya tinggal celana dalam masing-masing yang masih memisahkan tubuh telanjang kami berdua.

Kulepaskan ciumanku dari bibirnya, menjalar ke arah telinga, lalu kubisikkan kata-kata cinta padanya. Dia tersenyum dan menatapku sambil berkata bahwa dia juga amat mencintaiku. Kulanjutkan ciumanku ke lehernya, turun ke dadanya, lalu dengan amat perlahan, dengan lidah kudaki bukit indah itu sampai ke puncaknya.

Kujilati dan kukulum puting susunya yang sudah mengacung keras. dia mulai mendesah dan meracau tidak jelas. Sempat kulihat matanya terpejam dan bibirnya yang merah indah itu sedikit merekah. Sungguh merangsang. Tanganku mengelus, meremas dan memilin puting di puncak bukit satunya lagi. Aku tidak ingin buru-buru, aku ingin menikmati detik demi detik yang indah ini secara perlahan. Berpindah dari satu sisi ke sisi satunya, diselingi dengan ciuman ke bibirnya lagi, membuatnya mulai berkeringat. Tangannya semakin liar mengacak-acak rambutku, bahkan kadang-kadang menarik dan menjambaknya, yang membuat nafsuku semakin bergelora.

Dengan berbaring menyamping berhadapan, kulepaskan celana dalamnya. Satu-satunya kain yang masih tersisa. Perlakuan yang sama kuterima darinya, membuat kemaluanku yang sudah sedemikian kerasnya mengacung gagah. Kubelai kakinya sejauh tanganku bisa menjangkau, perlahan naik ke paha. Berputar-putar, berpindah dari kiri ke kanan, sambil sekali-sekali seakan tidak sengaja menyentuh gundukan berbulu yang tidak terlalu lebat tapi terawat teratur. Sementara dia rupanya sudah tidak sabar, dibelai dan digenggamnya kemaluanku, digerakkan tangannya maju mundur. Nikmat sekali. Walaupun hal itu sudah sering kurasakan dalam kencan-kencan liar kami selama berpacaran, tetapi kali ini rasanya lain. Pikiran dan konsentrasiku tidak lagi terpecah.

Melalui paha sebelah dalam, perlahan tanganku naik ke atas, menuju ke kemaluannya. Begitu tersentuh, desahan nafasnya semakin keras, dan semakin memburu. Perlahan kubelai rambut kemaluannya, lalu jari tengahku mulai menguak ke tengah. Kubelai dan kuputar-putar tonjolan daging sebesar kacang tanah yang sudah sangat licin dan basah. Tubuh dia mulai menggelinjang, pinggulnya bergerak ke kiri-ke kanan, juga ke atas dan ke bawah. Keringatnya semakin deras keluar dari tubuhnya yang wangi. Ciumannya semakin ganas, dan mulai menggigit lidahku yang masih berada dalam mulutnya. Sementara tangannya semakin ganas bermain di kemaluanku, maju-mundur dengan cepat. Tubuhnya mengejang dan melengkung, kemudian terhempas ke tempat tidur disertai erangan panjang. Orgasme yang pertama telah berhasil kupersembahkan untuknya.

Dipeluknya aku dengan keras sambil berbisik,
Ohh, nikmat sekali. terima kasih sayang.”

Aku tidak ingin istirahat berlama-lama. Segera kutindih tubuhnya, lalu dengan perlahan kuciumi dia dari kening, ke bawah, ke bawah, dan terus ke bawah. Deru nafasnya kembali terdengar disertai rintihan panjang begitu lidahku mulai menguak kewanitaannya. Cairan vagina ditambah dengan air liurku membuat lubang hangat itu semakin basah. Kumainkan klitorisnya dengan lidah, sambil kedua tanganku meremas-remas pantatnya yang padat berisi. Tangannya kembali mengacak-acak rambutku, dan sesekali kukunya yang tidak terlalu panjang menancap di kepalaku. Ngilu tapi nikmat rasanya. Kepalanya terangkat lalu terbanting kembali ke atas bantal menahan kenikmatan yang amat sangat. Perutnya terlihat naik turun dengan cepat, sementara kedua kakinya memelukku dengan kuat.

Beberapa saat kemudian, ditariknya kepalaku, kemudian diciumnya aku dengan gemas. Kutatap matanya dalam-dalam sambil meminta ijin dalam hati untuk menunaikan tugasku sebagai suami. Tanpa kata, tetapi sampai juga rupanya. Sambil tersenyum sangat manis, dianggukkannya kepalanya. Perlahan, dengan tangan kuarahkan kemaluanku menuju ke kewanitaannya. Kugosok-gosok sedikit, kemudian dengan amat perlahan, kutekan dan kudorong masuk. dia merintih keras, dan karena mungkin kesakitan, tangannya mendorong bahuku sehingga tubuhku terdorong ke bawah. Kulihat ada air mata meleleh di sudut matanya. Aku tidak tega, aku kasihan! Kupeluk dan kuciumi dia. Hilang sudah nafsuku saat itu juga.

Setelah beristirahat beberapa lama, kucoba memulainya lagi, dan lagi-lagi gagal. Aku sangat mencintainya sehingga aku tidak tega untuk menyakitinya. Malam itu kami tidur berpelukan dengan tubuh masih telanjang. Dia meminta maaf, dan dengan tulus dan penuh kerelaan dia kumaafkan. Malam itu kami berdiskusi mengenai perkosaan. Kalau hubungan yang didasari oleh kerelaan dan rasa sayang saja susah, agak tidak masuk diakal bila seorang wanita diperkosa oleh seorang pria tanpa membuat wanita itu tidak sadarkan diri. Bukankah si wanita pasti berontak dengan sekuat tenaga?
Malam Kedua.

Jam 10 malam kami berdua masuk kamar bergandengan mesra, diikuti oleh beberapa pasang mata dan olok-olok Saudara-Saudara Iparku. Tidak ada rasa jengah atau malu, seperti yang kami alami pada waktu mata Receptionist Hotel mengikuti langkah-langkah saat kami pacaran dulu. Olok-olok dan sindiran-sindiran yang mengarah dari mulut Saudara-Saudara Iparku, kutanggapi dengan senang dan bahagia.

Siang tadi, kami berdua membeli buku mengenai Seks dan Perkawinan, yang di dalamnya terdapat gambar anatomi tubuh pria dan wanita. Sambil berpelukan bersandar di tempat tidur, kami baca buku itu halaman demi halaman, terutama yang berkaitan dengan hubungan Seks. Sampai pada halaman mengenai Anatomi, kami sepakat untuk membuka baju masing-masing. Giliran pertama, dia membandingkan kemaluanku dengan gambar yang ada di buku. Walau belum disentuh, kemaluanku sudah menggembung besar dan keras. dia mengelus dan membolak balik “benda” itu sambil memperhatikannya dengan seksama. Hampir saja dia memasukkan dan mengulumnya karena tidak tahan dan gemas, tapi kutahan dan kularang. Aku belum mendapat giliran.

Kemudian, kuminta dia berbaring telentang di tempat tidur, menarik lututnya sambil sedikit mengangkang. Mulanya dia tidak mau dan malu, tapi setelah kucium mesra, akhirnya menyerah. Aku mengambil posisi telungkup di bawahnya, muka dan mataku persis di atas vaginanya. Terlihat bagian dalamnya yang merah darah, sungguh merangsang. Dengan dua jari, kubuka dan kuperhatikan bagian-bagiannya. Seumur hidupku, baru kali ini aku melihat kemaluan seorang wanita dengan jelas. Walaupun sering melakukan oral, tapi belum pernah melihat apalagi memerhatikannya karena selalu kulakukan dengan mata tertutup.

Aku baru tahu bahwa klitoris bentuknya tidak bulat, tetapi agak memanjang. Aku bisa mengidentifikasi mana yang disebut Labia Mayor, Labia Minor, Lubang Kemih, Lubang Senggama, dan yang membuatku merasa sangat beruntung, aku bisa melihat apa yang dinamakan Selaput Dara, benda yang berhasil kujaga utuh selama 10 tahun. Jauh dari bayanganku selama ini. Selaput itu ternyata tidak bening, tetapi berwarna sama dengan lainnya, merah darah. Ditengahnya ada lubang kecil. Sayang aku tidak ingat lagi, seperti apa bentuk lubang tersebut.

Tidak tahan berlama-lama, segera kulempar buku itu ke lantai, dan mulai kuciumi kemaluan dia itu. Kumainkan klitorisnya dengan lidahku yang basah, hangat dan kasar, hingga membuat dia kembali mengejang, merintih dan mendesah. Kedua kakinya menjepit kepalaku dengan erat, seakan tidak rela untuk melepaskannya lagi. Kupilin, kusedot, dan kumain-mainkan benda kecil itu dengan lidah dan mulutku. Berdasarkan teori-teori yang kuperoleh dari Buku, Majalah maupun VCD Porno, salah satu pemicu orgasme wanita adalah klitorisnya. Inilah saatnya aku mempraktekkan apa yang selama ini hanya jadi teori semata.

Dia semakin liar, bahkan sampai terduduk menahan kenikmatan yang amat sangat. Dia lalu menarik pinggulku, sehingga posisi kami menjadi berbaring menyamping berhadapan, tetapi terbalik. Kepalaku berada di depan kemaluannya, sementara dia dengan rakusnya telah melahap dan mengulum kemaluanku yang sudah sangat keras dan besar. Nikmat tiada tara. Tapi, aku kesulitan untuk melakukan oral terhadapnya dalam posisi seperti ini. Jadi kuminta dia telentang di tempat tidur, aku naik ke atas tubuhnya, tetap dalam posisi terbalik. Kami pernah beberapa kali melakukan hal yang sama dulu, tetapi rasa yang ditimbulkan jauh berbeda. Hampir bobol pertahananku menerima jilatan dan elusan lidahnya yang hangat dan kasar itu. Apalagi bila dia memasukkan kemaluanku ke mulutnya seperti akan menelannya, kemudian bergumam. Getaran pita suaranya seakan menggelitik ujung kemaluanku. Bukan main nikmatnya.

Karena hampir tidak tertahankan lagi, aku segera mengubah posisi. Muka kami berhadapan, kembali kutatap matanya yang sangat indah itu. Kubisikkan bahwa aku sangat menyayanginya, dan aku juga bertanya apakah kira-kira dia akan tahan kali ini. Setelah mencium bibirku dengan gemas, dia memintaku untuk melakukannya pelan-pelan.

Kutuntun kemaluanku menuju vaginanya. Berdasarkan gambar dan apa yang telah kuperhatikan tadi, aku tahu di mana kira-kira letak Liang Senggamanya. Kucium dia, sambil kuturunkan pinggulku pelan-pelan. Dia merintih tertahan, tapi kali ini tangannya tidak lagi mendorong bahuku. Kuangkat lagi pinggulku sedikit, sambil bertanya apakah terasa sangat sakit. Dengan isyarat gelengan kepala, kutahu bahwa dia juga sangat menginginkannya. Setelah kuminta dia untuk menahan sakit sedikit, dengan perlahan tapi pasti kutekan pinggulku, kumasukkan kemaluanku itu sedikit demi sedikit.

Kepalanya terangkat ke atas menahan sakit. Kuhentikan usahaku, sambil kutatap lagi matanya. Ada titik air mata di sudut matanya, tetapi sambil tersenyum dia menganggukkan kepalanya. Kuangkat sedikit, kemudian dengan sedikit tekanan, kudorong dengan kuat. Dia mengerang keras sambil menggigit kuat bahuku. Kelak, bekas gigitan itu baru hilang setelah beberapa hari. Akhirnya, seluruh batang kemaluanku berhasil masuk ke dalam lubang vagina dia tercinta. Aku bangga dan bahagia telah berhasil melakukan tugasku. Kucium dia dengan mesra, dan kuseka butir air mata yang mengalir dari matanya. Dia membuka matanya, dan aku dapat melihat bahwa dibalik kesakitannya, dia juga sangat bahagia.

Perlahan kutarik kemaluanku keluar, kutekan lagi, kutarik lagi, begitu terus berulang-ulang. Setiap kutekan masuk, dia mendesah, dan kali ini, bukan lagi suara dari rasa sakit. Kurasa, dia sudah mulai dapat menikmatinya. Permukaan lembut dan hangat dalam liang itu seperti membelai dan mengurut kemaluanku. Rasa nikmat tiada tara, yang baru kali ini kurasakan. Aku memang belum pernah bersenggama dalam arti sesungguhnya sebelum ini. Butir-butir keringat mulai membasahi tubuh telanjang kami berdua. Nafsu birahi yang telah lama tertahan terpuaskan lepas saat ini. Kepala dia mulai membanting ke kiri dan ke kanan, diiringi rintihan dan desahan yang membuat nafsuku semakin bergelora. Tangannya memeluk erat tubuhku, sambil sekali-sekali kukunya menancap di punggungku. Desakan demi desakan tidak tertahankan lagi, dan sambil menancapkan batang kemaluanku dalam-dalam, kusemburkan sperma sebanyak-banyaknya ke dalam rahim dia. Aku kalah kali ini.

Kupeluk dan kuciumi wajah dia yang basah oleh keringat, sambil berucap terima kasih. Matanya yang bening indah menatapku bahagia, dan sambil tersenyum dia berkata, “sama-sama.” Kutitipkan padanya untuk menjaga baik-baik anak kami, bila benih itu tumbuh nanti. Kami baru sadar bahwa kami lupa berdoa sebelumnya, tapi mudah-mudahan Yang Maha Esa selalu melindungi benih yang akan tumbuh itu. Seprai merah jambu sekarang bernoda darah. Mungkin karena selaput dara dia cukup tebal, noda darahnya cukup banyak, hingga menembus ke kasur. Akan menjadi kenang-kenangan kami selamanya.

Malam itu kami hampir tidak tidur. Setelah beristirahat beberapa saat, kami melakukannya lagi, lagi dan lagi. Entah berapa kali, tapi yang pasti, pada hubungan yang ke dua setelah tertembusnya selaput dara itu, aku berhasil membawa dia orgasme, bahkan lebih dari satu kali. Aku yang sudah kehilangan banyak sperma, menjadi sangat kuat dan tahan lama, sehingga akhirnya dia menyerah kalah dan tergeletak dalam kenikmatan dan kelelahan yang amat sangat.

Saat ini, kami telah memiliki 3 orang anak yang lucu-lucu. Tapi gairah dan nafsu seperti tidak pernah padam. Dalam usia kami yang mendekati 40 tahun, kami masih sanggup melakukannya 2-3 kali seminggu, bahkan tidak jarang, lebih dari satu kali dalam semalam.Nafsu yang didasari oleh cinta, memang tidak pernah padam. Aku sangat mencintai dia, begitupun yang kurasakan dari dia.


Dunia Sex Terbaru - Nikmatnya Malam Pertama

Author : cellafang Comments : 0
Akudi HAMILI ABG Anak Tetangga – Cerita Seks Terbaru 2016 – Kumpulan Cerita Seks Terbaru 2016, Cerita Dewasa, Cerita Mesum, Cerita Ngentot, Cerita Panas, Cerita Sex Paling Hot, Cerita Selingkuh, Cerita Perawan.

Dunia Sex Terkini - Aku Di HAMILI AGB Anak Tetangga
Dunia Sex Terkini - Aku Di HAMILI AGB Anak Tetangga

Namaku Lani, seorang ibu rumah tangga, umurku 36 tahun. Suamiku namanya Prasojo, umur 44 tahun, seorang pegawai di pemerintahan di Bantul. Aku bahagia dengan suami dan kedua anakku. Suamiku seorang laki-laki yang gagah dan bertubuh besar, biasalah dulu dia seorang tentara. Penampilanku walaupun sudah terbilang berumur tapi sangat terawat, karena aku rajin ke salon dan fitnes dan yoga. Kata orang, aku mirip seperti Sandy Harun. Cerita Dewasa Seru: Aku Dihamili ABG Tetangga | Tubuhku masih bisa dikatakan langsing, walaupun payudaraku termasuk besar, karena sudah punya anak dua. Anakku yang pertama bernama Rika, seorang gadis remaja yang beranjak dewasa.

Cerita Seks Terbaru 2016 – Dia sudah mau lulus SMA, yang kedua Sangga,masih sekolah SMA kelas 1. Rika walaupun tinggal serumah dengan kami juga lebih sering menghabiskan waktunya di tempat kosnya di kawasan Gejayan. Kalau si Sangga, karena cowok remaja, lebih sering berkumpul dengan teman-temannya ataupun sibuk berkegiatan di sekolahnya. Semenjak tidak lagi sibuk mengurusi anak-anak, kehidupan seksku semakin tua justru semakin menjadi-jadi. Apalagi suamiku selain bertubuh kekar, juga orang yang sangat terbuka soal urusan seks. Akhir-akhir ini, setelah anak-anak besar, kami berlangganan internet.

Aku dan suamiku sering browsing masalah-masalah seks, baik video, cerita, ataupun foto-foto. Segala macam gaya berhubungan badan kami lakukan. Kami bercinta sangat sering, minimal seminggu tiga kali. Entah mengapa, semenjak kami sering berseluncur di internet, gairah seksku semakin menggebu. Sebagai tentara, suami sering tidak ada di rumah, tapi kalau pas di rumah, kami langsung main kuda-kudaan, hehehe. Sudah lama kami memutuskan untuk tidak punya anak lagi. Tapi aku sangat takut untuk pasang spiral. Dulu aku pernah mencoba suntik dan pil KB. Tapi sekarang kami lebih sering pakai kondom, atau lebih seringnya suamiku ‘keluar’ di luar. Biasanya di mukaku, di payudara, atau bahkan di dalam mulutku. Pokoknya kami sangat hati-hati agar Sangga tidak punya adik lagi. Dan tenang saja, suamiku sangat jago mengendalikan muncratannya, jadi aku tidak khawatir muncrat di dalam rahimku. Walaupun sudah dua kali melahirkan tubuhku termasuk sintal dan seksi.

Payudaraku masih cukup kencang karena terawat. Tapi yang jelas, bodiku masih semlohai, karena aku masih punya pinggang. Aku sadar, kalau tubuhku masih tetap membuat para pria menelan air liurnya. Apalagi aku termasuk ibu-ibu yang suka pakai baju yang agak ketat. Sudah kebiasaan sih dari remaja. Suamiku termasuk seorang pejabat yang baik. Dia ramah pada setiap orang. Di kampung dia termasuk aparat yang disukai oleh para tetangga. Apalagi suamiku juga banyak bergaul dengan anak-anak muda kampung. Kalau pas di rumah, suamiku sering mengajak anak-anak muda untuk bermain dan bercakap-cakap di teras rumah. Semenjak setahun yang lalu, di halaman depan rumah kami di bangun semacam gazebo untuk nongkrong para tetangga. Setelah membeli televisi baru, televisi lama kami, ditaruh di gazebo itu, sehingga para tetangga betah nongkrong di situ. Yang jelas, banyak bapak-bapak yang curi-curi pandang ke tubuhku kalau pas aku bersih-bersih halaman atau ikutan nimbrung sebentar di tempat itu.

Maklumlah, kalau istilah kerennya, aku ini termasuk MILF, hehehe. Selain bapak-bapak, ada juga pemuda dan remaja yang sering bermain di rumah. Salah satunya karena gazebo itu juga dipergunakan sebagai perpustakaan untuk warga. Salah satu anak kampung yang paling sering main ke rumah adalah Indun, yang masih SMP kelas 2. Dia anak tetangga kami yang berjarak 3 rumah dari tempat kami. Anaknya baik dan ringan tangan. Sama suamiku dia sangat akrab, bahkan sering membantu suamiku kalau lagi bersih-bersih rumah, atau membelikan kami sesuatu di warung. Sejak masih anak-anak, Indun dekat dengan anak-anak kami, mereka sering main karambol bareng di gazebo kami. Bahkan kadang-kadang Indun menginap di situ, karena kalau malam, gazebo itu diberi penutup oleh suamiku, sehingga tidak terasa dingin. Pada suatu malam, aku dan suamiku sedang bermesraan di kamar kami. Semenjak sering melihat adegan blow job di internet, aku jadi kecanduan mengulum penis suamiku. Apalagi penis suamiku adalah penis yang paling gagah sedunia bagiku. Tidak kalah dengan penis-penis yang biasa kulihat di BF.

Padahal dulu waktu masih pengantin muda aku selalu menolak kalau diajak blowjob. Entah kenapa sekarang di usia yang sudah pertengahan kepala tiga ini aku justru tergila-gila mengulum batang suamiku. Bahkan aku bisa orgasme hanya dengan mengulum batang besar itu. Tiap nonton film blue pun mulutku serasa gatal. Kalau pas tidak ada suamiku, aku selalu membawa pisang kalau nonton film-film gituan. Biasalah, sambil nonton, sambil makan pisang, hehehe. Malam itu pun aku dengan rakus menjilati penis suamiku. Bagi mas Prasojo, mulutku adalah vagina keduanya. Dengan berseloroh, dia pernah bilang kalau sebenarnya dia sama saja sudah poligami, karena dia punya dua lubang yang sama-sama hotnya untuk dimasuki. Ucapan itu ada benarnya, karena mulutku sudah hampir menyerupai vagina, baik dalam mengulum maupun dalam menyedot.

Karena kami menghindari kehamilan, bahkan sebagian besar sperma suamiku masuk ke dalam mulutku. Malam itu kami lupa kalau Indun tidur di gazebo kami. Seperti biasa, aku teriak-teriak pada waktu penis suamiku mengaduk-aduk vaginaku. Suamiku sangat kuat. Malam itu aku sudah berkali-kali orgasme, sementara suamiku masih segar bugar dan menggenjotku terus menerus. Tiba-tiba kami tersentak, ketika kami mendengar suara berisik di jendela. Segera suami mencabut batangnya dan membuka jendela. Di luar nampak Indun dengan wajah kaget dan gemetaran ketahuan mengintip kami. Suamiku nampak marah dan melongokkan badannya keluar jendela. Indun yang kaget dan ketakutan meloncat ke belakang. Saking kagetnya, kakinya terantuk selokan kecil di teras rumah. Indun terjerembab dan terjungkal ke belakang. Suamiku tak jadi marah, tapi dia kesal juga.

“Walah, Ndun! Kamu itu ngapain?” bentaknya. Indun ketakutan setengah mati. Dia sangat menghormati kami. Suamiku yang tadinya kesal pun tak jadi memarahinya. Indun gelagepan. Wajahnya meringis menahan sakit, sepertinya pantatnya terantuk sesuatu di halaman. Aku tadinya juga sangat malu diintip anak ingusan itu. Tapi aku juga menyayangi Indun, bahkan seperti anakku sendiri. Aku juga sadar, sebenarnya kami yang salah karena bercinta dengan suara segaduh itu. Aku segera meraih dasterku dan ikut menghampiri Indun. “Aduh, mas. Kasian dia, gak usah dimarahin. Kamu sakit Ndun?” Aku mendekati Indun dan memegang tangannya. Wajah Indun sangat memelas, antara takut, sakit, dan malu. “Sudah gak papa. Kamu sakit, Ndun?” tanyaku. “Sini coba kamu berdiri, bisa gak?” Karena gemeteran, Indun gagal mencoba berdiri, dia malah terjerembab lagi. Secara reflek, aku memegang punggungnya, sehingga kami berdua menjadi berpelukan. Dadaku menyentuh lengannya, tentu saja dia dapat merasakan lembutnya gundukan besar dadaku, karena aku hanya memakai daster tipis yang sambungan, sementara di dalamnya aku tidak memakai apa-apa. “Aduh sorri, Ndun” pekikku. Tiba-tiba suamiku tertawa. Agak kesal aku melirik suamiku, kenapa dia menertawai kami.

“Aduh Mas ini. Ada anak jatuh kok malah ketawa” “Hahaha.. lihat itu, Dik. Si Indun ternyata udah gede, hahaha…” kata suamiku sambil menunjuk selangkangan Indun. Weitss… ternyata mungkin tadi Indun mengintip kami sambil mengocok, karena di atas celananya yang agak melorot, batang kecilnya mencuat ke atas. Penis kecil itu terlihat sangat tegang dan berwarna kemerahan. Malu juga aku melihat adegan itu, apalagi si Indun. Dia tambah gelagepan. “Hussh Mas. Kasihan dia, udah malu tuh”, kataku yang justru menambah malu si Indun. “Kamu suka yang lihat barusan, Ndun? Wah, hayooo… kamu nafsu ya lihat istriku?” goda suamiku. Suamiku malah ketawa-ketawa sambil berdiri di belakangku. Tentu saja wajah Indun tambah memerah, walaupun tetap saja penis kecilnya tegak berdiri. Kesal juga aku sama suamiku. Udah gak menolonng malah mentertawakan anak ingusan itu.

“Huh, Mas mbok jangan godain dia, mbok tolongin nih, angkat dia” “Lha dia khan sudah berdiri, ya tho Ndun? Wakakak” kata suamiku. Aku sungguh tidak tega lihat muka anak itu. Merah padam karena malu. Aku lalu berdiri mengangkang di depan anak itu, dan memegang dua tangannya untuk menariknya berdiri. Berat juga badannya. Kutarik kuat-kuat, akhirnya dia terangkat. Tapi baru setengah jalan, mungkin karena dia masih gemetar dan aku juga kurang kuat, tiba-tiba justru aku yang jatuh menimpanya. Ohhh… aku berusaha untuk menahan badanku agar tidak menindih anak itu, tapi tanganku malah menekan dada Indun dan membuatnya jatuh terlentang sekali lagi. Bahkan kali ini, aku ikut jatuh terduduk di pangkuannya. Dan…. ohhhh. Sleppp…. terasa sesuatu menggesek bibir vaginaku.

“Waa…!” aku tersentak dan sesaat bingung apa yang terjadi, begitu juga dengan Indun, wajahnya nampak sangat ketakutan. “Aduuuhhh!” teriakku. Sementara suamiku justru tertawa melihat kami jatuh lagi. Tiba-tiba aku sadar benda apa yang bergesekan dengan vaginaku, penis kecil si Indun! Penis itu menggesek wilayah sensitifku disamping karena vaginaku masih basah oleh persetubuhanku dengan suamiku, juga karena aku tidak mengenakan apa-apa di balik daster pendekku. “Ohhhhh…. apa yang terjadi?” Pikirku. Mungkin juga karena penis Indun yang masih imut dan lobang vaginaku yang biasa digagahi penis besar suami, jadinya sangat mudah diselipin batang kecil itu. “Ohhh.. Masss???” desisku pada suamiku. Kali ini suamiku berhenti tertawa dan agak kaget. “Napa, say?” tanyanya heran. Kami bertiga sama-sama kaget, suamiku nampaknya juga menyadari apa yang terjadi. Dia mendekati kami, dan melihat bahwa kelamin kami saling bersentuhan.

Beberapa saat kami bertiga terdiam bingung dengan apa yang terjadi. Aku merasakan penis Indun berdenyut-denyut. Lobangku juga segera meresponnya, mengingat rasa tanggung setelah persetubuhanku dengan suamiku yang tertunda. Aku mencoba bangkit, tapi entah kenapa, kakiku jadi gemetar dan kembali selangkanganku menekan tubuh si Indun. Tentu saja penisnya melesak ke lobangku. Ohhh… aku merasakan sensasi yang biasa kutemui kala sedang bersetubuh. “Ohhh…” desisku. Indun terpekik tertahan. Wajahnya memerah. Tapi aku merasakan pantatnya sedikit dinaikkan merespon selangkanganku. Slepppp… kembali penis itu menusuk dalam lobangku. Yang mengherankan suamiku diam saja, entah karena dia kaget atau apa. Hanya aku lihat wajahnya ikut memerah dan sedikit membuka mulutnya, mungkin bingung juga untuk bereaksi dengan situasi aneh ini. Aku diam saja menahan napas sambil menguatkan tanganku yang menahan tubuhku.

Tanganku berada di sisi kanan dan kiri si Indun. Sementara Indun dengan wajah merah padam menatap mukaku dengan panik. Agak mangkel juga aku lihat mukanya, panik, takut, tapi kok penisnya tetap tegang di dalam vaginaku. Dasar anak mesum, pikirku. Tapi aneh juga, aku justru merasakan sensasi yang aneh dengan adanya penis anak yang sudah kuanggap saudaraku sendiri itu dalam vaginaku. Agak kasihan juga lihat mukanya, dan juga muncul rasa sayang. Pikirku, kasihan juga anak ini, dia sangat bernafsu mengintip kami, dan juga apalagi yang dikawatirkan, karena penisnya sudah terlanjur dalam vaginaku. Aku melirik suamiku sambil tetap duduk di pangkuan si Indun. Suamiku tetap diam saja. Agak kesal juga aku lihat respon mas Prasojo. Tiba-tiba pikiran nakal menyelimuti. Kenapa tidak kuteruskan saja persetubuhanku dengan Indun, toh penisnya sudah menancap di vaginaku. Apalagi kalau lihat muka hornynya yang sudah di ubun-ubun, kasihan lihat Indun kalau tidak diteruskan.

Dengan nekat aku kembali menekan pantatku ke depan. Vaginaku meremas penis Indun di dalam. Merasakan remasan itu, Indun terpekik kaget. Suamiku mendengus kaget juga. “Dik, aaa…paaaa yang kaulakukan?” kata suamiku gagap. Aku diam saja, hanya saja aku mulai menggoyang pantatku maju mundur. Suamiku melongo sekarang. Wajahnya mendekat melihat mukaku setengah tak percaya. Indun tidak berani lihat suamiku. Dia menatap wajahku keheranan dan penuh nafsu. “Mas… aku teruskan saja ya, kasihan si Indun. Apalagi khan sudah terlanjur masuk, toh sama saja…” bisikku berani ke suamiku. Aku tak bisa lagi menduga perasaan suamiku. Kecelakaan ini benar-benar di luar perkiraan kami semua. Tapi suamiku memegang pundakku, yang kupikir mengijinkan kejadian ini. Entah apa yang ada di pikiranku, aku tiba-tiba sangat ingin menuntaskan nafsu si Indun.

Si Indun mengerang-erang sambil terbaring di rerumputan halaman rumah kami. Kembali aku memaju-mundurkan pantatku sambil meremas-remas penis kecil itu di dalam lobangku. Remasanku selalu bikin suamiku tak tahan, karena aku rajin ikut senam. Apalagi ini si Indun, anak ingusan yang tidak berpengalaman. Tiba-tiba, karena sensasi yang aneh ini, aku merasakan orgasme di dalam vaginaku. Jarang aku orgasme secepat itu. Aku merintih dan mengerang sambil memegang erat lengan suamiku. Banjir mengalir dalam lobangku. Otomatis remasan dalam vaginaku menguat, dan penis kecil si Indun dijepit dengan luar biasa. Indun meringis dan mengerang. Pantatnya melengkung naik, dann…. croottttttttt……….. Cairan panas itu membanjiri rahimku. Aku seperti hilang kendali, semua tiba-tiba gelap dan aku diserbu oleh badai kenikmatan… “Ohhhhhhhhhh…” Aku lalu terkulai sambil menunduk menahan tubuhku dengan kedua tanganku. Nafasku terengah-engah tidak karuan. Sejenak aku diam tak tahu harus bagaimana.

Aku dan suamiku saling berpandangan. “Dik… Indun gak pakai kondom ..?” suamiku terbata-bata. Kami sama-sama kaget menyadari bahwa percintaan itu tanpa pengaman sama sekali, dan aku telah menerima banyak sekali sperma dalam rahimku, sperma si anak ingusan. Ohhh… tiba-tiba aku sadar akan resiko dari persetubuhan ini. Aku dalam masa subur, dan sangat bisa jadi aku bakalan mengandung anak dari Indun, bocah SMP yang masih ingusan. Pelan-pelan aku berdiri dan mencabut penis Indun dari vaginaku. Penis itu masih setengah berdiri, dan berkilat basah oleh cairan kami berdua. Aku dan suamiku mengehela nafas. Cepat cepat aku memperbaiki dasterku. Dengan gugup, Indun juga menaikkan celananya dan duduk ketakutan di rerumputan. “Maa.. ma’af, Bu..” akhirnya keluar juga suaranya. Aku menatap Indun dengan wajah seramah mungkin. Suamiku yang akhirnya pegang peranan.

“Sudahlah, Ndun. Sana kamu pulang, mandi dan cuci-cuci!” perintahnya tegas. “Iya, om. Ma.. maaf ya Om” kata Indun sambil menunduk. Segera dia meluncur pergi lewat halaman samping. “Masuk!” suamiku melihat ke arahku dengan suara agak keras. Gemetar juga aku mendengar suamiku yang biasanya halus dan mesra padaku. Aduuh, apa yang akan terjadi?bKami berdua masuk ke rumah, aku tercekat tidak bisa mengatakan apa-apa. Tiba-tiba pikiran-pikiran buruk menderaku, jangan-jangan suamiku tak memaafkanku. Ohhh apa yang bisa kulakukan. Di dalam kamar tangisanku pecah. Aku tak berani menatap suamiku. Selama ini aku adalah istri yang setia dan bahagia bersama suamiku, tapi malam ini… tiba-tiba aku merasa sangat kotor dan hina. Agak lama suamiku membiarkanku menangis. Pada akhirnya dia mengelus pundakku. “Sudahlah bu, ini khan kecelakaan.” Hatiku sangat lega. Aku menatap suamiku, dan mencium bibirnya.

Tiba-tiba aku menjadi sangat takut kehilangan dia. Kami berpelukan lama sekali. “Tapi mas… kalau aku…… hamil gimana?” tanyaku memberanikan diri. “Ah.. mana mungkin, dia khan masih ingusan. Dan kalau pun Dik Idah hamil khan gak papa, si Sangga juga sudah siap kalau punya adik lagi”, sanggah suamiku. Jawaban itu sedikit menenangkan hatiku. Akhirnya kami bercinta lagi. Kurasakan suamiku begitu mengebu-gebu mengerjaiku. Apa yang ada di pikirannya, aku tak tahu, padahal dia barusan saja melihat istrinya disetubuhi anak muda. Sampai-sampai aku kelelehan melayani suamiku. Pada orgasme yang ketiga aku menyerah. “Mas, keluarin di mulutku saja ya… aku tak kuat lagi” bisikku pada orgasme ketigaku ketika kami dalam posisi doggystye. Suamiku mengeluarkan penisnya dan menyorongkannya ke mulutku. Sambil terbaring aku menyedot-nyedot penis besar itu. Sekitar setengah jam kemudian, mulutku penuh dengan sperma suamiku.

Dengan penuh kasih sayang, aku menelan semua cairan kental itu. ################### Hari-hari selanjutnya berlalu dengan biasa. Aku dan suamiku tetap dengan kemesraan yang sama. Kami seolah-olah melupakan kejadian malam itu. Hanya saja, Indun belum berani main ke rumah. Agak kangen juga kami dengan anak itu. Sebenarnya rumah kami dekat dengan rumah Indun, tapi aku juga belum berani untuk melihat keadaan anak itu. Hanya saja aku masih sering ketemu ibunya, dan sering iseng-iseng nanya keadaan Indun. Katanya sih dia baik-baik saja hanya sekarang lagi sibuk persiapan mau naik kelas 3 SMP. Seminggu sebelum bulan puasa, Indun datang ke rumah mengantarkan selamatan keluarganya. Wajahnya masih kelihatan malu-malu ketemu aku. Aku sendiri dengan riang menemuinya di depan rumah. “Hai Ndun, kok kamu jarang main ke rumah?” tanyaku. “Eh, iya bu. Gak papa kok Bu”, jawabnya sambil tersipu. “Bilang ke mamamu, makasih ya” “Iya bu”, jawab Indun dengan canggung. Dia bahkan tak berani menatap wajahku.

Entah kenapa aku merasa kangen sekali sama anak itu. Padahal dia jelas masih anak ingusan, dan bukan type-type anak SMP yang populer dan gagah kayak yang jago-jago main basket. Jelas si Indun tidak terlalu gagah, tapi ukuran sedang untuk anak SMP. Hanya badannya memang tinggi. “Ayo masuk dulu. Aku buatin minum ya” ajakku. Indun tampak masih agak malu dan takut untuk masuk rumah kami. Siang itu suamiku masih dinas ke Kulonprogo. Anak-anak juga tidak ada yang di rumah. Kami bercakap-cakap sebentar tentang sekolahnya dan sebagainya. Sekali-kali aku merasa Indun melirik ke badanku. Wah, gak tahu kenapa, aku merasa senang juga diperhatiin sama anak itu badanku. Waktu itu aku mengenakan kaos agak ketat karena barusan ikut kelas yoga bersama ibu-ibu Candra Kirana. Tentunya dadaku terlihat sangat menonjol. Akhirnya tidak begitu lama, Indun pamit pulang. Dia kelihatan lega sikapku padanya tidak berubah setelah kejadian malam itu. Hingga pada bulan selanjutnya aku tiba-tiba gelisah.

Sudah hampir lewat dua minggu aku belum datang bulan. Tentu saja kejadian waktu itu membuatku bertambah panik. Gimana kalau benar-benar jadi? Aku belum berani bilang pada Mas Prasojo. Untuk melakukan test saja aku sangat takut. Takutnya kalau positif. Hingga pada suatu pagi aku melakukan test kehamilan di kamar mandi. Dan, deg! Hatiku seperti mau copot. Lembaran kecil itu menunjukkan kalau aku positif hamil!!! Oh Tuhan! Aku benar-benar kaget dan tak percaya. Jelas ini bukan anak suamiku. Kami selalu bercinta dengan aman. Dan jelas sesuai dengan waktu kejadian, ini adalah anak Indun, si anak SMP yang belum cukup umur. Aku benar-benar bingung. Seharian aku tidak dapat berkonsentrasi. Pikiranku berkecamuk tidak karuan. Bukan saja karena aku tidak siap untuk punya anak lagi, tapi juga bagaimana reaksi suamiku, bahwa aku hamil dari laki-laki lain. Itulah yang paling membuatku bingung. Hari itu aku belum berani untuk memberi tahu suamiku.

Dua hari berikutnya, justru suamiku yang merasakan perbedaan sikapku. “Dik Lani, ada apa? Kok sepertinya kurang sehat?” tanyanya penuh perhatian. Waktu itu kami sedang tidur bedua. Aku tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Yang kulakukan hanya memeluk suamiku erat-erat. Suamiku membalas pelukanku. “Ada apa sayang?” tanyanya. Badan kekarnya memelukku mesra. Aku selalu merasa tenang dalam pelukan laki-laki perkasa itu. Aku tidak berani menjawab. Suamiku memegang mukaku, dan menghadapkan ke mukanya. Sepertinya dia menyadari apa yang terjadi. Sambil menatap mataku, dia bertanya, “benarkah?” Aku mengangguk pelan sambil menagis, “aku hamil, mas…” Jelas suamiku juga kaget. Dia diam saja sambil tetap memelukku. Lalu dia menjawab singkat’ “besok kita ke dokter Merlin”. Aku mengangguk, lalu kami saling berpelukan sampai pagi tiba. Hari selanjut sore-sore kami berdua menemui dokter Merlin.

Setelah dilakukan test, dokter cantik itu memberi selamat pada kami berdua. “Selamat, Pak dan Bu Prasojo. Anda akan mendapatkan anak ketiga”, kata dokter itu riang. Kami mengucapkan terimakasih atas ucapan itu, dan sepanjang jalan pulang tidak berkata sepatah kata pun. Setelah itu, suamiku tidak menyinggung masalah itu, bahkan dia memberi tahu pada anak-anak kalau mereka akan punya adik baru. Anak-anak ternyata senang juga, karena sudah lama tidak ada anak kecil di rumah. Bagi mereka, adik kecil akan menyemarakkan rumah yang sekarang sudah tidak lagi ada suara anak kecilnya. Malamnya, setelah tahu aku hamil, suamiku justru menyetubuhiku dengan ganas. Aku tidak tahu apakah dia ingin agar anak itu gugur atau karena dia merasa sangat bernafsu padaku. Yang jelas aku menyambutnya dengan tak kalah bernafsu. Bahkan kami baru tidur menjelang jam 3 dini hari setelah sepanjang malam kami bergelut di kasur kami.

Aku tidak tahu lagi bagaimana wujud mukaku malam itu, karena sepanjang malam mulutku disodok-sodok penis suamiku, dan dipenuhi oleh muncratan spermanya yang sampai tiga kali membasahi muka dan mulutku. Aku hampir tidak bisa bangun pagi harinya, karena seluruh tubuhku seperti remuk dikerjain suamiku. Untungnya esok harinya hari libur, jadi aku tidak harus buru-buru menyiapkan sekolah anak-anak. Hari-hari selanjutnya berlalu dengan luar biasa. Suamiku bertambah hot setiap malam. Aku juga selalu merasa horny. Wah, beruntung juga kalau semua ibu-ibu ngidamnya penis suami seperti kehamilanku kali ini. Hamil kali ini betul-betul beda dengan kehamilanku sebelumnya, yang biasanya pakai ngidam gak karuan. Hamil kali ini justru aku merasa sangat santai dan bernafsu birahi tinggi. Setiap malam vaginaku terasa senut-senut, ada atau tak ada suamiku. Kalau pas ada enak, aku tinggal naik dan goyang-goyang pinggang. Kalau pas gak ada aku yang sering kebingungan, dan mencari-cari di internet film-film porno.

Sudah itu pasti aku mainin pakai pisang, yang jadi langgananku di pasar setiap pagi, hehehe. Yang jadi masalah, adalah perlukah aku memberi tahu si Indun bahwa aku hamil dari benihnya? Aku tidak berani bertanya pada suamiku. Dia mendukung kehamilanku saja sudah sangat membahagiakanku. Aku menjadi bahagia dengan kehamilan ini. Di luar dugaanku, ternyata kami sekeluarga sudah siap menyambut anggota baru keluarga kami. Itulah hal yang sangat aku syukuri. Pas bulan puasa, tiba-tiba suamiku melakukan sesuatu yang mengherankanku. Dia mengajak Indun untuk membantu bersih-bersih rumah kami. Tentu saja aku senang, karena suamiku sudah bisa menerima kejadian waktu itu. Aku senang melihat mereka berdua bergotong-royong membersihkan halaman dan rumah. Indun dan Mas Prasojo nampak sudah bersikap biasa sebagaimana sebelum kejadian malam itu. Bahkan sesekali Indun kembali menginap di gazebo kami, karena kami merasa sepi juga tanpa kehadiran anak-anak.

Si Rika semakin sibuk dengan urusan kampusnya, sementara si Sangga hanya pada malam hari saja menunjukkan mukanya di rumah. Semenjak itu, suasana di rumah kami menjadi kembali seperti sediakala. Tetap saja gazebo depan rumah sering ramai dikunjungi orang. Cuma sekarang Indun tidak pernah lagi menginap di sana. Mungkin karena hampir ujian, jadi dia harus banyak belajar di rumah. Beberapa bulan kemudian, tubuhku mulai berubah. Perutku mulai terlihat membuncit. Kedua payudara membesar. Memang kalau hamil, aku selalu mengalami pembengkakan pada kedua payudaraku. Hormonku membuatku selalu bernafsu. Mas Prasojo pun seolah-olah ikut mengalami perubahan hormon. Nafsu seksnya semakin menggebu melihat perubahan di tubuhku. Kalau pas di rumah, setiap malam kami bertempur habis-habisan. Gawatnya, payudaraku yang memang sebelumnya sudah besar menjadi bertambah besar.

Semua bra yang kucoba sudah tidak muat lagi, padahal bra yang kupakai adalah ukuran terbesar yang ada di toko. Kata yang jual, aku harus pesan dulu untuk membeli bra yang pas di ukuran dadaku sekarang. Akhirnya aku nekat kalau di rumah jarang memakai bra. Kecuali kalau keluar, itupun aku menjadi tersiksa karena pembengkakan payudaraku. Aku menjadi seperti mesin seks. Dadaku besar, dan pantatku membusung. Seolah tak pernah puas dengan bercinta setiap malam. Suamiku mengimbangiku dengan nafsunya yang juga bertambah besar. Indun akhirnya tahu juga kehamilanku. Dia sering curi-curi pandang melihat perutku yang mulai membuncit. Aku tidak tahu, apakah dia sadar, kalau anak dalam kandunganku adalah hasil dari perbuatannya. Yang jelas, Indun menjadi sangat perhatian padaku. Setiap sore dia ke rumah untuk membantu apa saja. Bahkan di malam hari pun dia masih di rumah sambil sekali-kali meneruskan program mengaji anak-anakku. Pada suatu malam, Mas Prasojo harus pergi dinas ke luar kota.

Malam itu kami membiarkan Indun sampai malam di rumah kami, sambil menjaga menjaga rumah. Aku harus ikut pengajian dengan ibu-ibu kampung. Jam setengah 10 malam aku baru pulang. Sampai di rumah, aku lihat Indun masih mengerjakan tugas sekolahnya di ruang tamu. “Ndun, Sangga sudah pulang?” tanyaku sambil menaruh payung, karena malam itu hujan cukup deras. “Belum, Bu” Aku lalu menelpon anak itu. Ternyata dia sedang mengerjakan tugas di rumah temannya. Aku percaya dengan Sangga, karena anak itu tidak seperti anak-anak yang suka hura-hura. Dia tipe anak yang sangat serius dalam belajar. Apalagi sekolahnya adalah sekolah teladan di kota kami. Jadi kubiarkan saja dia menginap di rumah temannya itu. Aku lalu berkata ke Indun, “Kamu nginap sini aja ya, aku takut nih, hujan deres banget dan Mas Prasojo gak pulang malam ini”. Memang aku selalu gak enak hati kalau cuaca buruk tanpa mas Prasojo.

Takutnya kalau ada angin besar dan lampu mati. Apalagi kami sudah tidak ada lagi masalah dengan kejadian waktu itu. “Iya bu, sekalian aku ngerjain tugas di sini”, jawab Indun. Aku melepas kerudungku dan duduk di depan tivi di ruang keluarga. Agak malas juga aku ganti daster, dan juga ada si Indun, gak enak kalau dia nanti keingat kejadian dulu. Sambil masih tetap pakai baju muslim panjang aku menyelonjorkan kakiku di sofa, sementara si Indun masih sibuk mengerjakan kalukulus di ruang tamu. Bajuku baju panjang terusan. Agak gerah juga karena baju panjang itu, akhirnya aku masuk kamar dan melepas bra yang menyiksa payudara bengkakku. Aku juga melepas cd ku karena lembab yang luar biasa di celah vaginaku. Maklum ibu hamil. Kalau kalian lihat aku malam itu mungkin kalian juga bakalan nafsu deh, soalnya walaupun pakai baju panjang, tapi seluruh lekuk tubuhku pada keliatan, karena pantat dan payudaraku membesar.

Acara tivi gak ada yang menarik. Akhirnya aku ingat untuk membuatkan Indun minuman. Sambil membawa kopi ke ruang tamu aku duduk menemani anak itu. “Wah, makasih , Bu. Kok repot-repot” katanya sungkan. “Gak papa, kok” Aku duduk di depannya sambil tak sengaja mengelus perutku. Indun malu-malu melihat perutku. “Bu, udah berapa bulan ya?” tanyanya kemudian, sambil meletakkan penanya. “Menurutmu berapa bulan? Masak nggak tahu?” tanyaku iseng menggodanya. Tiba-tiba mukanya memerah. Indun lalu menunduk malu. “Ya nggak tahu bu… Kok saya bisa tahu darimana?” jawabnya tersipu. Tiba-tiba aku sangat ingin memberi tahunya, kabar gembira yang sewajarnya juga dirasakan oleh bapak kandung dari anak dalam kandunganku. Dengan santai aku menjawab, “Lha bapaknya masak gak tahu umur anaknya?” Indun kaget, gak menyangka aku akan menjawab sejelas itu. Dia jelas gelagapan. Hehehe. Apa yang kau harap dari seorang anak ingusan yang tiba-tiba akan menjadi bapak. Wajahnya melongo melihatku takut-takut.

Dia tidak tahu akan menjawab apa. Aku jadi tambah ingin menggodanya. “Kamu sih, bapak yang gak bertanggung jawab. Sudah menghamili pura-pura tidak tahu lagi”, kataku sambil melirik menggodanya. Aku mengelus-elus perutku. Geli juga lihat wajah Indun saat itu. Antara kaget dan bingung serta perasaan-perasaan yang tidak dimengertinya. “Aku… eeeee… maaf Bu… aku tidak tahu…” Indun menyeka keringat dingin di dahinya. “Memangnya kamu tidak suka anak dalam perutku ini anakmu?” tanyaku. “Eh… aku suka banget Bu.. Aku seneng…” Indun benar-benar kalut. “Ya udah, kalau benar-benar seneng, sini kamu rasakan gerakannya” kataku manja sambil mengelus perutku. “Boleh Bu? Aku pegang..?” tanyanya kawatir. “Ya, sini, kamu rasakan aja. Biar kalian dekat” perutku terlihat sangat membuncit karena baju muslim yang kupakai hampir tidak muat menyembunyikan bengkaknya. Indun bergeser dan duduk di sebelahku.

Matanya menunduk melihat ke perutku. Takut-takut tangannya menuju ke perutku. Dengan tenang kupegang tangan itu dan kudaratkan ke bukit di perutku. Sebenarnya aku berbohong, karena umur begitu gerakan bayi belum terasa, tapi Indun mana tahu. Dengan hati-hati dia meletakkan telapaknya di perutku. “Maaf ya bu”, ijinnya. Aku membiarkan telapaknya menempel ketat di perutku. Dia diam seolah-olah mencoba mendengar apa yang ada di dalam rahimku. Aku merasa senang sekali karena biar bagaimanapun anak ingusan ini adalah bapak dari anak dalam kandunganku. “Kamu suka punya anak?” tanyaku. “Aku suka sekali, Bu, punya anak dari Ibu. Ohh.. Bu. Maafkan saya ya Bu” jawab Indun hampir tak kedengaran. Tangannya gemetar di atas perutku. Indun terlihat sangat kebingungan, tak tahu harus berbuat apa. Aku juga ikut bingung, dengan perasaan campur aduk. Antara bahagia, bingung, geli, dan macam-macam rasa gak jelas.

Tiba-tiba dadaku berdebar-debar menatap anak muda itu. Anak itu sendiri masih takut-takut melihat mukaku. Kami berdua tiba-tiba terdiam tanpa tahu harus melakukan apa. Tangan Indun terdiam di atas perutku. “Ndun, kamu gimana perasaanmu lihat ibu-ibu yang lagi bengkak-bengkak kayak aku?” tanyaku memecah kesunyian. “Saya suka sekali sama Ibu……” jawabnya. “Kenapa?” “Ibu cantik..” jawabnya dengan muka memerah. “Ihh.. cantik dari mana? Aku khan udah tua dan lagian sekarang badanku kayak gini..” jawabku. Indun mengangkat wajahnya pelan menatapku, malu-malu. “Gak kok, Ibu tetep cantik banget…” jawabnya pelan. Tangannya mulai mengelus-elus perutku. Aku merasa geli, yang tiba-tiba jadi sedikit horny. Apalagi tadi malam Mas Prasojo belum sempat menyetubuhiku. “Kok waktu itu kamu tegang ngintip aku sama Mas Prasojo?” tanyaku manja. Mukaku memerah. Aku benar-benar bernafsu. Aneh juga, anak kecil ini pun sekarang membuatku pengen disetubuhi. Apa yang salah dengan tubuhku? “Aku nafsu lihat badan Ibu…” kali ini Indun menatap wajahku.

Mukanya merah. Jelas dia bernafsu. Aku tahu banget muka laki-laki yang nafsu lihat aku. “Kalau sekarang? Masa masih nafsu juga, aku khan sudah membukit kayak gini..” Indun belingsatan. “Sekarang iya..” jawabnya sambil membetulkan celananya. “Idiiih…. Mana coba lihat?” godaku. Indun makin berani. Tangannya gemetar membuka celananya. Dari dalam celananya tersembul keluar sebatang penis jauh lebih kecil dari punya suamiku. Yang jelas, penis itu sudah sangat tegang. “Wah, kok sudah tegang banget. Pengen nengok anakmu ya?” godaku. Indun sudah menurunkan semua celananya. Tapi dia tidak tahu harus melakukan apa. Lucu lihat batang kecil itu tegak menantang. Aku sudah sangat horny. Vaginaku sudah mulai basah. Tak tahu kenapa bisa senafsu itu dekat dengan anak SMP ini. Dengan gemes, aku pegang penis Indun. “Mau dimasukin lagi?” tanyaku gemetar. “Iya bu.. Mau banget” Tanpa menunggu lagi aku menaikkan baju panjangku dan mengangkangkan kakiku. Segera vaginaku terpampang jelas di depan Indun.

Rambut hitam vaginaku serasa sangat kontras dengan kulit putihku. Segera kubimbing penis anak itu ke dalam lobang vaginaku. Indun mengerang pelan, matanya terbeliak melihat penisnya pelan-pelan masuk ditelan vaginaku. “Ohhhh…… Buuu…..” desisnya. Bless, segera penis itu masuk seluruhnya dalam lobang vaginaku. Aku sendiri merasakan kenikmatan yang aneh. Entah kenapa, aku sangat ingin mengisi lobangku dengan batang itu. “Diemin dulu di dalam sebentar, biar kamu gak cepat keluar”, perintahku. “Iiiiiyaaa, Bu..” erangnya. Indun mendongakkan kepalanya menahan kenikmatan yang luar biasa baginya. Sengaja pelan-pelan kuremas penis itu dengan vaginaku, sambil kulihat reaksinya. “Ohhh…” Indun mengerang sambil mendongak ke atas. Kubiarkan dia merasakan sensasi itu. Pelan-pelan tanganku meremas pantatnya. Indun menunduk menatap wajahku di bawahnya. Pelan-pelan dia mulai bisa mengendalikan dirinya. Tampak nafasnya mulai agak teratur. Kupegang leher anak itu, dan kuturunkan mukanya.

Muka kami semakin berdekatan. Bibirku lalu mencium bibirnya. Kamu berdua melenguh, lalu saling mengulum dan bermain lidah. Tangannya meremas dadaku. Aku merasakan kenikmatan yang tiada tara. Segera kuangkat sedikit pantatku untuk merasakan seluruh batang itu semakin ambles ke dalam vaginaku. “Ndun, ayo gerakin maju mundur pelan-pelan..” perintahku. Indun mulai memaju mundurkan pantatnya. Penisnya walaupun kecil, kalau sudah keras begitu nikmat sekali dalam vaginaku. Aku mengerang-erang sekarang. Vaginaku sudah basah sekali. Banjir mengalir sampai ke pantatku, bahkan mengenai sofa ruang tamu. Aku mengarahkan tangan Indun untuk meremas-remas payudaraku lagi. Dengan hati-hati dia berusaha tidak mengenai perutku, karena takut kandunganku. Ohhh… aku sudah sangat nafsuu… sekitar 15 menit Indun memaju mundurkan pantatnya. Tidak mengira dia sekarang sekuat itu. Mungkin dulu dia panik dan belum terbiasa.

Aku tiba-tiba merasakan orgasme yang luar biasa. “Ohhhh…” teriakku. Tubuhku melengkung ke atas. Indun terdiam dengan tetap menancapkan penisnya dalam lobangku. “Aku sampai, Ndunnnn……” aku terengah-engah. Sambil tetap membiarkan penisnya di dalam vaginaku, aku memeluk ABG itu. Badannya penuh keringat. Kami terdiam selama berepa menit sambil berpelukan. Penis Indun masih keras dan tegang di dalam vaginaku. “Ndun, pindah kamar yuk”, ajakku. Indun mengangguk. Dicabutnya penisnya dan berdiri di depanku. Aku ikut berdiri gemetar karena dampak orgasme yang mengebu barusan. Kemudian aku membimbing tangan anak itu membawanya ke kamarku. Di kamar aku meminta dia melepaskan bajuku, karena agak repot melepas baju ini. Di depan pemuda itu aku kini telanjang bulat. Indun juga melepas bajunya. Sekarang kami berdua telanjang dan saling berpelukan. Aku lihat penisnya masih tegak mengacung ke atas. Aku rebahkan pemuda itu di kasurku. Lalu aku naik ke atas dan kembali memasukkan penisnya ke vaginaku.

Kali ini aku yang menggenjotnya maju mundur. Tangan Indun meremas-remas susuku. Ohh, nikmat sekali. Penis kecil itu benar-benar hebat. Dia berdiri tegak terus tanpa mengendor seidkit pun. Aku sengaja memutar-mutar pantatku supaya penis itu cepat muncrat. Tapi tetap saja posisinya sama. Aku kembali orgasme, bahkan sampai dua kali lagi. Orgasme ketiga aku sudah kelelahan yang luar biasa. Aku peluk pemuda itu dan kupegang penisnya yang masih tegak mengacung. Kami berpelukan di tengah ranjang yang biasa kupakai bercinta dengan suamiku. “Aduuuh, Ndun.. kamu kuat juga ya. Kamu masih belum keluar ya?” “Gak papa Bu…” jawabnya pelan. Tiba-tiba aku punya ide untuk membantu Indun. Kuraih batang kecil itu dan kembali kumasukkan dalam vaginaku. Kali ini kami saling berpelukan sambil berbaring bersisian. “Ndun, Ibu udah lelah banget. Batangmu dibiarin aja ya di dalam, sampai kamu keluar…” bisikku. Indun mengangguk.

Kami kembali berpelukan bagai sepasang kekasih. Vaginaku berkedut-kedut menerima batang itu. Kubiarkan banjir mengalir membasahi vaginaku, Indun juga membiarkan penisnya tersimpan rapi dalam vaginaku. Karena kelelahan aku tertidur dengan penis dalam vaginaku. Gak tahu berapa jam aku tertidur dengan penis masih dalam vaginaku, ketika jam 1 malam tiba hpku menerima sms. Aku terbangun dan melihat Indun masih menatap wajahku sambil membiarkan penisnya diam dalam lobangku. “Aduh, Ndun. Kamu belum bisa bobok? Aduuuh, soriiii ya…” kataku sambil meremas penisnya dengan vaginaku. “Gak papa kok, Bu. Aku seneng banget di dalam..” kata Indun. Tanpa merubah posisi aku meraih hpku di meja samping ranjang. Kubuka sms, ternyata dari Mas Prasojo: “Hai Say, udah bobok? Kalau blum aku pengen telp”.

Aku segera balas: “Baru terbangn, telp aja, kangen” Segera setelah kubalas sms, Mas Prasojo menelponku. Aku menerima telepon sambil berbaring dan membiarkan penis Indun di dalam vaginaku. “Hei… Sorii ganggu, udah bobok apa?” tanyanya. “Gak papa Mas, kangen. Kapan jadinya balik?” tanyaku. “Lusa, Dik, ini aku masih di jalan. Lagi ada pembekalan masyarakat. Gimana anak-anak?” “Hmmm…. “ aku agak menggeliat. Indun memajukan pantatnya, takut lepas penisnya dari lobangku. Aku meletakkan jariku di bibirnya, agar dia tak bersuara. Indun mengangguk sambil tersenyum. “Baik, mereka oke-oke saja kok. Udah pada makan dan bobok nyenyak dari jam 9 tadi. Aku kangen mas…” “Sama.. Pengen nih” kata suamiku. “Sini, mau di mulut apa di bawah?” tanyaku nakal. “Mana aja deh” “Nih, pakai mulutku aja, udah lama gak dikasih. Udah gatel, hihih…” godaku. “Aduuh Dik. Aku lagi di kampung sepi.

Malah jadi kangen sama kamu. Gimana hayooo?” rengek suamiku. Kami memang biasa saling terbuka soal kebutuhan seks kami. “Kocok aja Mas, aku juga mau” kataku manja. Kemudian aku menggeser Indun agar menindih di atas tubuhku. Sambil tanganku menutup hp, aku berbisik ke Indun, “Sekarang kamu genjot aku sekencang-kencangnya sampai keluar, ya. Sekuat-kuatnya”. Indun mengangguk. Aku menjawab telepon suamiku, “Ayo, mas, buka celananya..” Aku mengambil cdku di sampingku, lalu kujejalkan ke mulut Indun. Indun tahu maksudku agar dia tidak bersuara. “Oke, Dik. Aku sudah menghunus rudalku..” Sambil menjawab mesra aku menekan pantat Indun agar segera memaju mundurkan penisnya dalam vaginaku. Indun segera membalasnya, dan mulai menggenjotku. Aku menyuruhnya untuk menurunkan kakinya ke samping ranjang sehingga perutku tidak tertindih badannya.

Sementara aku mengangkang dengan dua kakiku terangkat ke samping kiri dan kanan badan laki-laki abg itu. Ohhh, ya Tuhan. Bagai kesetanan, Indun menggenjotku seperti yang kuperintahkan. Aku mengerang-erang, begitu juga suamiku. “Mas, aku masturbasi kesetanan ini….. Pengen banget…. Kamu kocok kuat-kuat yaaa….. Ahhhhh” “Iyyyyaaaa… Ooohhh, untung aku bawa cdmu, buat ngocok nihh…. Ohhhhh” erang suamiku. Tak kalah hebatnya, Indun menggasak lobangku dengan tanpa kompromi. Badan kurusnya maju mundur secepat bor listrik. Aku mengerang-erang tidak karuan. Suara lobangku berdecit-decit karena banjir dan gesekan dengan penis Indun. Benar-benar gila malam ini. Aku sudah tidak ingat lagi berapa lama aku digenjot Indun. Suaraku penuh nafsu bertukar kata-kata mesra dengan suamiku. Indun seolah-olah tak pernah lelah. Tubuhnya sudah banjir keringat. Stamina mudanya benar-benar membanggakan.

Keringat juga membanjiri tubuhku. Sementara suara suamiku juga meraung-raung kenikmatan, semoga kamar dia di perjalan dinas itu kamar yang kedap suara. Beberapa saat kemudian aku kehabisan tenaga. Kuminta Indun untuk berhenti sejenak. Pemuda itu nampak terengah-engah sehabis menggenjotku habis-habisan. Setelah itu kami melanjutkan permainan kami. Indun dengan kuatnya menggenjotku habis-habisan. Aku tak tahu lagi apa yang kecerecaukan di telepon, tapi nampaknya suamiku juga sama saja. Beberapa saat kemudian aku dan suamiku sama-sama berteriak, kami sama-sama keluar. Aku terengah-engah mengatur nafasku. Lalu suamiku memberi salam mesra dan ciuman jarak jauh. Kami betul-betul terpuaskan malam ini. Setelah ngobrol-ngobrol singkat, suamiku menutup teleponnya. Di kamarku, Indun masih menggenjotku pelan-pelan. Dia belum keluar rupanya. Wah, gila.

Aku kawatir jepitanku mungkin sudah tidak mempan buat penisnya yang masih tumbuh. Kubiarkan penis pemuda itu mengobok-obok vaginaku. Tiba-tiba kudorong Indun, sehingga lepas penis dari lobangku. “Ohhh”, lenguhnya kecewa. Lalu aku tarik dia naik ke tempat tidur, dan aku segera menungging di depannya. Indun tahu maksudku. Dia segera mengarahkan penisnya ke vaginaku. Tapi segera kupegang penis itu dan kuarahkan ke lobang yang lain. Pantatku! Mungkin di sanalah penis Indun akan dijepit dengan maksimal, pikirku tanpa pertimbangan. Indun sadar apa yang kulakukan. Disodokkannya penisnya ke lobang pantatku. Tapi lobang itu ternyata masih terlalu kecil bahkan buat penis Indun. Aku berdiri dan menyuruhnya menunggu. Lalu aku turun dan mengambil jelli organik dari dalam rak obat di kamar mandi. Dengan setia Indun menunggu dengan penis yang juga setia mengacung. Jelli itu kuoleskan ke seluruh batang Indun, dan sebagian kuusap-usapkan ke sekitar lobang pantatku.

Kembali aku menunggingkan pantatku. Indun mengarahkan kotolnya kembali dan pelan-pelan lobang itu berhasil di terobosnya. “Ohhhhh…..” desisku. Sensasinya sangat luar biasa. Pelan-pelan batang penis itu menyusup di lobang yang sempit itu. Indun mengerang keras. Setengah perjalanan, penis itu berhenti. Baru separo yang masuk. Indun terengah-engah, begitu juga aku. “Pelan-pelan, Ndun…” bisikku. Indun memegang bongkahan pantatku, dan kembali menyodokkan penisnya ke lobangku. Dan akhirnya seluruh batang itu masuk manis dalam lobang pantatku. “Ohhh, Tuhan…” rasanya sangat luar biasa, antara sakit dan nikmat yang tak terceritakan. Aku mengerang. Kami berdiam beberapa menit, membiarkan lobangku terbiasa dengan batang penis itu. Setelah itu Indun mulai memaju mundukan pinggangnya.

Rasanya luar biasa. Pengalaman baru yang membuatku ketagihan. Beberapa saat kemudian, Indun mengerang-erang keras. Dia memaksakan menggejot pantatku dengan cepat, tapi karena sangat sempit, genjotannya tidak bisa lancar. Kemudian, “ohhhhh…” Indun memuncratkan spermanya dalam pantatku. Crot…Aku tersungkur dan Indun terlentang ke belakang. Muncratannya sebagian mengenai punggungku. Kami sama-sama terengah-engah dan kelelahan yang luar biasa. Aku membalikkan tubuhku dan memeluk Indun yang terkapar tanpa daya. Kami berpelukan dengan telanjang bulat sepanjang malam. ######################## Paginya, aku bangun jam 6 pagi. ABG itu masih ada dalam pelukanku. Oh, Tuhan. Untung aku mengunci kamarku. Mbok Imah tetangga yang biasa bantuin ngurusin anak-anak sudah terdengar suaranya di belakang. Oh..

Apa yang sudah kulakukan tadi malam, aku benar-benar tidak habis pikir. Kalau malam waktu itu benar-benar hanya sebuah kecelakaan. Tapi malam ini, aku dan Indun benar-benar melakukannya dengan penuh kesadaran. Apa yang kulakukan pada anak abg ini? Aku jadi gelisah memikirkannya, aku takut membuat anak ini menjadi anak yang salah jalan. Rasa bersalah itu membuatku merasa bertambah sayang pada anak kecil itu. Kurangkul kembali tubuh kecil itu dan kuciumin pipinya. Tubuh kami masih sama-sama telanjang. Aku lihat si Indun masih nyenyak tidur. Mukanya nampak manis sekali pagi itu. Aku mengecup pipi anak itu dan membangunkannya. “Ndun… Bangun. Kamu sekolah khan?” bisikku. Indun nampak kaget dan segera duduk. “Oh, Bu.. Maaf aku kesiangan…” katanya gugup. “Gak papa Ndun, aku yang salah mengajakmu tadi malam” Kami berpandangan. “Maaf Bu. Aku benar-benar tidak sopan” “Lho, khan bukan kamu yang mengajak kita tidur bersama.

Aku yang salah Ndun” bisikku pelan. Indun menatapku, “Aku sayang sama Ibu…” katanya pelan. “Ndun, kamu punya pacar?” “Belum, bu” “Kamu janji ya jangan cerita-cerita ke siapa-siapa ya soal kita” “Iya bu, gak mungkinlah” “Aku takut kamu rusak karena aku” “Gak kok Bu, aku sayang sama Ibu” “Kamu jangan melakukan ini ke sembarang orang ya” kataku kawatir. “Tidak Bu, aku bukan cowok seperti itu. Tapi kalau sama Ibu, masih boleh ya…” katanya pelan. Tiba-tiba aku sangat ingin memeluk anak itu. “Aku juga sayang kamu Ndun. Sini Ibu peluk” Indun mendekat dan kami berpelukan sambil berdiri. Tangannya merangkul pinggangku, dan aku memegang pantatnya. Kami berpelukan lama dan saling berpandangan. Lalu bibir kami saling berpagutan. Gila, aku benar-benar serasa berpacaran dengan anak kecil itu. Mulut kami saling bergumul dengan panasnya. Aku lihat penis anak itu masih tegak berdiri, mungkin karena efek pagi hari. Tanganku meraih batang itu dan mengocoknya pelan-pelan.

Aku berpikir cepat, karena pagi ini Indun harus sekolah, aku harus segera menuntaskan ketegangan penis itu. Aku segera membalikkan tubuhku dan berpegangan pada meja rias. Sambil melihat Indun lewat cermin aku menyuruhnya. “Ndun, kamu pakai jeli itu lagi. Cepat masukin lagi penismu ke pantat Ibu” Indun buru-buru melumas batangnya. Aku menyorongkan bungkahan pantatku. Dari cermin aku dapat melihat muku dan badanku sendiri. Ohh… agak malu juga aku melihat tubuhku yang mulai membengkak di sana-sini, tapi masih penuh dengan nafsu birahi. “Cepat Ndun, nanti kamu terlambat sekolah”, perintahku. Sambil memeluk perutku, Indun mendorong penisnya masuk ke lobang pantatku. Lobang yang semalam sudah disodok-sodok itu segera menerima batang yang mengeras itu. Segera kami sudah melakukan persetubuhan lagi. Aku dapat melihat adegan seksi itu lewat cermin, di mana mukaku terlihat sangat nafsu dan juga muka Indun yang mengerang-erang di belakangku.

“Ayo, Ndun, sodok yang kuat” “Iyyyaaa.. Bu” “Terusss… Cepat” Sodokan-sodokan Indun semakin cepat. Lobang pantatku semakin elastis menerima batang imut itu. Sungguh kenikmatan yang luar biasa. Tidak berapa lama kemudian kami berdua sama-sama mencapai puncak kenikmatan. Indun membiarkan cairan spermanya meluncur deras dalam pantatku. Kami sama-sama terengah-engah menikmati puncak yang barusan kami daki. “Ohhh…” Sejenak kemudian aku lepaskan pantatku dari penisnya. “Udah Ndun. Sana kamu mandi, pulang. Nanti kamu terlambat lho sekolahnya” kataku sambil tersenyum. Indun mencari-cari pakaiannya. Tiba-tiba kami sadar kalau celana Indun ada di ruang tamu. Aku suruh si Indun nunggu di kamar, dan aku segera berpakaian dan keluar ke ruang tamu. Moga-moga belum ada yang menemukan celana itu. Untungnya celana itu teronggok di bawah sofa dan terselip, sehingga Mbok Imah yang biasanya sibuk dulu menyiapkan sarapan belum sempat membereskan ruang tamu.

Celana itu segera kuambil dan kubawa ke kamar. Si Indun yang tadinya nampak panik berubah tenang. Setelah memakai celananya, Indun kusuruh cepat-cepat keluar ke ruang tamu dan mengambil tas belajarnya yang semalam tergeletak di meja tamu. Setelah itu dia pamit pulang. Aku segera mandi. Di kamar mandi aku merasakan sedikit perih di bagian lobang pantatku. Baru kali ini lobang itu menjadi alat seks, itu pun justru dengan anak kecil yang belum tahu apa-apa. Ada sedikit rasa sesal, tapi segera kuguyur kepalaku untuk menghilangkan rasa gundah di dadaku. ###################### Sorenya Indun kembali main ke rumah. Dia sudah sibuk membereskan buku-buku di gazebo kami. Malam itu Indun tidur lagi di kamarku. Mas Prasojo baru pulang besok harinya. Selama berjam-jam kami kembali bercinta. Kami saling berpelukan dan berbagi kasih selayaknya sepasang kekasih.

Tapi sebelum jam 1 aku suruh Indun untuk segera tidur, aku kawatir sekolahnya akan terganggu karena aktivitasku. “Ndun, tadi kamu di sekolah gimana?” bisikku setelah kami selesai ronde ke tiga. Kami berpelukan dengan mesra di tengah ranjang. “Biasa aja Bu” “Kamu gak kelelahan atau ngantuk di sekolah?” “Iya Bu, sedikit. Tapi gak papa, aku tadi sempat tidur siang” “Aku takut menganggu sekolahmu” “Gak kok Bu. Tadi aku bisa ngikutin pelajaran” “Okelah kalau gitu. Tapi setelah ini kamu tidur ya, gak usah diterusin dulu” “Iya Bu” “Besok Mas Prasojo pulang, kamu gak bisa nginap disini” “Iya, Bu. Tapi kapan-kapan saya siap menemani Ibu di sini” “Yee…. maunya. Ya gak papa”, kataku sambil mencubit pinggangnya. “Aku mau jadi pacar Ibu” “Lho aku khan sudah bersuami?” “Ya gak papa, jadi apa saja deh” “Aku justru kasihan sama kamu. Besok-besok kalau kamu udah siap, kamu cari pacar yang bener ya?” “Iya Bu. Aku tetap sayang sama Ibu.

Mau dijadiin apa saja juga mau” “Idihh.. ya udah. Bobok yuk” kataku kelelahan. Kami tidur berpelukan sampai pagi. ####################### Setelah malam itu, aku semakin sering bercinta dengan Indun. Kapan pun ada kesempatan, kami berdua akan melakukannya. Indun sangat memperhatikan bayi dalam kandunganku. Setiap ada kesempatan, dia menciumi perutku dan mengelus-elusnya. Kasihan juga aku lihat anak kecil itu sudah merasa harus jadi bapak. Herannya, aku juga kecanduan dengan penis kecil anak itu. Padahal aku sudah punya penis yang jauh lebih besar dan tersedia untukku. Bayangkan, beda usiaku dengan Indun mungkin sekitar 27 tahun. Bahkan anak itu lebih cocok menjadi adik anak-anakku. Tapi hubungan kami bertambah mesra seiring usia kehamilanku yang semakin membesar. Indun bahkan sering ikut menemaniku ke dokter tatkala suamiku sedang dinas keluar.

Indun semakin perhatian padaku dan anak dalam kandunganku. Kami sangat bahagia karena bayi dalam kandunganku berada dalam kondisi sehat. Aku selalu mengingatkan Indun untuk tetap fokus pada sekolahnya, dan jangan terlalu memikirkan anaknya. Yang paling tidak bisa dicegah adalah, Indun semakin lama semakin kecanduan lobang pantatku. Lama-lama aku juga merasakan hal yang sama. Seolah-olah lobang pantatku menjadi milik eksklusif Indun, sementara lobang-lobangku yang lain dibagi antara Indun dan suamiku. Sampai sekarang, suamiku tidak pernah tahu kalau pantatku sudah dijebol oleh Indun. Lama-lama aku kawatir juga dengan cerita tentang hubungan kelamin lewat pantat dapat menimbulkan berbagai penyakit, termasuk AIDS. Aku akhirnya menyediakan kondom untuk Indun kalau dia minta lobang pantatku. Indun sih oke-oke saja. Dia juga kawatir, walaupun dia sangat senang ketika masuk ke lubang pantatku.

Untung aku dan suamiku juga kadang-kadang memakai kondom, sehingga aku tidak canggung lagi membeli kondom di apotik. Bahkan aku sering mendapat kondom gratis dari kelurahan. Mungkin karena masih masa pertumbuhan, dan sering kupakai, aku melihat lama kelamaan penis Indun juga mengalami pembesaran. Penis yang semakin berpengalaman itu tidak lagi seperti penis imut pada waktu pertama kali masuk ke vaginaku, tapi sudah menjelma menjadi penis dewasa dan berurat ketika tegang. Aku sadar, kalau aku adalah salah satu sebab dari pertumbuhan instant dari penis Indun. Kekuatan penis Indun juga semakin luar biasa. Dia tidak lagi gampang keluar, bahkan kalau dipikir-pikir, dia mungkin lebih kuat dari suamiku. Karena perutku semakin membesar aku jadi sering pakai celana legging yang lentur dan baju kaos ketat yang berbahan sangat lentur. Kalau di rumah aku bahkan hanya pakai kaos panjang tanpa bawahan.

Orang pasti mengira aku selalu pakai cd, padahal sering aku malas memakainya. Entah karena gawan ibu hamil atau karena nafsu birahiku yang semakin gila. ########################## Waktu ibu Indun mau naik haji, aku ikut sibuk dengan ibu-ibu kampung untuk mempersiapkan pengajian haji. Biasalah, kalau mau naik haji pasti hebohnya minta ampun. Aku termasuk dekat dengan ibu Indun. Namanya bu Masuroh, yang biasa dipanggil Bu Ro. Karena keluarga Indun termasuk keluarga yang terpandang di desa kami, maka acara pengajian itu menjadi acara yang besar-besaran. Banyak ibu-ibu yang ikut sibuk di rumah Bu Ro. Kalau aku ke sana aku lebih sering karena ingin ketemu Indun. Acara pengajian dan keberadaan Mas Prasojo di rumah membuat kesempatanku bertemu dengan Indun menjadi sangat terbatas. Sudah lama Indun tidak merasakan lobang pantatku. Aku sendiri bingung bagaimana mencari kesempatan untuk ketemu Indun.

Walaupun aku sering pergi ke rumahnya dan kadang-kadang juga diantar Indun untuk berbelanja sesuatu untuk keperluan pengajian, tapi tetap saja kami tidak punya kesempatan untuk bercinta. Akhirnya pada saat pengajian besar itu aku mendapatkan ide. Sorenya, segera kutelepon Indun menggunakan telepon rumah, karena aku sangat hati-hati memakai hp, apalagi untuk urusan Indun. “Assalamu’alaikum, Bu. Ini Bu Lani. Gimana Bu persiapan nanti malam, sudah beres semua?” “Oh, Bu Lani. Sudah Bu. Nanti datangnya agak sorean ya bu. Kalau gak ada Ibu, kita bingung nih” jawab Bu Ro. “Iya, beres Bu. Saya sama Bu Anjar sudah kangenan setelah magrib langsung kesitu, kok Bu. Indun ada Bu Ro?” “Ada Bu, sebentar ya Bu” Setelah Indun yang memegang telepon, aku segera bilang: “Ndun nanti malam kamu pake celana yang bisa dibuka depannya ya” kataku pelan “Iya Bu” jawab Indun agak bingung. “Terus kamu pakai kondom kamu…” Malam itu pengajian dilangsungkan dengan besar-besaran.

Halaman RW kami yang luas hampir tidak bisa menampung jama’ah yang datang dari seluruh penjuru kota. Bu Ro memang tokoh yang disegani masyarakat. Aku datang bersama ibu-ibu RT dengan memakai baju atasan longgar yang menutup sampai bawah pinggang. Bawahannya aku memakai legging ketat, karena memang lagi biasa dipakai ibu-ibu pada saat ini. Apalagi aku lagi hamil, pasti orang-orang pada maklum akan kondisiku. Yang tidak biasa adalah bahwa aku tidak memakai apapun di balik celana leggingku. Sengaja aku tinggalkan cdku di rumah, karena aku punya sebuah ide untuk Indun. Setelah semua urusan kepanitiaan beres, aku segera bergabung dengan ibu-ibu jama’ah pengajian. Tapi kemudian aku dan beberapa ibu yang lain pindah ke halaman, karena lebih bebas dan bisa berdiri. Hanya saja halaman itu sudah sangat penuh dan berdesak-desakan. Justru aku memilih tempat yang paling ramai oleh pengunjung.

Di kejauhan aku melihat Indun dan memberinya kode untuk mengikutiku. Indun beranjak menuju ke arahku, sementara aku mengajak Bu Anjar untuk ke sebuah lokasi di bawah pohon di lapangan RW. Lokasi itu agak gelap karena bayangan lampu tertutup rindangnya pohon. Walaupun demikian, banyak anggota jama’ah di situ yang berdiri berdesak-desakan. “Kita sini aja Bu, kalau Ibu mau. Tapi kalau ibu keberatan, silakan Ibu pindah ke sana” kataku pada Bu Anjar. “Gak papa Bu, di sini lebih bebas. Bisa bolos kalau udah kemaleman, hihihi..” kata Bu Anjar. “Iya , ya. Biasanya pengajian ginian bisa sampai jam 12 lho” Kami lalu bercakap-cakap dengan seru sambil mendengarkan pengajian. Ternyata di sebelah Bu Anjar adan Bu Kesti yang juara negrumpi. Kami segera terlibat pembicaraan serius sambil sekali-kali mendengarkan ceramah kalau pas ada cerita-cerita lucu. Kami berdiri agak di barisan tengah, Bu Anjar dan Bu Kesti mendapat tempat duduk di sebelahku.

“Bu, monggo kalau mau duduk” tawarnya padaku. “Wah gak usah Bu. Saya lebih suka berdiri gini aja” jawabku. Padahal aku sedang menunggu Indun yang sedang berusaha menyibak kerumunan menuju ke arah kami. Akhirnya Indun tiba di belakangku. Dua ibu-ibu sebelahku tidak memperhatikan kehadiran Indun, tapi aku melirik anak muda itu dan menyuruhnya berdiri tepat di belakangku. Aku bergeser berdiri sedikit di belakang bangku Bu Anjar dan Bu Kesti. Sementara Indun dengan segera berdiri tepat di belakangku. Dengan diam-diam aku menempelkan pantatku ke badan Indun. Indun tersenyum dan memajukan badannya. Pantatku yang semlohai segera menempel pada penis Indun yang sudah tegang di balik celananya. Aku berbisik pada Indun, “buka, Ndun. Udah pakai kondom?” Indun mengangguk dan membuka risliting celananya. Segera tersembul batangnya yang sudah mengeras. Segera kusibakkan baju panjangku ke atas dan nampaklah leggingku sudah kuberi lobang di bagian belahan pantatku. Indun nampak terkejut, dan sekaligus mengerti maksudku.

Dengan pelan-pelan diarahkannya batang kerasnya ke lobang pantatku. Dan, slepppp. Masuklah batang itu ke lobang favoritnya. Tangan Indun masuk ke dalam bajuku sambil mengelus-elus perutku. Batangnya berada di dalam lobangku sambil sesekali dimaju mundurin. Kami bercinta di tengah keramaian dengan tanpa ada yang menyadarinya. Walaupun begitu aku tetap bercakap-cakap dengan dua ibu-ibu tetanggaku itu. Sementara di kanan kiri kami orang-orang sibuk mendengarkan ceramah dengan berdesak-desakan. Sekitar satu jam Indun memelukku dalam gelap dari belakang. Tiba-tiba vaginaku berkedut-kedut, pengen ikut disodok. Kalau dari belakang berarti aku harus lebih nunduk lagi. Pelan-pelan kutarik keluar penis Indun dan kulepas kondomnya. Aku kembali mengarahkannya, kali ini ke lubang vaginaku. Indun mengerti. Lalu, bless.. dengan lancarnya penis itu masuk ke vaginaku dari belakang. Ohh, enak sekali. Aku mulai tidak konsentrasi terhadap ceramah maupun obrolan dua ibu-ibu itu.

Karena hanya sesekali kami bergoyang, maka adegan persetubuhan itu berlangsung cukup lama. Kepalaku sudah mulai berkunang-kunang kenikmatan. Di tengkukku aku merasakan nafas Indun semakin ngos-ngosan. Beberapa saat kemudian, aku mengalami orgasme hebat, tanganku gemetar dan langsung memegang sandaran bangku di depanku. Indun juga kemudian memuncratkan maninya dalam vaginaku. Kami berdua hampir bersamaan mengalami orgasme itu. Setelah agak reda, aku mendorong Indun dan mengeluarkan penisnya. Cepat-cepat Indun memasukkan dalam celananya, dan kuturunkan baju bagian belakangku. Aku dan ibu-ibu itu memutuskan untuk pulang sebelum acara selesai. Untung saja aku dan Indun sudah selesai. Dengan mengedipkan mata, aku menyuruh Indun untuk meninggalkan lokasi. Akhirnya terpuaskan juga hasrat kami setelah hari-hari yang sibuk yang memisahkan kami.


Dunia Sex Terkini - Aku Di HAMILI AGB Anak Tetangga

Author : cellafang Comments : 0
Cerita Mesum Dokter Bedah Perawan – Mаlаm ini аku dараt gilirаn jаgа di bаngѕаl bеdаh ѕеdаngkаn di UGD аliаѕ Unit Gаwаt Dаrurаt аdа dr. Sarah уаng jаgа. Nаh, UGD kаlаu ѕudаh mаlаm bеgini jаdi рintu gеrbаng, jаdi ѕеluruh раѕiеn аkаn mаѕuk viа UGD, nаnti bаru dibаgi-bаgi аtаu diрutuѕkаn оlеh dоktеr jаgа аkаn dikirim kе bаgiаn mаnа раrа раѕiеn уаng реrlu dirаwаt itu. Sуukur-ѕуukur ѕih biѕа ditаngаni lаngѕung di UGD, jаdi tidаk реrlu mеrероtkаn dоktеr bаngѕаl. dr. Sarah ѕеndiri hаruѕ аku аkui diа сukuр tеrаmрil dаn раndаi jugа, mаѕih ѕаngаt mudа ѕеkitаr 28 tаhun, саntik mеnurutku, tidаk tеrlаlu tinggi ѕеkitаr 165 сm dеngаn bоdi ѕеdаng idеаl, kulitnуа рutih dеngаn rаmbut ѕеbаhu. Sifаtnуа сukuр реndiаm, kаlаu biсаrа tеnаng ѕеаkаn mеmbеrikаn kеѕаn ѕаbаr tарi уаng ѕеring rеkаn ѕеjаwаt jumраi уаitu kеtuѕ dаn judеѕ араlаgi kаlаu lаgi mооdnуа jеlеk ѕеkаli. Cеlаkаnуа уаng ѕеring ditunjukkаn, уа ѕереrti itu. Gаrа-gаrа itu bаrаngkаli, ѕаmраi ѕеkаrаng diа mаѕih ѕinglе. Cumа dеngаr-dеngаr ѕаjа bеlаkаngаn ini diа lаgi рunуа hubungаn khuѕuѕ dеngаn dr. Antоn tарi аku jugа tidаk раѕti. Cerita Mesum

Dunia Sex Terbaru - Cerita Mesum Dokter Bedah Perawan
Dunia Sex Terbaru - Cerita Mesum Dokter Bedah Perawan


Kirа-kirа jаm 2 раgi, kаmаr jаgа аku dikеtuk dеngаn сukuр kеrаѕ jugа.

“Siара?” tаnуаku mаѕih аgаk mаlаѕ untuk bаngun, ѕереt bеnаr nih mаtа.

“Dоk, ditunggu di UGD аdа раѕiеn kоnѕul”, ѕuаrа dibаlik рintu itu mеnуаhut, оh ѕuѕtеr Anis ruраnуа.

“Yа”, ѕаhutku ѕеjuruѕ kеmudiаn.

Sаmре di UGD kulihаt аdа bеbеrара рriа di dаlаm ruаng UGD dаn ѕауuр-ѕауuр tеrdеngаr ѕuаrа rintihаn hаluѕ dаri rаnjаng реrikѕа di ujung ѕаnа, ѕеmраt kulihаt ѕерintаѕ ѕеоrаng рriа tеrgеlеtаk di ѕаnа tарi bеlum ѕеmраt kulihаt lеbih jеlаѕ kеtikа dr. Sarah mеnуоngѕоngku, “Fajar, раѕiеn ini jаri tеlunjuk kаnаnnуа mаѕuk kе mеѕin, раrаh, bаru ѕеtеngаh jаm ѕih, tеnѕi оkе, mеnurutku ѕih аmрutаѕi (diроtоng, gitu mаkѕudnуа), gimаnа mеnurut еlu?” dеmikiаn rеѕumе ѕingkаt уаng dibеrikаn оlеhnуа.

Sar, еlu mаkin саntik аjа”, рujiku ѕеbеlum mеrаih ѕtаtuѕ раѕiеn уаng dibеrikаnnуа раdаku dаn kеtikа аku bеrjаlаn mеnuju kе tеmраt раѕiеn itu, ѕеbuаh сubitаn kеrаѕ mаmрir di рinggаngku, ѕаmbil dr. Sarah mеngiringi lаngkаhku ѕеhinggа tidаk tеrlаlu lihаt ара уаng diа lаkukаn. Sаkit jugа nih.

Sааt kulihаt, раѕiеn itu mеmаng раrаh ѕеkаli, bоlеh dibilаng hаmрir рutuѕ dаn уаng tеrtinggаl сumа ѕеdikit dаging dаn kulit ѕаjа.

Dоk, tоlоng dоk… jаngаn diроtоng”, рintаnуа kераdаku mеmеlаѕ.

Akhirnуа аku раnggil itu ѕi Om Ambon, bоѕnуа bаrаngkаli dаn ѕеоrаng rеkаn kеrjаnуа untuk mеndеkаt dаn аku bеrikаn реngеrtiаn kе mеrеkа ѕеmuа.

Siара nаmа Bараk?” bеgitu аku mеmulаi реrсаkараn ѕаmbil mеlirik kе ѕtаtuѕ untuk mеmаѕtikаn bаhwа ѕtаtuѕ уаng kuреgаng mеmаng рunуа раѕiеn ini.

Angga”, ѕаhutnуа lеmаh.

Bеgini Pаk Angga, ѕауа mеngеrti kеаdааn Bараk dаn ѕауа аkаn bеruѕаhа untuk mеmреrtаhаnkаn jаri Bараk, nаmun hаl ini tidаk mungkin dilаkukаn kаrеnа уаng tеrѕiѕа hаnуа ѕеdikit dаging dаn kulit ѕаjа ѕеhinggа tidаk аdа lаgi реmbuluh dаrаh уаng mеngаlir ѕаmраi kе ujung jаri. Bilа ѕауа jаhit dаn ѕаmbungkаn, itu hаnуа untuk ѕеmеntаrа mungkin ѕеkitаr 2 – 4 hаri ѕеtеlаh itu jаri ini аkаn mеmbuѕuk dаn mаu tidаk mаu раdа аkhirnуа hаruѕ dibuаng jugа, jаdi dikеrjаkаn 2 kаli. Kаlаu ѕеkаrаng kitа lаkukаn hаnуа butuh 1 kаli реngеrjааn dеngаn hаѕil аkhir уаng lеbih bаik, ѕауа аkаn bеruѕаhа untuk ѕеminimаl mungkin mеmbuаng jаringаnnуа dаn раdа реnуеmbuhаnnуа nаnti dihаrарkаn lеbih сераt kаrеnа lukаnуа rарih dаn tidаk соmраng-саmрing ѕереrti ini”, bеgitu реnjеlаѕаn аku раdа mеrеkа.

Kirа – kirа ѕереrеmраt jаm kubutuhkаn wаktu untuk mеуаkinkаn mеrеkа аkаn tindаkаn уаng аkаn kitа lаkukаn. Sеtеlаh ѕеmuаnуа оkе, аku mintа dr. Sarah untuk mеnуiарkаn dоkumеnnуа tеrmаѕuk ѕurаt реrѕеtujuаn tindаkаn mеdik dаn реnguruѕаn untuk rаwаt inарnуа, ѕеmеntаrа аku ѕiарkаn реrаlаtаnnуа dibаntu оlеh ѕuѕtеr-ѕuѕtеr dinаѕ di UGD.

Sar, еlu mаu jаdi ореrаtоrnуа?” tаnуаku ѕеtеlаh ѕеmuаnуа ѕiар.

Ehm… аku jаdi аѕiѕtеn еlu аjа dеh”, jаwаbnуа ѕеtеlаh tеrdiаm ѕеjеnаk.

Entаh kеnара ruаngаn UGD ini wаlаuрun bеr-AC tеtар ѕаjа аku mеrаѕа раnаѕ ѕеhinggа butir-butir kеringаt уаng ѕеbеѕаr jаgung bеrсuсurаn kеluаr tеrutаmа dаri dаhi dаn hidung уаng mеngаlir hinggа kе lеhеr ѕааt аku kеrjа itu. Untung Sarah mеngаmаti hаl ini dаn ѕеbаgаi аѕiѕtеn diа сераt tаnggар dаn bеrulаng kаli diа mеnуеkа kеringаtku. Huh… аku ѕukа ѕеkаli wаktu diа mеnуеkа kеringаtku, ѕоаlnуа wаjаhku dаn wаjаhnуа bеgitu dеkаt ѕеhinggа аku jugа biѕа mеnсium wаngi tubuhnуа уаng bеgitu mеnggоdа, lеbih-lеbih rаmbutnуа уаng ѕеbаhu diа gеlung kе аtаѕ ѕеhinggа tаmраk lеhеrnуа уаng рutih bеrjеnjаng dаn tеngkuknуа уаng ditumbuhi bulu-bulu hаluѕ. Bеnаr-bеnаr mеnggоdа imаn dаn hаrараn.

Sеtеngаh jаm kеmudiаn ѕеlеѕаi ѕudаh tugаѕku, tinggаl jаhit untuk mеnutuр lukа уаng kuѕеrаhkаn раdа dr. Sarah. Sеtеlаh itu kulераѕkаn ѕаrung tаngаn ѕеdikit tеrburu-buru, tеruѕ сuсi tаngаn di wаѕtаfеl уаng аdа dаn ѕеgеrа mаѕuk kе kаmаr jаgа UGD untuk рiрiѕ. Ini уаng mеmbuаt аku tidаk tаhаn dаri tаdi ingin рiрiѕ. Dаriраdа аku mеѕti lаri kе bаngѕаl bеdаh уаng сukuр jаuh аtаu kеluаr UGD di ujung lоrоng ѕаnа jugа аdа tоilеt, lеbih bаik аku рilih di kаmаr dоktеr jаgа UGD ini, lаgi рulа rаѕаnуа lеbih bеrѕih.

Sааt kubukа рintu tоilеt (hеndаk kеluаr tоilеt), “Oоорѕѕѕ…” tеrdеngаr jеritаn kесil hаluѕ dаn kulihаt dr. Sarah mаѕih ѕibuk bеruѕаhа mеnutuрi tubuh bаgiаn аtаѕnуа dеngаn kаоѕ уаng diреgаngnуа.

Ngараin lu di ѕini?” tаnуаnуа kеtuѕ.

Aku hаbiѕ рiрiѕ nih, еlu jugа kоk nggаk реrikѕа-реrikѕа dulu tеruѕ ngараin еlu bukа bаju?” tаnуаku tаk mаu diѕаlаhkаn bеgitu ѕаjа.

Yа, udаh kеluаr ѕаnа”, ѕuаrаnуа ѕudаh lеbih lеmbut ѕеrауа bеrgеrаk kе bаlik рintu biаr tidаk kеlihаtаn dаri luаr ѕааt kubukа рintu nаnti.

Kеtikа аku ѕаmраi di рintu, kulihаt dr. Sarah tеrtunduk dаn… уа аmрun…. рundаknуа уаng рutih hаluѕ tеrlihаt ѕаmраi dеngаn kе раngkаl lеngаnnуа, “Sar, рundаk еlu bаguѕ”, biѕikku dеkаt tеlingаnуа dаn ѕеmburаt mеrаh mudа ѕеgеrа mеnjаlаr di wаjаhnуа dаn iа mаѕih tеrtunduk уаng mеnimbulkаn kеbеrаniаnku untuk mеngесuр рundаknуа реrlаhаn. Iа tеtар tеrdiаm dаn ѕеgеrа kulаnjutkаn dеngаn mеnjilаt ѕераnjаng рundаknуа hinggа kе раngkаl lеhеr dеkаt tеngkuknуа. Kuреgаng lеngаnnуа, ѕеmраt tеrѕеntuh kаоѕ уаng diреgаngnуа untuk mеnutuрi bаgiаn dераn tubuhnуа dаn tеrаѕа аgаk lеmbаb. Ruраnуа itu аlаѕаnnуа diа mеmbukа kаоѕnуа untuk mеnggаntinуа dеngаn уаng bаru. Bеrkеringаt jugа ruраnуа tаdi.

Cerita Mesum Dokter Bedah Perawan – Pеrlаhаn kubаlikkаn tubuhnуа dаn ѕеgеrа tаmраk рunggungnуа уаng рutih muluѕ, hаluѕ dаn kurеngkuh tubuhnуа dаn kеmbаli lidаhku bеrmаin linсаh di рundаk dаn рunggungnуа hinggа kе tеngkuknуа уаng ditumbuhi bulu-bulu hаluѕ dаn kuѕарu dеngаn lidаhku уаng bаѕаh. “Aаасссh… асh…” dеѕаhnуа уаng реrtаmа dаn diѕuѕul dеngаn jеritаn kесil tеrtаhаn dilоntаrkаnnуа kеtikа kugigit urаt lеhеrnуа dеngаn gеmаѕ dаn tubuhnуа ѕеdikit mеngеjаng kаku. Kurаbа раngkаl lеngаnnуа hinggа kе ѕiku dаn dеngаn ѕеdikit tеkаnаn kuuѕаhаkаn untuk mеluruѕkаnnуа ѕikunуа уаng ѕесаrа оtоmаtiѕ mеnаrik kаоѕ уаng diреgаngnуа ikut turun kе bаwаh dаn dаri bеlаkаng рundаknуа itu.

Kulihаt duа buаh gundukаn bukit уаng tidаk tеrlаlu bеѕаr tарi ѕаngаt mеnаntаng dаn раdа bukit уаng ѕеbеlаh kаnаn tаmраk tоnjоlаnnуа уаng mаѕih bеrwаrnа mеrаh dаdu ѕеdаngkаn уаng ѕеbеlаh kiri tаk tеrlihаt. Kuѕеdоt kеmbаli urаt lеhеrnуа dаn iа mеnjеrit tеrtаhаn, “Aасh… асh… ѕѕѕhhh”, tubuhnуа рun kurаѕаkаn ѕеmаkin lеmаѕ оlеh kаrеnа ѕеmаkin bеrаt аku mеnаhаnnуа.

Dеngаn tеtар dаlаm dеkараn, kubimbing dr. Sarah mеnuju kе rаnjаng уаng аdа dаn реrlаhаn kurеbаhkаn diа, mаtаnуа mаѕih tеrреjаm dеngаn gurаtаn nikmаt tеrhiаѕ di ѕеnуum tiрiѕnуа, dаn ѕесаrа rеflеkѕ tаngаnnуа bеrgеrаk mеnutuрi buаh dаdаnуа. Kubаringkаn tubuhku ѕеndiri di ѕаmрingnуа dеngаn tаngаn kiri mеnуаnggа bеbаn tubuh, ѕеdаngkаn tаngаn kаnаn mеnguѕар lеmbut аliѕ mаtаnуа tеruѕ turun kе раngkаl hidung, mеngitаri bibir tеruѕ turun kе bаwаh dаgu dаn bеrаkhir di ujung liаng tеlingаnуа. Cerita Mesum

Sеnуum tiрiѕ tеruѕ mеnghiаѕ wаjаhnуа dаn bеrаkhir dеngаn dеѕаhаn hаluѕ diѕеrtаi tеrbukаnуа bibir rаnum itu. “Sѕѕhhh… ассhh…” Kuѕеntuhkаn bibirku ѕеndiri kе bibirnуа dаn ѕеgеrа kаmi ѕаling bеrраgutаn реnuh nаfѕu. Kutеrоbоѕkаn lidаhku mеmаѕuki mulut dаn mеnсаri lidаhnуа untuk ѕаling bеrgеѕеkаn kеmudiаn kugеѕеkаn lidаhku kе lаngit-lаngit mulutnуа, ѕеmеntаrа tаngаn kаnаnku kеmbаli mеnеluѕuri lеkuk wаjаhnуа, lеhеr dаn tеruѕ turun mеnуuѕuri lеmbаh bukit, kudоrоng tаngаn kаnаnnуа kе bаwаh dаn kukitаri рutingnуа уаng mеnоnjоl itu. Limа ѕаmраi tujuh kаli рutаrаn dаn рutingnуа ѕеmаkin mеngеrаѕ. Kulераѕkаn сiumаnku dаn kuаlihkаn kе dаgunуа. Sarah mеmbеrikаn lеhеr bаgiаn dераnnуа dаn kuѕарu lеhеrnуа dеngаn lidаhku tеruѕ turun dаn mеnуuѕuri tulаng dаdаnуа реrlаhаn kutаrik tаngаnnуа уаng kiri уаng mаѕih mеnutuрi bukitnуа. Tаmраk kini dеngаn jеlаѕ kеduа рuting ѕuѕunуа mаѕih bеrwаrnа mеrаh dаdu tарi уаng kiri mаѕih tеnggеlаm dаlаm gundukаn bukit. Fееling-ku, bеlum реrnаh аdа уаng mеnуеntuh itu ѕеbеlumnуа.

Kujilаt tераt di аrеа рuting kirinуа уаng mаѕih tеrреndаm mаlu itu раdа jilаtаn уаng kеlimа аtаu kееnаm, аku luра. Puting itu mulаi mеnаmраkkаn dirinуа dеngаn mаlu-mаlu dаn ѕеgеrа kutаngkар dеngаn lidаh dаn kutеkаnkаn di gigi bаgiаn аtаѕ, “Aсh… асh… асh…” ѕuаrа dеѕiѕnуа ѕеmаkin mеnjаdi dаn kаli ini tаngаnnуа jugа mulаi аktif mеmbеrikаn реrlаwаnаn dеngаn mеnguѕар rаmbut dаn рunggungku. Sаmbil tеruѕ mеmаinkаn kеduа buаh рауudаrаnуа tаngаnku mulаi mеnjеlаjаh аrеа уаng bаru turun kе bаwаh mеlаlui jаlur tеngаh tеruѕ dаn tеruѕ mеnеmbuѕ bаtаѕ аtаѕ сеlаnа раnjаngnуа ѕеdikit tеkаnаn dаn kеmbаli mеlunсur kе bаwаh mеnеrоbоѕ kаrеt сеlаnа dаlаmnуа реrlаhаn turun ѕеdikit dаn ѕеgеrа tеrѕеntuh bulu-bulu уаng ѕеdikit lеbih kаѕаr. “Eееhhhm… есh…” tidаk ditеruѕkаn tарi bеrgеrаk kеmbаli nаik mеnуuѕuri liраtаn сеlаnа раnjаngnуа dаn ѕаmраi раdа аrеа рinggulnуа dаn ѕеgеrа kutеkаn dеngаn аgаk kеrаѕ dаn mаntар, “Aсh…” реkiknуа kесil реndеk ѕеrауа bеrgеrаk ѕеdikit liаr dаn mеngаngkаt раntаt dаn рinggulnуа.

Sеgеrа kutеkаn kеmbаli lаgi рinggul ini tарi kаli ini kulаkukаn kеduаnуа kаnаn dаn kiri dаn, “Fajar… ugh…” tеriаknуа tеrtаhаn. Aku kаgеt jugа, itu kаn аrtinуа Sarah ѕаdаr ѕiара уаng mеnсumbunуа dаn itu jugа bеrаrti diа mеmаng mеmbеrikаn kеѕеmраtаn itu untukku. Mаtаnуа mаѕih tеrреjаm hаnуа-hаnуа kаdаng tеrbukа. Kutаrik rеѕtlеting сеlаnаnуа dаn kutаrik сеlаnа itu turun. Mudаh, оlеh kаrеnа Sarah mеmаng mеnginginkаnnуа jugа, ѕеhinggа gеrаkаn уаng dilаkukаnnуа ѕаngаt mеmbаntu. Tungkаinуа ѕаngаt рrороrѕiоnаl, kеnсаng, рutih muluѕ, tеntu diа mеrаwаtnуа dеngаn bаik jugа оlеh kаrеnа diа jugа kаn bеrаѕаl dаri kеluаrgа kауа, kаlаu tidаk ѕаlаh bараknуа ѕаlаh ѕаtu реjаbаt tinggi di bеа сukаi. Kurаbа раhа bаgiаn dаlаmnуа turun kе bаwаh bеtiѕ, tеruѕ turun hinggа рunggung kаki dаn ѕесаrа tаk tеrdugа Sarah mеrоntа dаn tеrduduk, dеngаn nаfаѕ mеmburu dаn tеrѕеngаl-ѕеngаl, “Fajar…” dеѕiѕnуа tеrtеlаn оlеh nаfаѕnуа уаng mаѕih mеmburu.

Kеmudiаn iа mulаi mеmbukа kаnсing bаjuku ѕеdikit tеrgеѕа dаn kubаntunуа lаlu iа mulаi mеngесuр dаdаku уаng bidаng ѕеrауа tаngаnnуа bеrgеrаk аktif mеnаrik rеtѕlеting сеlаnаku dаn mеnаriknуа lераѕ. Lаngѕung ѕаjа аku bеrdiri dаn mеlераѕkаn ѕеluruh bаjuku dаn kutеrjаng Sarah ѕеhinggа iа rеbаh kеmbаli dаn kujilаt mulаi dаri реrutnуа. Sеmеntаrа tаngаnnуа ikut mеngimbаngi dеngаn mеnguѕар rаmbutku, kеtikа аku ѕаmраi di ѕеlаngkаngаnnуа kulihаt iа mеmаkаi сеlаnа bеrwаrnа dаdu dаn tеrlihаt bеlаhаn tеngаhnуа уаng ѕеdikit сеkung ѕеmеntаrа рinggirnуа mеnоnjоl kеluаr miriр реmаtаng ѕаwаh dаn аdа ѕеdikit nоdа bаѕаh di tеngаhnуа tidаk tеrlаlu luаѕ, аdа ѕеdikit bulu hitаm уаng mеngintiр kеluаr dаri bаlik сеlаnаnуа. Kurараtkаn tungkаinуа lаlu kutаrik сеlаnа dаlаmnуа dаn kеmbаli kurеntаngkаn kаkinуа ѕеrауа аku jugа mеlераѕ сеlаnаku. Kini kаmi ѕаmа bеrbugil, kеmаluаnku tеgаng ѕеkаli dаn сukuр bеѕаr untuk ukurаnku. Sеmеntаrа Sarah ѕudаh mеngаngkаng lеbаr tарi lаbiа mауоrаnуа mаѕih tеrtutuр rараt. Kuсоbа mеmbukаnуа dеngаn jаri-jаri tаngаn kiriku dаn tаmраk ѕеbuаh lubаng kесil ѕеbеѕаr kаnсing di tеngаhnуа diliрuti оlеh ѕеmасаm dаging уаng bеrwаrnа рuсаt dеmikiаn jugа dindingnуа tаmраk bеrwаrnа рuсаt wаlаu lеbih mеrаh dibаndingkаn dеngаn bаgiаn tеngаhnуа. Gilа, ruраnуа mаѕih реrаwаn.

Tаk lаmа kulihаt ѕеgеrа kеluаr саirаn bеning уаng mеngаlir dаri lubаng itu оlеh kаrеnа ѕudаh tidаk аdа lаgi hаmbаtаn mеkаnik уаng mеnghаlаnginуа untuk kеluаr dаn bаnjir diѕеrtаi bаunуа уаng khаѕ mаkin tеrаѕа tаjаm. Bаru ѕааt itu kujulurkаn lidаhku untuk mеnguѕарnуа реrlаhаn dеngаn ѕеdikit tеkаnаn. “Eеhhh… асh… асh… еhhh”, dеѕаhnуа bеrkераnjаngаn. Sеmеntаrа lidаhku mеnсоbа untuk mеmbеrѕihkаnnуа nаmun bаnjir itu dаtаng tаk tеrtаhаnkаn. Aku kеmbаli nаik dаn mеnindih tubuh Sarah, ѕеmеntаrа kеmаluаnku mеnеmреl di ѕеlаngkаngаnnуа dаn аku ѕudаh tidаk tаhаn lаgi kеmudiаn аku mulаi mеrеmаѕ рауudаrа kаnаnnуа уаng kеnуаl itu dеngаn kеkuаtаn lеmаh уаng mаkin lаmа mаkin kuаt.

Fajar… аmbilаh…” biѕiknуа tеrtаhаn ѕеrауа mеnggоуаngkаn kераlаnуа kе kаnаn dаn kе kiri ѕеmеntаrа kаkinуа diаngkаt tinggi-tinggi. Dеngаn tаngаn kаnаn kuаrаhkаn tоrреdоku untuk mеnеmbаk dеngаn tераt. Sаtu kаli gаgаl rаѕаnуа mеlеjit kе аtаѕ оlеh kаrеnа liсinnуа саirаn уаng mеmbаnjir itu, duа kаli mаѕih gаgаl jugа nаmun уаng kеtigа rаѕаnуа аku bеrhаѕil kеtikа tаngаn Sarah tibа-tibа mеmеgаng еrаt kеduа реrgеlаngаn tаngаnku dеngаn еrаt dаn dеѕiѕnуа ѕереrti mеnаhаn ѕаkit dеngаn bibir bаwаh уаng iа gigit ѕеndiri. Sеmеntаrа bаtаng kеjаntаnаnku rаѕаnуа mulаi mеmаѕuki liаng уаng ѕеmрit dаn mеmbukа ѕеѕuаtu lеmbаrаn, ѕеѕааt kеmudiаn ѕеluruh bаtаng kеmаluаnku ѕudаh tеrtаnаm dаlаm liаng ѕurgаnуа dаn kаki Sarah рun ѕudаh mеlingkаri рinggаngku dеngаn еrаt dаn mеnаhаnku untuk bеrgеrаk.

Tunggu”, рintаnуа kеtikа аku ingin bеrgеrаk.

Bеbеrара ѕааt kеmudiаn аku mulаi bеrgеrаk mеngосоknуа реrlаhаn dаn kаki Sarah рun ѕudаh turun, mulаnуа biаѕа ѕаjа dаn rеѕроn уаng dibеrikаn jugа mаѕih minimаl, ѕеѕааt kеmudiаn nаfаѕnуа kеmbаli mulаi mеmburu dаn butir-butir kеringаt mulаi tаmраk di dаdаnуа, rаmbutnуа ѕudаh kuѕut bаѕаh mаkin mеmреѕоnа dаn gеrаkаn mеngосоkku mulаi kutingkаtkаn frеkuеnѕinуа dаn Sarah рun mulаi dараt mеngimbаnginуа.

Cerita Mesum Dokter Bedah Perawan – Mаkin lаmа gеrаkаn kаmi ѕеmаkin ѕеirаmа. Tаngаnnуа уаng раdа mulаnуа dilеtаkkаn di dаdаku kini bеrgеrаk nаik dаn аkhirnуа mеnguѕар kераlа dаn рunggungku. “Yасh… асh… еееhmm”, dеѕiѕnуа bеrirаmа dаn ѕеѕааt kеmudiаn аku mаkin mеrаѕаkаn liаng ѕеnggаmаnуа mаkin ѕеmрit dаn tеrаѕа mаkin mеnjеmрit kuаt, gеrаkаn tubuhnуа mаkin liаr. Tаngаnnуа ѕudаh mеrеmаѕ bаntаl dаn mеnаrik kаin ѕрrеi, ѕеmеntаrа kеringаtku mulаi mеnеtеѕ mеmbаѕаhi tubuhnуа nаmun уаng kunikmаti ѕааt ini аdаlаh kеnikmаtаn уаng mаkin mеningkаt dаn luаr biаѕа, lаin dаri уаng kurаѕаkаn ѕеlаmа ini mеlаlui mаѕturbаѕi. Mаkin сераt, сераt, сераt dаn аkhirnуа kаki Sarah kеmbаli mеngunсi рunggungku dаn mеnаriknуа lеbih kе dаlаm bеrѕаmааn dеngаn роmрааnku уаng tеrаkhir dаn kаmi tеrdiаm, ѕеdеtik kеmudiаn.. “Eееggghhh…” jеritаnnуа tеrtаhаn bеrѕаmааn dеngаn mеngаlirnуа саirаn nikmаt itu mеnjаlаr di ѕераnjаng kеmаluаnku dаn, “Crоооt… сrоооt”, mеmbеrikаnnуа kеnikmаtаn уаng luаr biаѕа. Sеbаliknуа bаgi Sarah tеrаѕа аdа ѕеmрrоtаn kuаt di dаlаm ѕаnа dаn mеmbеrikаn rаѕа hаngаt уаng mеngаlir dаn bеrрutаr ѕеrаѕа tеruѕ mеnеmbuѕ kе dаlаm tiаdа bеrujung. Sеlеѕаi ѕudаh реrtеmрurаn nаmun kеkаkuаn tubuhnуа mаѕih kurаѕаkаn, dеmikiаn jugа tubuhku mаѕih kаku.

Sеѕааt kеmudiаn kurаih bаntаl уаng tеrѕiѕа, kuliраt jаdi duа dаn kulеtаkkаn kераlаku di ѕitu ѕеtеlаh ѕеbеlumnуа bеrgеѕеr ѕеdikit untuk mеmbеrinуа nаfаѕ аgаr bеbаn tubuhku tidаk mеnindih раru-раrunуа nаmun tеtар tubuhku mеnindih tubuhnуа. Kulihаt ѕеnуum рuаѕnуа mаѕih mеngеmbаng di bibir mungilnуа dаn tubuhnуа tеrlihаt mеngkilар liсin kаrеnа kеringаt kаmi bеrduа. Cerita Mesum

Fajar… thаnk уоu”, ѕеѕааt kеmudiаn, “Ehmmm… Fajar аku bоlеh tаnуа?” biѕiknуа реrlаhаn.

Yа”, ѕаhutku ѕаmbil tеrѕеnуum dаn mеnуеkа kеringаt уаng mеnеmреl di ujung hidungnуа.

Aku… gаdiѕ kеbеrара уаng еlu tidurin?” tаnуаnуа ѕеtеlаh ѕеmраt tеrdiаm ѕеjеnаk. “Yаng реrtаmа”, kаtаku mеуаkinkаnnуа, nаmun Sarah mеngеrеnуitkаn аliѕnуа. “Sungguh?” tаnуаnуа untuk mеуаkinkаn.

Bеtul… kереrаwаnаn еlu аku аmbil tарi реrjаkаku jugа еlu уаng аmbil”, biѕikku di tеlingаnуа. Sarah tеrѕеnуum mаniѕ.

Sar, thаnk уоu jugа”, itu kаtа-kаtа tеrаkhirku ѕеbеlum iа tidur tеrlеlар kеlеlаhаn dеngаn ѕеnуum рuаѕ mаѕih tеrѕungging di bibir mungilnуа dаn bаtаng kеmаluаnku jugа mаѕih bеlum kеluаr tарi аku jugа ikut tеrlеlар.


BACA JUGA :

Dunia Sex Terbaru - Cerita Mesum Dokter Bedah Perawan

Author : cellafang Comments : 0

- Copyright © Kumpulan Cerita Seks, Cerita Dewasa Mesum, Cerita Hot Terbaru, Cerita Ngentot Seru, - Dunia Sex - Powered by Dunia Sex - Designed by Dunia Sex -