NikmatnyaMalam Pertama – Masih terbayang dalam ingatanku perasaan bahagia dan
lega saat selesai mengucapkan ijab kabul di muka penghulu tadi pagi. Bahagia
karena berhasil menyunting gadis yang kucintai, lega karena telah berhasil
melewati cobaan dan rintangan yang sangat berat selama hampir sepuluh tahun
kami menjalani hubungan.
![]() |
Dunia Sex Terbaru - Nikmatnya Malam Pertama |
Cerita Sex. Wangi melati harum semerbak sampai ke setiap
sudut kamar pengantin yang dihias berwarna dominan merah jambu. Dan, di sisiku
terbaring gadis yang amat sangat kucintai, berbalut daster tipis yang juga
berwarna merah jambu. Matanya yang indah dan bening menatapku penuh rasa cinta,
sementara jemarinya yang halus membelai lembut tanganku yang sedang memeluknya.
Kulitnya tidak terlalu putih, tetapi halus dan mulus. Dia, yang kukenal saat
sama-sama duduk di bangku kuliah, yang menjadi incaran para pemuda di kampus,
sekarang telah resmi menjadi istriku.
Malam ini adalah malam pertama kami sah untuk sekamar dan
seranjang. Tidak ada lagi rasa takut atau khawatir dipergoki orang, tidak ada
lagi rasa terburu-buru, dan juga tidak ada lagi rasa berdosa seperti yang kami
rasakan dan alami selama berpacaran. Masa pacaran kami memang tidak terlalu
“bersih”, saling cium, saling raba bahkan sampai ke tingkat Heavy Petting
sering kami lakukan. Tapi, dengan penuh rasa sayang dan tanggungjawab, aku
berhasil mempertahankan kesuciannya sampai saat ini. Aku bangga akan hal itu.
Suasana yang romantis ditambah dengan sejuknya hembusan AC
sungguh membangkitkan nafsu. Kupeluk dia, kukecup keningnya lalu kuajak dia
untuk berdoa pada Yang Maha Kuasa seperti pesan mertua laki-lakiku tadi.
Andaikan apa yang kami lakukan malam ini menumbuhkan benih dalam rahim,
lindungi dan hindarilah dia dari godaan setan yang terkutuk.
Dari kening, ciumanku turun ke alis matanya yang hitam lebat
teratur, ke hidung dan sampai ke bibirnya. Ciuman kami semakin lama semakin
bergelora, dua lidah saling berkait diikuti dengan desahan nafas yang semakin
memburu. Tanganku yang tadinya memeluk punggungnya, mulai menjalar ke depan,
perlahan menuju ke payudaranya yang cukup besar. Sungguh pintar dia ini memilih
daster yang berkancing di depan dan hanya 4 buah, mudah bagi tanganku untuk
membukanya tanpa harus melihat. Tidak lama kemudian kaitan BH-nya berhasil
dilepaskan oleh tanganku yang sudah cukup terlatih ini. Kedua bukit kembar
dengan puncaknya yang coklat kemerahan tersembul dengan sangat indah. Daster
dan BH itupun segera terlempar ke lantai.
Sementara itu, dia juga telah berhasil membuka kancing
piyamaku, melepas singlet dan juga celana panjangku. Hanya tinggal celana dalam
masing-masing yang masih memisahkan tubuh telanjang kami berdua.
Kulepaskan ciumanku dari bibirnya, menjalar ke arah telinga, lalu kubisikkan kata-kata cinta padanya. Dia tersenyum dan menatapku sambil berkata bahwa dia juga amat mencintaiku. Kulanjutkan ciumanku ke lehernya, turun ke dadanya, lalu dengan amat perlahan, dengan lidah kudaki bukit indah itu sampai ke puncaknya.
Kujilati dan kukulum puting susunya yang sudah mengacung
keras. dia mulai mendesah dan meracau tidak jelas. Sempat kulihat matanya
terpejam dan bibirnya yang merah indah itu sedikit merekah. Sungguh merangsang.
Tanganku mengelus, meremas dan memilin puting di puncak bukit satunya lagi. Aku
tidak ingin buru-buru, aku ingin menikmati detik demi detik yang indah ini
secara perlahan. Berpindah dari satu sisi ke sisi satunya, diselingi dengan
ciuman ke bibirnya lagi, membuatnya mulai berkeringat. Tangannya semakin liar
mengacak-acak rambutku, bahkan kadang-kadang menarik dan menjambaknya, yang
membuat nafsuku semakin bergelora.
Dengan berbaring menyamping berhadapan, kulepaskan celana
dalamnya. Satu-satunya kain yang masih tersisa. Perlakuan yang sama kuterima
darinya, membuat kemaluanku yang sudah sedemikian kerasnya mengacung gagah.
Kubelai kakinya sejauh tanganku bisa menjangkau, perlahan naik ke paha.
Berputar-putar, berpindah dari kiri ke kanan, sambil sekali-sekali seakan tidak
sengaja menyentuh gundukan berbulu yang tidak terlalu lebat tapi terawat
teratur. Sementara dia rupanya sudah tidak sabar, dibelai dan digenggamnya
kemaluanku, digerakkan tangannya maju mundur. Nikmat sekali. Walaupun hal itu
sudah sering kurasakan dalam kencan-kencan liar kami selama berpacaran, tetapi
kali ini rasanya lain. Pikiran dan konsentrasiku tidak lagi terpecah.
Melalui paha sebelah dalam, perlahan tanganku naik ke atas,
menuju ke kemaluannya. Begitu tersentuh, desahan nafasnya semakin keras, dan
semakin memburu. Perlahan kubelai rambut kemaluannya, lalu jari tengahku mulai
menguak ke tengah. Kubelai dan kuputar-putar tonjolan daging sebesar kacang
tanah yang sudah sangat licin dan basah. Tubuh dia mulai menggelinjang,
pinggulnya bergerak ke kiri-ke kanan, juga ke atas dan ke bawah. Keringatnya
semakin deras keluar dari tubuhnya yang wangi. Ciumannya semakin ganas, dan
mulai menggigit lidahku yang masih berada dalam mulutnya. Sementara tangannya
semakin ganas bermain di kemaluanku, maju-mundur dengan cepat. Tubuhnya
mengejang dan melengkung, kemudian terhempas ke tempat tidur disertai erangan
panjang. Orgasme yang pertama telah berhasil kupersembahkan untuknya.
Aku tidak ingin istirahat berlama-lama. Segera kutindih
tubuhnya, lalu dengan perlahan kuciumi dia dari kening, ke bawah, ke bawah, dan
terus ke bawah. Deru nafasnya kembali terdengar disertai rintihan panjang begitu
lidahku mulai menguak kewanitaannya. Cairan vagina ditambah dengan air liurku
membuat lubang hangat itu semakin basah. Kumainkan klitorisnya dengan lidah,
sambil kedua tanganku meremas-remas pantatnya yang padat berisi. Tangannya
kembali mengacak-acak rambutku, dan sesekali kukunya yang tidak terlalu panjang
menancap di kepalaku. Ngilu tapi nikmat rasanya. Kepalanya terangkat lalu
terbanting kembali ke atas bantal menahan kenikmatan yang amat sangat. Perutnya
terlihat naik turun dengan cepat, sementara kedua kakinya memelukku dengan
kuat.
Beberapa saat kemudian, ditariknya kepalaku, kemudian
diciumnya aku dengan gemas. Kutatap matanya dalam-dalam sambil meminta ijin
dalam hati untuk menunaikan tugasku sebagai suami. Tanpa kata, tetapi sampai
juga rupanya. Sambil tersenyum sangat manis, dianggukkannya kepalanya.
Perlahan, dengan tangan kuarahkan kemaluanku menuju ke kewanitaannya.
Kugosok-gosok sedikit, kemudian dengan amat perlahan, kutekan dan kudorong
masuk. dia merintih keras, dan karena mungkin kesakitan, tangannya mendorong
bahuku sehingga tubuhku terdorong ke bawah. Kulihat ada air mata meleleh di
sudut matanya. Aku tidak tega, aku kasihan! Kupeluk dan kuciumi dia. Hilang
sudah nafsuku saat itu juga.
Setelah beristirahat beberapa lama, kucoba memulainya lagi,
dan lagi-lagi gagal. Aku sangat mencintainya sehingga aku tidak tega untuk
menyakitinya. Malam itu kami tidur berpelukan dengan tubuh masih telanjang. Dia
meminta maaf, dan dengan tulus dan penuh kerelaan dia kumaafkan. Malam itu kami
berdiskusi mengenai perkosaan. Kalau hubungan yang didasari oleh kerelaan dan
rasa sayang saja susah, agak tidak masuk diakal bila seorang wanita diperkosa
oleh seorang pria tanpa membuat wanita itu tidak sadarkan diri. Bukankah si
wanita pasti berontak dengan sekuat tenaga?
Malam Kedua.
Malam Kedua.
Jam 10 malam kami berdua masuk kamar bergandengan mesra,
diikuti oleh beberapa pasang mata dan olok-olok Saudara-Saudara Iparku. Tidak
ada rasa jengah atau malu, seperti yang kami alami pada waktu mata Receptionist
Hotel mengikuti langkah-langkah saat kami pacaran dulu. Olok-olok dan
sindiran-sindiran yang mengarah dari mulut Saudara-Saudara Iparku, kutanggapi
dengan senang dan bahagia.
Siang tadi, kami berdua membeli buku mengenai Seks dan
Perkawinan, yang di dalamnya terdapat gambar anatomi tubuh pria dan wanita.
Sambil berpelukan bersandar di tempat tidur, kami baca buku itu halaman demi
halaman, terutama yang berkaitan dengan hubungan Seks. Sampai pada halaman
mengenai Anatomi, kami sepakat untuk membuka baju masing-masing. Giliran pertama,
dia membandingkan kemaluanku dengan gambar yang ada di buku. Walau belum
disentuh, kemaluanku sudah menggembung besar dan keras. dia mengelus dan
membolak balik “benda” itu sambil memperhatikannya dengan seksama. Hampir saja
dia memasukkan dan mengulumnya karena tidak tahan dan gemas, tapi kutahan dan
kularang. Aku belum mendapat giliran.
Kemudian, kuminta dia berbaring telentang di tempat tidur,
menarik lututnya sambil sedikit mengangkang. Mulanya dia tidak mau dan malu,
tapi setelah kucium mesra, akhirnya menyerah. Aku mengambil posisi telungkup di
bawahnya, muka dan mataku persis di atas vaginanya. Terlihat bagian dalamnya
yang merah darah, sungguh merangsang. Dengan dua jari, kubuka dan kuperhatikan
bagian-bagiannya. Seumur hidupku, baru kali ini aku melihat kemaluan seorang
wanita dengan jelas. Walaupun sering melakukan oral, tapi belum pernah melihat
apalagi memerhatikannya karena selalu kulakukan dengan mata tertutup.
Aku baru tahu bahwa klitoris bentuknya tidak bulat, tetapi
agak memanjang. Aku bisa mengidentifikasi mana yang disebut Labia Mayor, Labia
Minor, Lubang Kemih, Lubang Senggama, dan yang membuatku merasa sangat
beruntung, aku bisa melihat apa yang dinamakan Selaput Dara, benda yang
berhasil kujaga utuh selama 10 tahun. Jauh dari bayanganku selama ini. Selaput
itu ternyata tidak bening, tetapi berwarna sama dengan lainnya, merah darah.
Ditengahnya ada lubang kecil. Sayang aku tidak ingat lagi, seperti apa bentuk
lubang tersebut.
Tidak tahan berlama-lama, segera kulempar buku itu ke lantai,
dan mulai kuciumi kemaluan dia itu. Kumainkan klitorisnya dengan lidahku yang
basah, hangat dan kasar, hingga membuat dia kembali mengejang, merintih dan
mendesah. Kedua kakinya menjepit kepalaku dengan erat, seakan tidak rela untuk
melepaskannya lagi. Kupilin, kusedot, dan kumain-mainkan benda kecil itu dengan
lidah dan mulutku. Berdasarkan teori-teori yang kuperoleh dari Buku, Majalah
maupun VCD Porno, salah satu pemicu orgasme wanita adalah klitorisnya. Inilah
saatnya aku mempraktekkan apa yang selama ini hanya jadi teori semata.
Dia semakin liar, bahkan sampai terduduk menahan kenikmatan
yang amat sangat. Dia lalu menarik pinggulku, sehingga posisi kami menjadi
berbaring menyamping berhadapan, tetapi terbalik. Kepalaku berada di depan
kemaluannya, sementara dia dengan rakusnya telah melahap dan mengulum
kemaluanku yang sudah sangat keras dan besar. Nikmat tiada tara. Tapi, aku
kesulitan untuk melakukan oral terhadapnya dalam posisi seperti ini. Jadi
kuminta dia telentang di tempat tidur, aku naik ke atas tubuhnya, tetap dalam
posisi terbalik. Kami pernah beberapa kali melakukan hal yang sama dulu, tetapi
rasa yang ditimbulkan jauh berbeda. Hampir bobol pertahananku menerima jilatan
dan elusan lidahnya yang hangat dan kasar itu. Apalagi bila dia memasukkan
kemaluanku ke mulutnya seperti akan menelannya, kemudian bergumam. Getaran pita
suaranya seakan menggelitik ujung kemaluanku. Bukan main nikmatnya.
Karena hampir tidak tertahankan lagi, aku segera mengubah
posisi. Muka kami berhadapan, kembali kutatap matanya yang sangat indah itu.
Kubisikkan bahwa aku sangat menyayanginya, dan aku juga bertanya apakah
kira-kira dia akan tahan kali ini. Setelah mencium bibirku dengan gemas, dia
memintaku untuk melakukannya pelan-pelan.
Kutuntun kemaluanku menuju vaginanya. Berdasarkan gambar dan
apa yang telah kuperhatikan tadi, aku tahu di mana kira-kira letak Liang
Senggamanya. Kucium dia, sambil kuturunkan pinggulku pelan-pelan. Dia merintih
tertahan, tapi kali ini tangannya tidak lagi mendorong bahuku. Kuangkat lagi
pinggulku sedikit, sambil bertanya apakah terasa sangat sakit. Dengan isyarat
gelengan kepala, kutahu bahwa dia juga sangat menginginkannya. Setelah kuminta
dia untuk menahan sakit sedikit, dengan perlahan tapi pasti kutekan pinggulku,
kumasukkan kemaluanku itu sedikit demi sedikit.
Kepalanya terangkat ke atas menahan sakit. Kuhentikan
usahaku, sambil kutatap lagi matanya. Ada titik air mata di sudut matanya,
tetapi sambil tersenyum dia menganggukkan kepalanya. Kuangkat sedikit, kemudian
dengan sedikit tekanan, kudorong dengan kuat. Dia mengerang keras sambil
menggigit kuat bahuku. Kelak, bekas gigitan itu baru hilang setelah beberapa
hari. Akhirnya, seluruh batang kemaluanku berhasil masuk ke dalam lubang vagina
dia tercinta. Aku bangga dan bahagia telah berhasil melakukan tugasku. Kucium
dia dengan mesra, dan kuseka butir air mata yang mengalir dari matanya. Dia
membuka matanya, dan aku dapat melihat bahwa dibalik kesakitannya, dia juga
sangat bahagia.
Perlahan kutarik kemaluanku keluar, kutekan lagi, kutarik
lagi, begitu terus berulang-ulang. Setiap kutekan masuk, dia mendesah, dan kali
ini, bukan lagi suara dari rasa sakit. Kurasa, dia sudah mulai dapat
menikmatinya. Permukaan lembut dan hangat dalam liang itu seperti membelai dan
mengurut kemaluanku. Rasa nikmat tiada tara, yang baru kali ini kurasakan. Aku
memang belum pernah bersenggama dalam arti sesungguhnya sebelum ini.
Butir-butir keringat mulai membasahi tubuh telanjang kami berdua. Nafsu birahi
yang telah lama tertahan terpuaskan lepas saat ini. Kepala dia mulai membanting
ke kiri dan ke kanan, diiringi rintihan dan desahan yang membuat nafsuku
semakin bergelora. Tangannya memeluk erat tubuhku, sambil sekali-sekali kukunya
menancap di punggungku. Desakan demi desakan tidak tertahankan lagi, dan sambil
menancapkan batang kemaluanku dalam-dalam, kusemburkan sperma
sebanyak-banyaknya ke dalam rahim dia. Aku kalah kali ini.
Kupeluk dan kuciumi wajah dia yang basah oleh keringat,
sambil berucap terima kasih. Matanya yang bening indah menatapku bahagia, dan
sambil tersenyum dia berkata, “sama-sama.” Kutitipkan padanya untuk menjaga
baik-baik anak kami, bila benih itu tumbuh nanti. Kami baru sadar bahwa kami
lupa berdoa sebelumnya, tapi mudah-mudahan Yang Maha Esa selalu melindungi
benih yang akan tumbuh itu. Seprai merah jambu sekarang bernoda darah. Mungkin
karena selaput dara dia cukup tebal, noda darahnya cukup banyak, hingga
menembus ke kasur. Akan menjadi kenang-kenangan kami selamanya.
Malam itu kami hampir tidak tidur. Setelah beristirahat
beberapa saat, kami melakukannya lagi, lagi dan lagi. Entah berapa kali, tapi
yang pasti, pada hubungan yang ke dua setelah tertembusnya selaput dara itu,
aku berhasil membawa dia orgasme, bahkan lebih dari satu kali. Aku yang sudah
kehilangan banyak sperma, menjadi sangat kuat dan tahan lama, sehingga akhirnya
dia menyerah kalah dan tergeletak dalam kenikmatan dan kelelahan yang amat sangat.
Saat ini, kami telah memiliki 3 orang anak yang lucu-lucu.
Tapi gairah dan nafsu seperti tidak pernah padam. Dalam usia kami yang
mendekati 40 tahun, kami masih sanggup melakukannya 2-3 kali seminggu, bahkan
tidak jarang, lebih dari satu kali dalam semalam.Nafsu yang didasari oleh
cinta, memang tidak pernah padam. Aku sangat mencintai dia, begitupun yang
kurasakan dari dia.
Dunia Sex Terbaru - Nikmatnya Malam Pertama
Read Post : Dunia Sex Terbaru - Nikmatnya Malam PertamaTuesday, July 25, 2017
Author : cellafang
Comments : 0
Tuesday, July 25, 2017
Akudi HAMILI ABG Anak Tetangga – Cerita Seks Terbaru 2016 – Kumpulan
Cerita Seks Terbaru 2016, Cerita Dewasa, Cerita Mesum, Cerita Ngentot, Cerita
Panas, Cerita Sex Paling Hot, Cerita Selingkuh, Cerita Perawan.
![]() |
Dunia Sex Terkini - Aku Di HAMILI AGB Anak Tetangga |
Namaku Lani, seorang ibu rumah tangga, umurku 36 tahun.
Suamiku namanya Prasojo, umur 44 tahun, seorang pegawai di pemerintahan di
Bantul. Aku bahagia dengan suami dan kedua anakku. Suamiku seorang laki-laki
yang gagah dan bertubuh besar, biasalah dulu dia seorang tentara. Penampilanku
walaupun sudah terbilang berumur tapi sangat terawat, karena aku rajin ke salon
dan fitnes dan yoga. Kata orang, aku mirip seperti Sandy Harun. Cerita Dewasa
Seru: Aku Dihamili ABG Tetangga | Tubuhku masih bisa dikatakan langsing,
walaupun payudaraku termasuk besar, karena sudah punya anak dua. Anakku yang
pertama bernama Rika, seorang gadis remaja yang beranjak dewasa.
Cerita Seks Terbaru 2016 – Dia sudah mau lulus SMA,
yang kedua Sangga,masih sekolah SMA kelas 1. Rika walaupun tinggal serumah
dengan kami juga lebih sering menghabiskan waktunya di tempat kosnya di kawasan
Gejayan. Kalau si Sangga, karena cowok remaja, lebih sering berkumpul dengan
teman-temannya ataupun sibuk berkegiatan di sekolahnya. Semenjak tidak lagi
sibuk mengurusi anak-anak, kehidupan seksku semakin tua justru semakin
menjadi-jadi. Apalagi suamiku selain bertubuh kekar, juga orang yang sangat
terbuka soal urusan seks. Akhir-akhir ini, setelah anak-anak besar, kami
berlangganan internet.
Aku dan suamiku sering browsing masalah-masalah seks, baik
video, cerita, ataupun foto-foto. Segala macam gaya berhubungan badan kami
lakukan. Kami bercinta sangat sering, minimal seminggu tiga kali. Entah
mengapa, semenjak kami sering berseluncur di internet, gairah seksku semakin
menggebu. Sebagai tentara, suami sering tidak ada di rumah, tapi kalau pas di
rumah, kami langsung main kuda-kudaan, hehehe. Sudah lama kami memutuskan untuk
tidak punya anak lagi. Tapi aku sangat takut untuk pasang spiral. Dulu aku
pernah mencoba suntik dan pil KB. Tapi sekarang kami lebih sering pakai kondom,
atau lebih seringnya suamiku ‘keluar’ di luar. Biasanya di mukaku, di payudara,
atau bahkan di dalam mulutku. Pokoknya kami sangat hati-hati agar Sangga tidak
punya adik lagi. Dan tenang saja, suamiku sangat jago mengendalikan
muncratannya, jadi aku tidak khawatir muncrat di dalam rahimku. Walaupun sudah
dua kali melahirkan tubuhku termasuk sintal dan seksi.
Payudaraku masih cukup kencang karena terawat. Tapi yang
jelas, bodiku masih semlohai, karena aku masih punya pinggang. Aku sadar, kalau
tubuhku masih tetap membuat para pria menelan air liurnya. Apalagi aku termasuk
ibu-ibu yang suka pakai baju yang agak ketat. Sudah kebiasaan sih dari remaja.
Suamiku termasuk seorang pejabat yang baik. Dia ramah pada setiap orang. Di
kampung dia termasuk aparat yang disukai oleh para tetangga. Apalagi suamiku
juga banyak bergaul dengan anak-anak muda kampung. Kalau pas di rumah, suamiku
sering mengajak anak-anak muda untuk bermain dan bercakap-cakap di teras rumah.
Semenjak setahun yang lalu, di halaman depan rumah kami di bangun semacam
gazebo untuk nongkrong para tetangga. Setelah membeli televisi baru, televisi
lama kami, ditaruh di gazebo itu, sehingga para tetangga betah nongkrong di
situ. Yang jelas, banyak bapak-bapak yang curi-curi pandang ke tubuhku kalau
pas aku bersih-bersih halaman atau ikutan nimbrung sebentar di tempat itu.
Maklumlah, kalau istilah kerennya, aku ini termasuk MILF,
hehehe. Selain bapak-bapak, ada juga pemuda dan remaja yang sering bermain di
rumah. Salah satunya karena gazebo itu juga dipergunakan sebagai perpustakaan
untuk warga. Salah satu anak kampung yang paling sering main ke rumah adalah
Indun, yang masih SMP kelas 2. Dia anak tetangga kami yang berjarak 3 rumah
dari tempat kami. Anaknya baik dan ringan tangan. Sama suamiku dia sangat
akrab, bahkan sering membantu suamiku kalau lagi bersih-bersih rumah, atau
membelikan kami sesuatu di warung. Sejak masih anak-anak, Indun dekat dengan
anak-anak kami, mereka sering main karambol bareng di gazebo kami. Bahkan
kadang-kadang Indun menginap di situ, karena kalau malam, gazebo itu diberi
penutup oleh suamiku, sehingga tidak terasa dingin. Pada suatu malam, aku dan
suamiku sedang bermesraan di kamar kami. Semenjak sering melihat adegan blow
job di internet, aku jadi kecanduan mengulum penis suamiku. Apalagi penis
suamiku adalah penis yang paling gagah sedunia bagiku. Tidak kalah dengan
penis-penis yang biasa kulihat di BF.
Padahal dulu waktu masih pengantin muda aku selalu menolak
kalau diajak blowjob. Entah kenapa sekarang di usia yang sudah pertengahan
kepala tiga ini aku justru tergila-gila mengulum batang suamiku. Bahkan aku bisa
orgasme hanya dengan mengulum batang besar itu. Tiap nonton film blue pun
mulutku serasa gatal. Kalau pas tidak ada suamiku, aku selalu membawa pisang
kalau nonton film-film gituan. Biasalah, sambil nonton, sambil makan pisang,
hehehe. Malam itu pun aku dengan rakus menjilati penis suamiku. Bagi mas
Prasojo, mulutku adalah vagina keduanya. Dengan berseloroh, dia pernah bilang
kalau sebenarnya dia sama saja sudah poligami, karena dia punya dua lubang yang
sama-sama hotnya untuk dimasuki. Ucapan itu ada benarnya, karena mulutku sudah
hampir menyerupai vagina, baik dalam mengulum maupun dalam menyedot.
Karena kami menghindari kehamilan, bahkan sebagian besar
sperma suamiku masuk ke dalam mulutku. Malam itu kami lupa kalau Indun tidur di
gazebo kami. Seperti biasa, aku teriak-teriak pada waktu penis suamiku
mengaduk-aduk vaginaku. Suamiku sangat kuat. Malam itu aku sudah berkali-kali
orgasme, sementara suamiku masih segar bugar dan menggenjotku terus menerus.
Tiba-tiba kami tersentak, ketika kami mendengar suara berisik di jendela.
Segera suami mencabut batangnya dan membuka jendela. Di luar nampak Indun
dengan wajah kaget dan gemetaran ketahuan mengintip kami. Suamiku nampak marah
dan melongokkan badannya keluar jendela. Indun yang kaget dan ketakutan meloncat
ke belakang. Saking kagetnya, kakinya terantuk selokan kecil di teras rumah.
Indun terjerembab dan terjungkal ke belakang. Suamiku tak jadi marah, tapi dia
kesal juga.
“Walah, Ndun! Kamu itu ngapain?” bentaknya. Indun ketakutan
setengah mati. Dia sangat menghormati kami. Suamiku yang tadinya kesal pun tak
jadi memarahinya. Indun gelagepan. Wajahnya meringis menahan sakit, sepertinya
pantatnya terantuk sesuatu di halaman. Aku tadinya juga sangat malu diintip
anak ingusan itu. Tapi aku juga menyayangi Indun, bahkan seperti anakku
sendiri. Aku juga sadar, sebenarnya kami yang salah karena bercinta dengan
suara segaduh itu. Aku segera meraih dasterku dan ikut menghampiri Indun.
“Aduh, mas. Kasian dia, gak usah dimarahin. Kamu sakit Ndun?” Aku mendekati
Indun dan memegang tangannya. Wajah Indun sangat memelas, antara takut, sakit,
dan malu. “Sudah gak papa. Kamu sakit, Ndun?” tanyaku. “Sini coba kamu berdiri,
bisa gak?” Karena gemeteran, Indun gagal mencoba berdiri, dia malah terjerembab
lagi. Secara reflek, aku memegang punggungnya, sehingga kami berdua menjadi
berpelukan. Dadaku menyentuh lengannya, tentu saja dia dapat merasakan
lembutnya gundukan besar dadaku, karena aku hanya memakai daster tipis yang
sambungan, sementara di dalamnya aku tidak memakai apa-apa. “Aduh sorri, Ndun”
pekikku. Tiba-tiba suamiku tertawa. Agak kesal aku melirik suamiku, kenapa dia
menertawai kami.
“Aduh Mas ini. Ada anak jatuh kok malah ketawa” “Hahaha..
lihat itu, Dik. Si Indun ternyata udah gede, hahaha…” kata suamiku sambil
menunjuk selangkangan Indun. Weitss… ternyata mungkin tadi Indun mengintip kami
sambil mengocok, karena di atas celananya yang agak melorot, batang kecilnya
mencuat ke atas. Penis kecil itu terlihat sangat tegang dan berwarna kemerahan.
Malu juga aku melihat adegan itu, apalagi si Indun. Dia tambah gelagepan.
“Hussh Mas. Kasihan dia, udah malu tuh”, kataku yang justru menambah malu si
Indun. “Kamu suka yang lihat barusan, Ndun? Wah, hayooo… kamu nafsu ya lihat
istriku?” goda suamiku. Suamiku malah ketawa-ketawa sambil berdiri di
belakangku. Tentu saja wajah Indun tambah memerah, walaupun tetap saja penis
kecilnya tegak berdiri. Kesal juga aku sama suamiku. Udah gak menolonng malah
mentertawakan anak ingusan itu.
“Huh, Mas mbok jangan godain dia, mbok tolongin nih, angkat
dia” “Lha dia khan sudah berdiri, ya tho Ndun? Wakakak” kata suamiku. Aku
sungguh tidak tega lihat muka anak itu. Merah padam karena malu. Aku lalu
berdiri mengangkang di depan anak itu, dan memegang dua tangannya untuk
menariknya berdiri. Berat juga badannya. Kutarik kuat-kuat, akhirnya dia
terangkat. Tapi baru setengah jalan, mungkin karena dia masih gemetar dan aku
juga kurang kuat, tiba-tiba justru aku yang jatuh menimpanya. Ohhh… aku
berusaha untuk menahan badanku agar tidak menindih anak itu, tapi tanganku
malah menekan dada Indun dan membuatnya jatuh terlentang sekali lagi. Bahkan
kali ini, aku ikut jatuh terduduk di pangkuannya. Dan…. ohhhh. Sleppp…. terasa
sesuatu menggesek bibir vaginaku.
“Waa…!” aku tersentak dan sesaat bingung apa yang terjadi,
begitu juga dengan Indun, wajahnya nampak sangat ketakutan. “Aduuuhhh!”
teriakku. Sementara suamiku justru tertawa melihat kami jatuh lagi. Tiba-tiba
aku sadar benda apa yang bergesekan dengan vaginaku, penis kecil si Indun!
Penis itu menggesek wilayah sensitifku disamping karena vaginaku masih basah
oleh persetubuhanku dengan suamiku, juga karena aku tidak mengenakan apa-apa di
balik daster pendekku. “Ohhhhh…. apa yang terjadi?” Pikirku. Mungkin juga
karena penis Indun yang masih imut dan lobang vaginaku yang biasa digagahi
penis besar suami, jadinya sangat mudah diselipin batang kecil itu. “Ohhh..
Masss???” desisku pada suamiku. Kali ini suamiku berhenti tertawa dan agak
kaget. “Napa, say?” tanyanya heran. Kami bertiga sama-sama kaget, suamiku nampaknya
juga menyadari apa yang terjadi. Dia mendekati kami, dan melihat bahwa kelamin
kami saling bersentuhan.
Beberapa saat kami bertiga terdiam bingung dengan apa yang
terjadi. Aku merasakan penis Indun berdenyut-denyut. Lobangku juga segera
meresponnya, mengingat rasa tanggung setelah persetubuhanku dengan suamiku yang
tertunda. Aku mencoba bangkit, tapi entah kenapa, kakiku jadi gemetar dan
kembali selangkanganku menekan tubuh si Indun. Tentu saja penisnya melesak ke
lobangku. Ohhh… aku merasakan sensasi yang biasa kutemui kala sedang
bersetubuh. “Ohhh…” desisku. Indun terpekik tertahan. Wajahnya memerah. Tapi
aku merasakan pantatnya sedikit dinaikkan merespon selangkanganku. Slepppp…
kembali penis itu menusuk dalam lobangku. Yang mengherankan suamiku diam saja,
entah karena dia kaget atau apa. Hanya aku lihat wajahnya ikut memerah dan
sedikit membuka mulutnya, mungkin bingung juga untuk bereaksi dengan situasi
aneh ini. Aku diam saja menahan napas sambil menguatkan tanganku yang menahan
tubuhku.
Tanganku berada di sisi kanan dan kiri si Indun. Sementara
Indun dengan wajah merah padam menatap mukaku dengan panik. Agak mangkel juga
aku lihat mukanya, panik, takut, tapi kok penisnya tetap tegang di dalam
vaginaku. Dasar anak mesum, pikirku. Tapi aneh juga, aku justru merasakan
sensasi yang aneh dengan adanya penis anak yang sudah kuanggap saudaraku
sendiri itu dalam vaginaku. Agak kasihan juga lihat mukanya, dan juga muncul
rasa sayang. Pikirku, kasihan juga anak ini, dia sangat bernafsu mengintip
kami, dan juga apalagi yang dikawatirkan, karena penisnya sudah terlanjur dalam
vaginaku. Aku melirik suamiku sambil tetap duduk di pangkuan si Indun. Suamiku
tetap diam saja. Agak kesal juga aku lihat respon mas Prasojo. Tiba-tiba
pikiran nakal menyelimuti. Kenapa tidak kuteruskan saja persetubuhanku dengan
Indun, toh penisnya sudah menancap di vaginaku. Apalagi kalau lihat muka
hornynya yang sudah di ubun-ubun, kasihan lihat Indun kalau tidak diteruskan.
Dengan nekat aku kembali menekan pantatku ke depan. Vaginaku
meremas penis Indun di dalam. Merasakan remasan itu, Indun terpekik kaget.
Suamiku mendengus kaget juga. “Dik, aaa…paaaa yang kaulakukan?” kata suamiku
gagap. Aku diam saja, hanya saja aku mulai menggoyang pantatku maju mundur.
Suamiku melongo sekarang. Wajahnya mendekat melihat mukaku setengah tak
percaya. Indun tidak berani lihat suamiku. Dia menatap wajahku keheranan dan
penuh nafsu. “Mas… aku teruskan saja ya, kasihan si Indun. Apalagi khan sudah
terlanjur masuk, toh sama saja…” bisikku berani ke suamiku. Aku tak bisa lagi
menduga perasaan suamiku. Kecelakaan ini benar-benar di luar perkiraan kami
semua. Tapi suamiku memegang pundakku, yang kupikir mengijinkan kejadian ini.
Entah apa yang ada di pikiranku, aku tiba-tiba sangat ingin menuntaskan nafsu
si Indun.
Si Indun mengerang-erang sambil terbaring di rerumputan
halaman rumah kami. Kembali aku memaju-mundurkan pantatku sambil meremas-remas
penis kecil itu di dalam lobangku. Remasanku selalu bikin suamiku tak tahan,
karena aku rajin ikut senam. Apalagi ini si Indun, anak ingusan yang tidak
berpengalaman. Tiba-tiba, karena sensasi yang aneh ini, aku merasakan orgasme
di dalam vaginaku. Jarang aku orgasme secepat itu. Aku merintih dan mengerang
sambil memegang erat lengan suamiku. Banjir mengalir dalam lobangku. Otomatis
remasan dalam vaginaku menguat, dan penis kecil si Indun dijepit dengan luar
biasa. Indun meringis dan mengerang. Pantatnya melengkung naik, dann….
croottttttttt……….. Cairan panas itu membanjiri rahimku. Aku seperti hilang
kendali, semua tiba-tiba gelap dan aku diserbu oleh badai kenikmatan…
“Ohhhhhhhhhh…” Aku lalu terkulai sambil menunduk menahan tubuhku dengan kedua
tanganku. Nafasku terengah-engah tidak karuan. Sejenak aku diam tak tahu harus
bagaimana.
Aku dan suamiku saling berpandangan. “Dik… Indun gak pakai
kondom ..?” suamiku terbata-bata. Kami sama-sama kaget menyadari bahwa
percintaan itu tanpa pengaman sama sekali, dan aku telah menerima banyak sekali
sperma dalam rahimku, sperma si anak ingusan. Ohhh… tiba-tiba aku sadar akan
resiko dari persetubuhan ini. Aku dalam masa subur, dan sangat bisa jadi aku
bakalan mengandung anak dari Indun, bocah SMP yang masih ingusan. Pelan-pelan
aku berdiri dan mencabut penis Indun dari vaginaku. Penis itu masih setengah
berdiri, dan berkilat basah oleh cairan kami berdua. Aku dan suamiku mengehela
nafas. Cepat cepat aku memperbaiki dasterku. Dengan gugup, Indun juga menaikkan
celananya dan duduk ketakutan di rerumputan. “Maa.. ma’af, Bu..” akhirnya
keluar juga suaranya. Aku menatap Indun dengan wajah seramah mungkin. Suamiku
yang akhirnya pegang peranan.
“Sudahlah, Ndun. Sana kamu pulang, mandi dan cuci-cuci!”
perintahnya tegas. “Iya, om. Ma.. maaf ya Om” kata Indun sambil menunduk.
Segera dia meluncur pergi lewat halaman samping. “Masuk!” suamiku melihat ke
arahku dengan suara agak keras. Gemetar juga aku mendengar suamiku yang
biasanya halus dan mesra padaku. Aduuh, apa yang akan terjadi?bKami berdua
masuk ke rumah, aku tercekat tidak bisa mengatakan apa-apa. Tiba-tiba
pikiran-pikiran buruk menderaku, jangan-jangan suamiku tak memaafkanku. Ohhh
apa yang bisa kulakukan. Di dalam kamar tangisanku pecah. Aku tak berani
menatap suamiku. Selama ini aku adalah istri yang setia dan bahagia bersama
suamiku, tapi malam ini… tiba-tiba aku merasa sangat kotor dan hina. Agak lama
suamiku membiarkanku menangis. Pada akhirnya dia mengelus pundakku. “Sudahlah
bu, ini khan kecelakaan.” Hatiku sangat lega. Aku menatap suamiku, dan mencium
bibirnya.
Tiba-tiba aku menjadi sangat takut kehilangan dia. Kami
berpelukan lama sekali. “Tapi mas… kalau aku…… hamil gimana?” tanyaku
memberanikan diri. “Ah.. mana mungkin, dia khan masih ingusan. Dan kalau pun
Dik Idah hamil khan gak papa, si Sangga juga sudah siap kalau punya adik lagi”,
sanggah suamiku. Jawaban itu sedikit menenangkan hatiku. Akhirnya kami bercinta
lagi. Kurasakan suamiku begitu mengebu-gebu mengerjaiku. Apa yang ada di
pikirannya, aku tak tahu, padahal dia barusan saja melihat istrinya disetubuhi
anak muda. Sampai-sampai aku kelelehan melayani suamiku. Pada orgasme yang
ketiga aku menyerah. “Mas, keluarin di mulutku saja ya… aku tak kuat lagi”
bisikku pada orgasme ketigaku ketika kami dalam posisi doggystye. Suamiku
mengeluarkan penisnya dan menyorongkannya ke mulutku. Sambil terbaring aku
menyedot-nyedot penis besar itu. Sekitar setengah jam kemudian, mulutku penuh
dengan sperma suamiku.
Dengan penuh kasih sayang, aku menelan semua cairan kental
itu. ################### Hari-hari selanjutnya berlalu dengan biasa. Aku dan
suamiku tetap dengan kemesraan yang sama. Kami seolah-olah melupakan kejadian
malam itu. Hanya saja, Indun belum berani main ke rumah. Agak kangen juga kami
dengan anak itu. Sebenarnya rumah kami dekat dengan rumah Indun, tapi aku juga
belum berani untuk melihat keadaan anak itu. Hanya saja aku masih sering ketemu
ibunya, dan sering iseng-iseng nanya keadaan Indun. Katanya sih dia baik-baik
saja hanya sekarang lagi sibuk persiapan mau naik kelas 3 SMP. Seminggu sebelum
bulan puasa, Indun datang ke rumah mengantarkan selamatan keluarganya. Wajahnya
masih kelihatan malu-malu ketemu aku. Aku sendiri dengan riang menemuinya di
depan rumah. “Hai Ndun, kok kamu jarang main ke rumah?” tanyaku. “Eh, iya bu.
Gak papa kok Bu”, jawabnya sambil tersipu. “Bilang ke mamamu, makasih ya” “Iya
bu”, jawab Indun dengan canggung. Dia bahkan tak berani menatap wajahku.
Entah kenapa aku merasa kangen sekali sama anak itu. Padahal
dia jelas masih anak ingusan, dan bukan type-type anak SMP yang populer dan
gagah kayak yang jago-jago main basket. Jelas si Indun tidak terlalu gagah,
tapi ukuran sedang untuk anak SMP. Hanya badannya memang tinggi. “Ayo masuk
dulu. Aku buatin minum ya” ajakku. Indun tampak masih agak malu dan takut untuk
masuk rumah kami. Siang itu suamiku masih dinas ke Kulonprogo. Anak-anak juga
tidak ada yang di rumah. Kami bercakap-cakap sebentar tentang sekolahnya dan
sebagainya. Sekali-kali aku merasa Indun melirik ke badanku. Wah, gak tahu
kenapa, aku merasa senang juga diperhatiin sama anak itu badanku. Waktu itu aku
mengenakan kaos agak ketat karena barusan ikut kelas yoga bersama ibu-ibu
Candra Kirana. Tentunya dadaku terlihat sangat menonjol. Akhirnya tidak begitu
lama, Indun pamit pulang. Dia kelihatan lega sikapku padanya tidak berubah
setelah kejadian malam itu. Hingga pada bulan selanjutnya aku tiba-tiba
gelisah.
Sudah hampir lewat dua minggu aku belum datang bulan. Tentu
saja kejadian waktu itu membuatku bertambah panik. Gimana kalau benar-benar
jadi? Aku belum berani bilang pada Mas Prasojo. Untuk melakukan test saja aku
sangat takut. Takutnya kalau positif. Hingga pada suatu pagi aku melakukan test
kehamilan di kamar mandi. Dan, deg! Hatiku seperti mau copot. Lembaran kecil
itu menunjukkan kalau aku positif hamil!!! Oh Tuhan! Aku benar-benar kaget dan
tak percaya. Jelas ini bukan anak suamiku. Kami selalu bercinta dengan aman.
Dan jelas sesuai dengan waktu kejadian, ini adalah anak Indun, si anak SMP yang
belum cukup umur. Aku benar-benar bingung. Seharian aku tidak dapat
berkonsentrasi. Pikiranku berkecamuk tidak karuan. Bukan saja karena aku tidak
siap untuk punya anak lagi, tapi juga bagaimana reaksi suamiku, bahwa aku hamil
dari laki-laki lain. Itulah yang paling membuatku bingung. Hari itu aku belum
berani untuk memberi tahu suamiku.
Dua hari berikutnya, justru suamiku yang merasakan perbedaan
sikapku. “Dik Lani, ada apa? Kok sepertinya kurang sehat?” tanyanya penuh
perhatian. Waktu itu kami sedang tidur bedua. Aku tidak bisa mengeluarkan
kata-kata. Yang kulakukan hanya memeluk suamiku erat-erat. Suamiku membalas
pelukanku. “Ada apa sayang?” tanyanya. Badan kekarnya memelukku mesra. Aku
selalu merasa tenang dalam pelukan laki-laki perkasa itu. Aku tidak berani
menjawab. Suamiku memegang mukaku, dan menghadapkan ke mukanya. Sepertinya dia
menyadari apa yang terjadi. Sambil menatap mataku, dia bertanya, “benarkah?”
Aku mengangguk pelan sambil menagis, “aku hamil, mas…” Jelas suamiku juga
kaget. Dia diam saja sambil tetap memelukku. Lalu dia menjawab singkat’ “besok
kita ke dokter Merlin”. Aku mengangguk, lalu kami saling berpelukan sampai pagi
tiba. Hari selanjut sore-sore kami berdua menemui dokter Merlin.
Setelah dilakukan test, dokter cantik itu memberi selamat
pada kami berdua. “Selamat, Pak dan Bu Prasojo. Anda akan mendapatkan anak
ketiga”, kata dokter itu riang. Kami mengucapkan terimakasih atas ucapan itu,
dan sepanjang jalan pulang tidak berkata sepatah kata pun. Setelah itu, suamiku
tidak menyinggung masalah itu, bahkan dia memberi tahu pada anak-anak kalau
mereka akan punya adik baru. Anak-anak ternyata senang juga, karena sudah lama
tidak ada anak kecil di rumah. Bagi mereka, adik kecil akan menyemarakkan rumah
yang sekarang sudah tidak lagi ada suara anak kecilnya. Malamnya, setelah tahu
aku hamil, suamiku justru menyetubuhiku dengan ganas. Aku tidak tahu apakah dia
ingin agar anak itu gugur atau karena dia merasa sangat bernafsu padaku. Yang
jelas aku menyambutnya dengan tak kalah bernafsu. Bahkan kami baru tidur
menjelang jam 3 dini hari setelah sepanjang malam kami bergelut di kasur kami.
Aku tidak tahu lagi bagaimana wujud mukaku malam itu, karena
sepanjang malam mulutku disodok-sodok penis suamiku, dan dipenuhi oleh
muncratan spermanya yang sampai tiga kali membasahi muka dan mulutku. Aku
hampir tidak bisa bangun pagi harinya, karena seluruh tubuhku seperti remuk
dikerjain suamiku. Untungnya esok harinya hari libur, jadi aku tidak harus
buru-buru menyiapkan sekolah anak-anak. Hari-hari selanjutnya berlalu dengan
luar biasa. Suamiku bertambah hot setiap malam. Aku juga selalu merasa horny.
Wah, beruntung juga kalau semua ibu-ibu ngidamnya penis suami seperti
kehamilanku kali ini. Hamil kali ini betul-betul beda dengan kehamilanku
sebelumnya, yang biasanya pakai ngidam gak karuan. Hamil kali ini justru aku
merasa sangat santai dan bernafsu birahi tinggi. Setiap malam vaginaku terasa
senut-senut, ada atau tak ada suamiku. Kalau pas ada enak, aku tinggal naik dan
goyang-goyang pinggang. Kalau pas gak ada aku yang sering kebingungan, dan
mencari-cari di internet film-film porno.
Sudah itu pasti aku mainin pakai pisang, yang jadi
langgananku di pasar setiap pagi, hehehe. Yang jadi masalah, adalah perlukah
aku memberi tahu si Indun bahwa aku hamil dari benihnya? Aku tidak berani
bertanya pada suamiku. Dia mendukung kehamilanku saja sudah sangat
membahagiakanku. Aku menjadi bahagia dengan kehamilan ini. Di luar dugaanku,
ternyata kami sekeluarga sudah siap menyambut anggota baru keluarga kami.
Itulah hal yang sangat aku syukuri. Pas bulan puasa, tiba-tiba suamiku
melakukan sesuatu yang mengherankanku. Dia mengajak Indun untuk membantu
bersih-bersih rumah kami. Tentu saja aku senang, karena suamiku sudah bisa
menerima kejadian waktu itu. Aku senang melihat mereka berdua bergotong-royong
membersihkan halaman dan rumah. Indun dan Mas Prasojo nampak sudah bersikap
biasa sebagaimana sebelum kejadian malam itu. Bahkan sesekali Indun kembali
menginap di gazebo kami, karena kami merasa sepi juga tanpa kehadiran
anak-anak.
Si Rika semakin sibuk dengan urusan kampusnya, sementara si
Sangga hanya pada malam hari saja menunjukkan mukanya di rumah. Semenjak itu,
suasana di rumah kami menjadi kembali seperti sediakala. Tetap saja gazebo
depan rumah sering ramai dikunjungi orang. Cuma sekarang Indun tidak pernah
lagi menginap di sana. Mungkin karena hampir ujian, jadi dia harus banyak
belajar di rumah. Beberapa bulan kemudian, tubuhku mulai berubah. Perutku mulai
terlihat membuncit. Kedua payudara membesar. Memang kalau hamil, aku selalu
mengalami pembengkakan pada kedua payudaraku. Hormonku membuatku selalu
bernafsu. Mas Prasojo pun seolah-olah ikut mengalami perubahan hormon. Nafsu
seksnya semakin menggebu melihat perubahan di tubuhku. Kalau pas di rumah,
setiap malam kami bertempur habis-habisan. Gawatnya, payudaraku yang memang
sebelumnya sudah besar menjadi bertambah besar.
Semua bra yang kucoba sudah tidak muat lagi, padahal bra
yang kupakai adalah ukuran terbesar yang ada di toko. Kata yang jual, aku harus
pesan dulu untuk membeli bra yang pas di ukuran dadaku sekarang. Akhirnya aku
nekat kalau di rumah jarang memakai bra. Kecuali kalau keluar, itupun aku
menjadi tersiksa karena pembengkakan payudaraku. Aku menjadi seperti mesin
seks. Dadaku besar, dan pantatku membusung. Seolah tak pernah puas dengan
bercinta setiap malam. Suamiku mengimbangiku dengan nafsunya yang juga
bertambah besar. Indun akhirnya tahu juga kehamilanku. Dia sering curi-curi
pandang melihat perutku yang mulai membuncit. Aku tidak tahu, apakah dia sadar,
kalau anak dalam kandunganku adalah hasil dari perbuatannya. Yang jelas, Indun
menjadi sangat perhatian padaku. Setiap sore dia ke rumah untuk membantu apa
saja. Bahkan di malam hari pun dia masih di rumah sambil sekali-kali meneruskan
program mengaji anak-anakku. Pada suatu malam, Mas Prasojo harus pergi dinas ke
luar kota.
Malam itu kami membiarkan Indun sampai malam di rumah kami,
sambil menjaga menjaga rumah. Aku harus ikut pengajian dengan ibu-ibu kampung.
Jam setengah 10 malam aku baru pulang. Sampai di rumah, aku lihat Indun masih
mengerjakan tugas sekolahnya di ruang tamu. “Ndun, Sangga sudah pulang?”
tanyaku sambil menaruh payung, karena malam itu hujan cukup deras. “Belum, Bu”
Aku lalu menelpon anak itu. Ternyata dia sedang mengerjakan tugas di rumah temannya.
Aku percaya dengan Sangga, karena anak itu tidak seperti anak-anak yang suka
hura-hura. Dia tipe anak yang sangat serius dalam belajar. Apalagi sekolahnya
adalah sekolah teladan di kota kami. Jadi kubiarkan saja dia menginap di rumah
temannya itu. Aku lalu berkata ke Indun, “Kamu nginap sini aja ya, aku takut
nih, hujan deres banget dan Mas Prasojo gak pulang malam ini”. Memang aku
selalu gak enak hati kalau cuaca buruk tanpa mas Prasojo.
Takutnya kalau ada angin besar dan lampu mati. Apalagi kami sudah
tidak ada lagi masalah dengan kejadian waktu itu. “Iya bu, sekalian aku
ngerjain tugas di sini”, jawab Indun. Aku melepas kerudungku dan duduk di depan
tivi di ruang keluarga. Agak malas juga aku ganti daster, dan juga ada si
Indun, gak enak kalau dia nanti keingat kejadian dulu. Sambil masih tetap pakai
baju muslim panjang aku menyelonjorkan kakiku di sofa, sementara si Indun masih
sibuk mengerjakan kalukulus di ruang tamu. Bajuku baju panjang terusan. Agak
gerah juga karena baju panjang itu, akhirnya aku masuk kamar dan melepas bra
yang menyiksa payudara bengkakku. Aku juga melepas cd ku karena lembab yang
luar biasa di celah vaginaku. Maklum ibu hamil. Kalau kalian lihat aku malam
itu mungkin kalian juga bakalan nafsu deh, soalnya walaupun pakai baju panjang,
tapi seluruh lekuk tubuhku pada keliatan, karena pantat dan payudaraku
membesar.
Acara tivi gak ada yang menarik. Akhirnya aku ingat untuk
membuatkan Indun minuman. Sambil membawa kopi ke ruang tamu aku duduk menemani
anak itu. “Wah, makasih , Bu. Kok repot-repot” katanya sungkan. “Gak papa, kok”
Aku duduk di depannya sambil tak sengaja mengelus perutku. Indun malu-malu
melihat perutku. “Bu, udah berapa bulan ya?” tanyanya kemudian, sambil
meletakkan penanya. “Menurutmu berapa bulan? Masak nggak tahu?” tanyaku iseng
menggodanya. Tiba-tiba mukanya memerah. Indun lalu menunduk malu. “Ya nggak
tahu bu… Kok saya bisa tahu darimana?” jawabnya tersipu. Tiba-tiba aku sangat
ingin memberi tahunya, kabar gembira yang sewajarnya juga dirasakan oleh bapak kandung
dari anak dalam kandunganku. Dengan santai aku menjawab, “Lha bapaknya masak
gak tahu umur anaknya?” Indun kaget, gak menyangka aku akan menjawab sejelas
itu. Dia jelas gelagapan. Hehehe. Apa yang kau harap dari seorang anak ingusan
yang tiba-tiba akan menjadi bapak. Wajahnya melongo melihatku takut-takut.
Dia tidak tahu akan menjawab apa. Aku jadi tambah ingin
menggodanya. “Kamu sih, bapak yang gak bertanggung jawab. Sudah menghamili
pura-pura tidak tahu lagi”, kataku sambil melirik menggodanya. Aku mengelus-elus
perutku. Geli juga lihat wajah Indun saat itu. Antara kaget dan bingung serta
perasaan-perasaan yang tidak dimengertinya. “Aku… eeeee… maaf Bu… aku tidak
tahu…” Indun menyeka keringat dingin di dahinya. “Memangnya kamu tidak suka
anak dalam perutku ini anakmu?” tanyaku. “Eh… aku suka banget Bu.. Aku seneng…”
Indun benar-benar kalut. “Ya udah, kalau benar-benar seneng, sini kamu rasakan
gerakannya” kataku manja sambil mengelus perutku. “Boleh Bu? Aku pegang..?”
tanyanya kawatir. “Ya, sini, kamu rasakan aja. Biar kalian dekat” perutku
terlihat sangat membuncit karena baju muslim yang kupakai hampir tidak muat
menyembunyikan bengkaknya. Indun bergeser dan duduk di sebelahku.
Matanya menunduk melihat ke perutku. Takut-takut tangannya
menuju ke perutku. Dengan tenang kupegang tangan itu dan kudaratkan ke bukit di
perutku. Sebenarnya aku berbohong, karena umur begitu gerakan bayi belum
terasa, tapi Indun mana tahu. Dengan hati-hati dia meletakkan telapaknya di
perutku. “Maaf ya bu”, ijinnya. Aku membiarkan telapaknya menempel ketat di
perutku. Dia diam seolah-olah mencoba mendengar apa yang ada di dalam rahimku.
Aku merasa senang sekali karena biar bagaimanapun anak ingusan ini adalah bapak
dari anak dalam kandunganku. “Kamu suka punya anak?” tanyaku. “Aku suka sekali,
Bu, punya anak dari Ibu. Ohh.. Bu. Maafkan saya ya Bu” jawab Indun hampir tak
kedengaran. Tangannya gemetar di atas perutku. Indun terlihat sangat
kebingungan, tak tahu harus berbuat apa. Aku juga ikut bingung, dengan perasaan
campur aduk. Antara bahagia, bingung, geli, dan macam-macam rasa gak jelas.
Tiba-tiba dadaku berdebar-debar menatap anak muda itu. Anak
itu sendiri masih takut-takut melihat mukaku. Kami berdua tiba-tiba terdiam
tanpa tahu harus melakukan apa. Tangan Indun terdiam di atas perutku. “Ndun,
kamu gimana perasaanmu lihat ibu-ibu yang lagi bengkak-bengkak kayak aku?”
tanyaku memecah kesunyian. “Saya suka sekali sama Ibu……” jawabnya. “Kenapa?”
“Ibu cantik..” jawabnya dengan muka memerah. “Ihh.. cantik dari mana? Aku khan
udah tua dan lagian sekarang badanku kayak gini..” jawabku. Indun mengangkat
wajahnya pelan menatapku, malu-malu. “Gak kok, Ibu tetep cantik banget…”
jawabnya pelan. Tangannya mulai mengelus-elus perutku. Aku merasa geli, yang
tiba-tiba jadi sedikit horny. Apalagi tadi malam Mas Prasojo belum sempat
menyetubuhiku. “Kok waktu itu kamu tegang ngintip aku sama Mas Prasojo?”
tanyaku manja. Mukaku memerah. Aku benar-benar bernafsu. Aneh juga, anak kecil
ini pun sekarang membuatku pengen disetubuhi. Apa yang salah dengan tubuhku?
“Aku nafsu lihat badan Ibu…” kali ini Indun menatap wajahku.
Mukanya merah. Jelas dia bernafsu. Aku tahu banget muka
laki-laki yang nafsu lihat aku. “Kalau sekarang? Masa masih nafsu juga, aku
khan sudah membukit kayak gini..” Indun belingsatan. “Sekarang iya..” jawabnya
sambil membetulkan celananya. “Idiiih…. Mana coba lihat?” godaku. Indun makin
berani. Tangannya gemetar membuka celananya. Dari dalam celananya tersembul
keluar sebatang penis jauh lebih kecil dari punya suamiku. Yang jelas, penis
itu sudah sangat tegang. “Wah, kok sudah tegang banget. Pengen nengok anakmu
ya?” godaku. Indun sudah menurunkan semua celananya. Tapi dia tidak tahu harus
melakukan apa. Lucu lihat batang kecil itu tegak menantang. Aku sudah sangat
horny. Vaginaku sudah mulai basah. Tak tahu kenapa bisa senafsu itu dekat
dengan anak SMP ini. Dengan gemes, aku pegang penis Indun. “Mau dimasukin
lagi?” tanyaku gemetar. “Iya bu.. Mau banget” Tanpa menunggu lagi aku menaikkan
baju panjangku dan mengangkangkan kakiku. Segera vaginaku terpampang jelas di
depan Indun.
Rambut hitam vaginaku serasa sangat kontras dengan kulit
putihku. Segera kubimbing penis anak itu ke dalam lobang vaginaku. Indun
mengerang pelan, matanya terbeliak melihat penisnya pelan-pelan masuk ditelan
vaginaku. “Ohhhh…… Buuu…..” desisnya. Bless, segera penis itu masuk seluruhnya
dalam lobang vaginaku. Aku sendiri merasakan kenikmatan yang aneh. Entah
kenapa, aku sangat ingin mengisi lobangku dengan batang itu. “Diemin dulu di
dalam sebentar, biar kamu gak cepat keluar”, perintahku. “Iiiiiyaaa, Bu..”
erangnya. Indun mendongakkan kepalanya menahan kenikmatan yang luar biasa
baginya. Sengaja pelan-pelan kuremas penis itu dengan vaginaku, sambil kulihat
reaksinya. “Ohhh…” Indun mengerang sambil mendongak ke atas. Kubiarkan dia
merasakan sensasi itu. Pelan-pelan tanganku meremas pantatnya. Indun menunduk
menatap wajahku di bawahnya. Pelan-pelan dia mulai bisa mengendalikan dirinya.
Tampak nafasnya mulai agak teratur. Kupegang leher anak itu, dan kuturunkan mukanya.
Muka kami semakin berdekatan. Bibirku lalu mencium bibirnya.
Kamu berdua melenguh, lalu saling mengulum dan bermain lidah. Tangannya meremas
dadaku. Aku merasakan kenikmatan yang tiada tara. Segera kuangkat sedikit
pantatku untuk merasakan seluruh batang itu semakin ambles ke dalam vaginaku.
“Ndun, ayo gerakin maju mundur pelan-pelan..” perintahku. Indun mulai memaju
mundurkan pantatnya. Penisnya walaupun kecil, kalau sudah keras begitu nikmat
sekali dalam vaginaku. Aku mengerang-erang sekarang. Vaginaku sudah basah
sekali. Banjir mengalir sampai ke pantatku, bahkan mengenai sofa ruang tamu.
Aku mengarahkan tangan Indun untuk meremas-remas payudaraku lagi. Dengan
hati-hati dia berusaha tidak mengenai perutku, karena takut kandunganku. Ohhh…
aku sudah sangat nafsuu… sekitar 15 menit Indun memaju mundurkan pantatnya.
Tidak mengira dia sekarang sekuat itu. Mungkin dulu dia panik dan belum
terbiasa.
Aku tiba-tiba merasakan orgasme yang luar biasa. “Ohhhh…”
teriakku. Tubuhku melengkung ke atas. Indun terdiam dengan tetap menancapkan
penisnya dalam lobangku. “Aku sampai, Ndunnnn……” aku terengah-engah. Sambil
tetap membiarkan penisnya di dalam vaginaku, aku memeluk ABG itu. Badannya
penuh keringat. Kami terdiam selama berepa menit sambil berpelukan. Penis Indun
masih keras dan tegang di dalam vaginaku. “Ndun, pindah kamar yuk”, ajakku.
Indun mengangguk. Dicabutnya penisnya dan berdiri di depanku. Aku ikut berdiri
gemetar karena dampak orgasme yang mengebu barusan. Kemudian aku membimbing
tangan anak itu membawanya ke kamarku. Di kamar aku meminta dia melepaskan
bajuku, karena agak repot melepas baju ini. Di depan pemuda itu aku kini
telanjang bulat. Indun juga melepas bajunya. Sekarang kami berdua telanjang dan
saling berpelukan. Aku lihat penisnya masih tegak mengacung ke atas. Aku
rebahkan pemuda itu di kasurku. Lalu aku naik ke atas dan kembali memasukkan
penisnya ke vaginaku.
Kali ini aku yang menggenjotnya maju mundur. Tangan Indun
meremas-remas susuku. Ohh, nikmat sekali. Penis kecil itu benar-benar hebat.
Dia berdiri tegak terus tanpa mengendor seidkit pun. Aku sengaja memutar-mutar
pantatku supaya penis itu cepat muncrat. Tapi tetap saja posisinya sama. Aku
kembali orgasme, bahkan sampai dua kali lagi. Orgasme ketiga aku sudah
kelelahan yang luar biasa. Aku peluk pemuda itu dan kupegang penisnya yang
masih tegak mengacung. Kami berpelukan di tengah ranjang yang biasa kupakai
bercinta dengan suamiku. “Aduuuh, Ndun.. kamu kuat juga ya. Kamu masih belum
keluar ya?” “Gak papa Bu…” jawabnya pelan. Tiba-tiba aku punya ide untuk
membantu Indun. Kuraih batang kecil itu dan kembali kumasukkan dalam vaginaku.
Kali ini kami saling berpelukan sambil berbaring bersisian. “Ndun, Ibu udah
lelah banget. Batangmu dibiarin aja ya di dalam, sampai kamu keluar…” bisikku.
Indun mengangguk.
Kami kembali berpelukan bagai sepasang kekasih. Vaginaku
berkedut-kedut menerima batang itu. Kubiarkan banjir mengalir membasahi
vaginaku, Indun juga membiarkan penisnya tersimpan rapi dalam vaginaku. Karena
kelelahan aku tertidur dengan penis dalam vaginaku. Gak tahu berapa jam aku
tertidur dengan penis masih dalam vaginaku, ketika jam 1 malam tiba hpku
menerima sms. Aku terbangun dan melihat Indun masih menatap wajahku sambil
membiarkan penisnya diam dalam lobangku. “Aduh, Ndun. Kamu belum bisa bobok?
Aduuuh, soriiii ya…” kataku sambil meremas penisnya dengan vaginaku. “Gak papa
kok, Bu. Aku seneng banget di dalam..” kata Indun. Tanpa merubah posisi aku
meraih hpku di meja samping ranjang. Kubuka sms, ternyata dari Mas Prasojo:
“Hai Say, udah bobok? Kalau blum aku pengen telp”.
Aku segera balas: “Baru terbangn, telp aja, kangen” Segera
setelah kubalas sms, Mas Prasojo menelponku. Aku menerima telepon sambil
berbaring dan membiarkan penis Indun di dalam vaginaku. “Hei… Sorii ganggu,
udah bobok apa?” tanyanya. “Gak papa Mas, kangen. Kapan jadinya balik?”
tanyaku. “Lusa, Dik, ini aku masih di jalan. Lagi ada pembekalan masyarakat.
Gimana anak-anak?” “Hmmm…. “ aku agak menggeliat. Indun memajukan pantatnya,
takut lepas penisnya dari lobangku. Aku meletakkan jariku di bibirnya, agar dia
tak bersuara. Indun mengangguk sambil tersenyum. “Baik, mereka oke-oke saja
kok. Udah pada makan dan bobok nyenyak dari jam 9 tadi. Aku kangen mas…”
“Sama.. Pengen nih” kata suamiku. “Sini, mau di mulut apa di bawah?” tanyaku
nakal. “Mana aja deh” “Nih, pakai mulutku aja, udah lama gak dikasih. Udah
gatel, hihih…” godaku. “Aduuh Dik. Aku lagi di kampung sepi.
Malah jadi kangen sama kamu. Gimana hayooo?” rengek suamiku.
Kami memang biasa saling terbuka soal kebutuhan seks kami. “Kocok aja Mas, aku
juga mau” kataku manja. Kemudian aku menggeser Indun agar menindih di atas
tubuhku. Sambil tanganku menutup hp, aku berbisik ke Indun, “Sekarang kamu
genjot aku sekencang-kencangnya sampai keluar, ya. Sekuat-kuatnya”. Indun
mengangguk. Aku menjawab telepon suamiku, “Ayo, mas, buka celananya..” Aku
mengambil cdku di sampingku, lalu kujejalkan ke mulut Indun. Indun tahu
maksudku agar dia tidak bersuara. “Oke, Dik. Aku sudah menghunus rudalku..”
Sambil menjawab mesra aku menekan pantat Indun agar segera memaju mundurkan
penisnya dalam vaginaku. Indun segera membalasnya, dan mulai menggenjotku. Aku
menyuruhnya untuk menurunkan kakinya ke samping ranjang sehingga perutku tidak
tertindih badannya.
Sementara aku mengangkang dengan dua kakiku terangkat ke
samping kiri dan kanan badan laki-laki abg itu. Ohhh, ya Tuhan. Bagai
kesetanan, Indun menggenjotku seperti yang kuperintahkan. Aku mengerang-erang,
begitu juga suamiku. “Mas, aku masturbasi kesetanan ini….. Pengen banget…. Kamu
kocok kuat-kuat yaaa….. Ahhhhh” “Iyyyyaaaa… Ooohhh, untung aku bawa cdmu, buat
ngocok nihh…. Ohhhhh” erang suamiku. Tak kalah hebatnya, Indun menggasak
lobangku dengan tanpa kompromi. Badan kurusnya maju mundur secepat bor listrik.
Aku mengerang-erang tidak karuan. Suara lobangku berdecit-decit karena banjir
dan gesekan dengan penis Indun. Benar-benar gila malam ini. Aku sudah tidak
ingat lagi berapa lama aku digenjot Indun. Suaraku penuh nafsu bertukar
kata-kata mesra dengan suamiku. Indun seolah-olah tak pernah lelah. Tubuhnya
sudah banjir keringat. Stamina mudanya benar-benar membanggakan.
Keringat juga membanjiri tubuhku. Sementara suara suamiku
juga meraung-raung kenikmatan, semoga kamar dia di perjalan dinas itu kamar
yang kedap suara. Beberapa saat kemudian aku kehabisan tenaga. Kuminta Indun
untuk berhenti sejenak. Pemuda itu nampak terengah-engah sehabis menggenjotku habis-habisan.
Setelah itu kami melanjutkan permainan kami. Indun dengan kuatnya menggenjotku
habis-habisan. Aku tak tahu lagi apa yang kecerecaukan di telepon, tapi
nampaknya suamiku juga sama saja. Beberapa saat kemudian aku dan suamiku
sama-sama berteriak, kami sama-sama keluar. Aku terengah-engah mengatur
nafasku. Lalu suamiku memberi salam mesra dan ciuman jarak jauh. Kami
betul-betul terpuaskan malam ini. Setelah ngobrol-ngobrol singkat, suamiku
menutup teleponnya. Di kamarku, Indun masih menggenjotku pelan-pelan. Dia belum
keluar rupanya. Wah, gila.
Aku kawatir jepitanku mungkin sudah tidak mempan buat
penisnya yang masih tumbuh. Kubiarkan penis pemuda itu mengobok-obok vaginaku.
Tiba-tiba kudorong Indun, sehingga lepas penis dari lobangku. “Ohhh”, lenguhnya
kecewa. Lalu aku tarik dia naik ke tempat tidur, dan aku segera menungging di
depannya. Indun tahu maksudku. Dia segera mengarahkan penisnya ke vaginaku.
Tapi segera kupegang penis itu dan kuarahkan ke lobang yang lain. Pantatku!
Mungkin di sanalah penis Indun akan dijepit dengan maksimal, pikirku tanpa
pertimbangan. Indun sadar apa yang kulakukan. Disodokkannya penisnya ke lobang
pantatku. Tapi lobang itu ternyata masih terlalu kecil bahkan buat penis Indun.
Aku berdiri dan menyuruhnya menunggu. Lalu aku turun dan mengambil jelli
organik dari dalam rak obat di kamar mandi. Dengan setia Indun menunggu dengan
penis yang juga setia mengacung. Jelli itu kuoleskan ke seluruh batang Indun,
dan sebagian kuusap-usapkan ke sekitar lobang pantatku.
Kembali aku menunggingkan pantatku. Indun mengarahkan
kotolnya kembali dan pelan-pelan lobang itu berhasil di terobosnya. “Ohhhhh…..”
desisku. Sensasinya sangat luar biasa. Pelan-pelan batang penis itu menyusup di
lobang yang sempit itu. Indun mengerang keras. Setengah perjalanan, penis itu
berhenti. Baru separo yang masuk. Indun terengah-engah, begitu juga aku.
“Pelan-pelan, Ndun…” bisikku. Indun memegang bongkahan pantatku, dan kembali
menyodokkan penisnya ke lobangku. Dan akhirnya seluruh batang itu masuk manis
dalam lobang pantatku. “Ohhh, Tuhan…” rasanya sangat luar biasa, antara sakit
dan nikmat yang tak terceritakan. Aku mengerang. Kami berdiam beberapa menit,
membiarkan lobangku terbiasa dengan batang penis itu. Setelah itu Indun mulai
memaju mundukan pinggangnya.
Rasanya luar biasa. Pengalaman baru yang membuatku
ketagihan. Beberapa saat kemudian, Indun mengerang-erang keras. Dia memaksakan
menggejot pantatku dengan cepat, tapi karena sangat sempit, genjotannya tidak
bisa lancar. Kemudian, “ohhhhh…” Indun memuncratkan spermanya dalam pantatku.
Crot…Aku tersungkur dan Indun terlentang ke belakang. Muncratannya sebagian
mengenai punggungku. Kami sama-sama terengah-engah dan kelelahan yang luar
biasa. Aku membalikkan tubuhku dan memeluk Indun yang terkapar tanpa daya. Kami
berpelukan dengan telanjang bulat sepanjang malam. ########################
Paginya, aku bangun jam 6 pagi. ABG itu masih ada dalam pelukanku. Oh, Tuhan.
Untung aku mengunci kamarku. Mbok Imah tetangga yang biasa bantuin ngurusin
anak-anak sudah terdengar suaranya di belakang. Oh..
Apa yang sudah kulakukan tadi malam, aku benar-benar tidak
habis pikir. Kalau malam waktu itu benar-benar hanya sebuah kecelakaan. Tapi
malam ini, aku dan Indun benar-benar melakukannya dengan penuh kesadaran. Apa
yang kulakukan pada anak abg ini? Aku jadi gelisah memikirkannya, aku takut
membuat anak ini menjadi anak yang salah jalan. Rasa bersalah itu membuatku
merasa bertambah sayang pada anak kecil itu. Kurangkul kembali tubuh kecil itu
dan kuciumin pipinya. Tubuh kami masih sama-sama telanjang. Aku lihat si Indun
masih nyenyak tidur. Mukanya nampak manis sekali pagi itu. Aku mengecup pipi
anak itu dan membangunkannya. “Ndun… Bangun. Kamu sekolah khan?” bisikku. Indun
nampak kaget dan segera duduk. “Oh, Bu.. Maaf aku kesiangan…” katanya gugup.
“Gak papa Ndun, aku yang salah mengajakmu tadi malam” Kami berpandangan. “Maaf
Bu. Aku benar-benar tidak sopan” “Lho, khan bukan kamu yang mengajak kita tidur
bersama.
Aku yang salah Ndun” bisikku pelan. Indun menatapku, “Aku
sayang sama Ibu…” katanya pelan. “Ndun, kamu punya pacar?” “Belum, bu” “Kamu
janji ya jangan cerita-cerita ke siapa-siapa ya soal kita” “Iya bu, gak
mungkinlah” “Aku takut kamu rusak karena aku” “Gak kok Bu, aku sayang sama Ibu”
“Kamu jangan melakukan ini ke sembarang orang ya” kataku kawatir. “Tidak Bu,
aku bukan cowok seperti itu. Tapi kalau sama Ibu, masih boleh ya…” katanya
pelan. Tiba-tiba aku sangat ingin memeluk anak itu. “Aku juga sayang kamu Ndun.
Sini Ibu peluk” Indun mendekat dan kami berpelukan sambil berdiri. Tangannya
merangkul pinggangku, dan aku memegang pantatnya. Kami berpelukan lama dan
saling berpandangan. Lalu bibir kami saling berpagutan. Gila, aku benar-benar
serasa berpacaran dengan anak kecil itu. Mulut kami saling bergumul dengan
panasnya. Aku lihat penis anak itu masih tegak berdiri, mungkin karena efek
pagi hari. Tanganku meraih batang itu dan mengocoknya pelan-pelan.
Aku berpikir cepat, karena pagi ini Indun harus sekolah, aku
harus segera menuntaskan ketegangan penis itu. Aku segera membalikkan tubuhku
dan berpegangan pada meja rias. Sambil melihat Indun lewat cermin aku
menyuruhnya. “Ndun, kamu pakai jeli itu lagi. Cepat masukin lagi penismu ke
pantat Ibu” Indun buru-buru melumas batangnya. Aku menyorongkan bungkahan
pantatku. Dari cermin aku dapat melihat muku dan badanku sendiri. Ohh… agak
malu juga aku melihat tubuhku yang mulai membengkak di sana-sini, tapi masih
penuh dengan nafsu birahi. “Cepat Ndun, nanti kamu terlambat sekolah”,
perintahku. Sambil memeluk perutku, Indun mendorong penisnya masuk ke lobang
pantatku. Lobang yang semalam sudah disodok-sodok itu segera menerima batang
yang mengeras itu. Segera kami sudah melakukan persetubuhan lagi. Aku dapat
melihat adegan seksi itu lewat cermin, di mana mukaku terlihat sangat nafsu dan
juga muka Indun yang mengerang-erang di belakangku.
“Ayo, Ndun, sodok yang kuat” “Iyyyaaa.. Bu” “Terusss… Cepat”
Sodokan-sodokan Indun semakin cepat. Lobang pantatku semakin elastis menerima
batang imut itu. Sungguh kenikmatan yang luar biasa. Tidak berapa lama kemudian
kami berdua sama-sama mencapai puncak kenikmatan. Indun membiarkan cairan
spermanya meluncur deras dalam pantatku. Kami sama-sama terengah-engah
menikmati puncak yang barusan kami daki. “Ohhh…” Sejenak kemudian aku lepaskan
pantatku dari penisnya. “Udah Ndun. Sana kamu mandi, pulang. Nanti kamu
terlambat lho sekolahnya” kataku sambil tersenyum. Indun mencari-cari
pakaiannya. Tiba-tiba kami sadar kalau celana Indun ada di ruang tamu. Aku
suruh si Indun nunggu di kamar, dan aku segera berpakaian dan keluar ke ruang
tamu. Moga-moga belum ada yang menemukan celana itu. Untungnya celana itu
teronggok di bawah sofa dan terselip, sehingga Mbok Imah yang biasanya sibuk
dulu menyiapkan sarapan belum sempat membereskan ruang tamu.
Celana itu segera kuambil dan kubawa ke kamar. Si Indun yang
tadinya nampak panik berubah tenang. Setelah memakai celananya, Indun kusuruh
cepat-cepat keluar ke ruang tamu dan mengambil tas belajarnya yang semalam
tergeletak di meja tamu. Setelah itu dia pamit pulang. Aku segera mandi. Di
kamar mandi aku merasakan sedikit perih di bagian lobang pantatku. Baru kali
ini lobang itu menjadi alat seks, itu pun justru dengan anak kecil yang belum
tahu apa-apa. Ada sedikit rasa sesal, tapi segera kuguyur kepalaku untuk
menghilangkan rasa gundah di dadaku. ###################### Sorenya Indun
kembali main ke rumah. Dia sudah sibuk membereskan buku-buku di gazebo kami.
Malam itu Indun tidur lagi di kamarku. Mas Prasojo baru pulang besok harinya.
Selama berjam-jam kami kembali bercinta. Kami saling berpelukan dan berbagi
kasih selayaknya sepasang kekasih.
Tapi sebelum jam 1 aku suruh Indun untuk segera tidur, aku
kawatir sekolahnya akan terganggu karena aktivitasku. “Ndun, tadi kamu di
sekolah gimana?” bisikku setelah kami selesai ronde ke tiga. Kami berpelukan
dengan mesra di tengah ranjang. “Biasa aja Bu” “Kamu gak kelelahan atau ngantuk
di sekolah?” “Iya Bu, sedikit. Tapi gak papa, aku tadi sempat tidur siang” “Aku
takut menganggu sekolahmu” “Gak kok Bu. Tadi aku bisa ngikutin pelajaran”
“Okelah kalau gitu. Tapi setelah ini kamu tidur ya, gak usah diterusin dulu”
“Iya Bu” “Besok Mas Prasojo pulang, kamu gak bisa nginap disini” “Iya, Bu. Tapi
kapan-kapan saya siap menemani Ibu di sini” “Yee…. maunya. Ya gak papa”, kataku
sambil mencubit pinggangnya. “Aku mau jadi pacar Ibu” “Lho aku khan sudah
bersuami?” “Ya gak papa, jadi apa saja deh” “Aku justru kasihan sama kamu.
Besok-besok kalau kamu udah siap, kamu cari pacar yang bener ya?” “Iya Bu. Aku
tetap sayang sama Ibu.
Mau dijadiin apa saja juga mau” “Idihh.. ya udah. Bobok yuk”
kataku kelelahan. Kami tidur berpelukan sampai pagi. #######################
Setelah malam itu, aku semakin sering bercinta dengan Indun. Kapan pun ada
kesempatan, kami berdua akan melakukannya. Indun sangat memperhatikan bayi
dalam kandunganku. Setiap ada kesempatan, dia menciumi perutku dan
mengelus-elusnya. Kasihan juga aku lihat anak kecil itu sudah merasa harus jadi
bapak. Herannya, aku juga kecanduan dengan penis kecil anak itu. Padahal aku
sudah punya penis yang jauh lebih besar dan tersedia untukku. Bayangkan, beda
usiaku dengan Indun mungkin sekitar 27 tahun. Bahkan anak itu lebih cocok
menjadi adik anak-anakku. Tapi hubungan kami bertambah mesra seiring usia
kehamilanku yang semakin membesar. Indun bahkan sering ikut menemaniku ke
dokter tatkala suamiku sedang dinas keluar.
Indun semakin perhatian padaku dan anak dalam kandunganku.
Kami sangat bahagia karena bayi dalam kandunganku berada dalam kondisi sehat.
Aku selalu mengingatkan Indun untuk tetap fokus pada sekolahnya, dan jangan
terlalu memikirkan anaknya. Yang paling tidak bisa dicegah adalah, Indun
semakin lama semakin kecanduan lobang pantatku. Lama-lama aku juga merasakan
hal yang sama. Seolah-olah lobang pantatku menjadi milik eksklusif Indun,
sementara lobang-lobangku yang lain dibagi antara Indun dan suamiku. Sampai
sekarang, suamiku tidak pernah tahu kalau pantatku sudah dijebol oleh Indun.
Lama-lama aku kawatir juga dengan cerita tentang hubungan kelamin lewat pantat
dapat menimbulkan berbagai penyakit, termasuk AIDS. Aku akhirnya menyediakan
kondom untuk Indun kalau dia minta lobang pantatku. Indun sih oke-oke saja. Dia
juga kawatir, walaupun dia sangat senang ketika masuk ke lubang pantatku.
Untung aku dan suamiku juga kadang-kadang memakai kondom,
sehingga aku tidak canggung lagi membeli kondom di apotik. Bahkan aku sering
mendapat kondom gratis dari kelurahan. Mungkin karena masih masa pertumbuhan,
dan sering kupakai, aku melihat lama kelamaan penis Indun juga mengalami
pembesaran. Penis yang semakin berpengalaman itu tidak lagi seperti penis imut
pada waktu pertama kali masuk ke vaginaku, tapi sudah menjelma menjadi penis
dewasa dan berurat ketika tegang. Aku sadar, kalau aku adalah salah satu sebab
dari pertumbuhan instant dari penis Indun. Kekuatan penis Indun juga semakin
luar biasa. Dia tidak lagi gampang keluar, bahkan kalau dipikir-pikir, dia
mungkin lebih kuat dari suamiku. Karena perutku semakin membesar aku jadi
sering pakai celana legging yang lentur dan baju kaos ketat yang berbahan
sangat lentur. Kalau di rumah aku bahkan hanya pakai kaos panjang tanpa
bawahan.
Orang pasti mengira aku selalu pakai cd, padahal sering aku
malas memakainya. Entah karena gawan ibu hamil atau karena nafsu birahiku yang
semakin gila. ########################## Waktu ibu Indun mau naik haji, aku
ikut sibuk dengan ibu-ibu kampung untuk mempersiapkan pengajian haji. Biasalah,
kalau mau naik haji pasti hebohnya minta ampun. Aku termasuk dekat dengan ibu
Indun. Namanya bu Masuroh, yang biasa dipanggil Bu Ro. Karena keluarga Indun
termasuk keluarga yang terpandang di desa kami, maka acara pengajian itu
menjadi acara yang besar-besaran. Banyak ibu-ibu yang ikut sibuk di rumah Bu
Ro. Kalau aku ke sana aku lebih sering karena ingin ketemu Indun. Acara
pengajian dan keberadaan Mas Prasojo di rumah membuat kesempatanku bertemu
dengan Indun menjadi sangat terbatas. Sudah lama Indun tidak merasakan lobang
pantatku. Aku sendiri bingung bagaimana mencari kesempatan untuk ketemu Indun.
Walaupun aku sering pergi ke rumahnya dan kadang-kadang juga
diantar Indun untuk berbelanja sesuatu untuk keperluan pengajian, tapi tetap
saja kami tidak punya kesempatan untuk bercinta. Akhirnya pada saat pengajian
besar itu aku mendapatkan ide. Sorenya, segera kutelepon Indun menggunakan
telepon rumah, karena aku sangat hati-hati memakai hp, apalagi untuk urusan
Indun. “Assalamu’alaikum, Bu. Ini Bu Lani. Gimana Bu persiapan nanti malam,
sudah beres semua?” “Oh, Bu Lani. Sudah Bu. Nanti datangnya agak sorean ya bu.
Kalau gak ada Ibu, kita bingung nih” jawab Bu Ro. “Iya, beres Bu. Saya sama Bu
Anjar sudah kangenan setelah magrib langsung kesitu, kok Bu. Indun ada Bu Ro?”
“Ada Bu, sebentar ya Bu” Setelah Indun yang memegang telepon, aku segera
bilang: “Ndun nanti malam kamu pake celana yang bisa dibuka depannya ya” kataku
pelan “Iya Bu” jawab Indun agak bingung. “Terus kamu pakai kondom kamu…” Malam
itu pengajian dilangsungkan dengan besar-besaran.
Halaman RW kami yang luas hampir tidak bisa menampung
jama’ah yang datang dari seluruh penjuru kota. Bu Ro memang tokoh yang disegani
masyarakat. Aku datang bersama ibu-ibu RT dengan memakai baju atasan longgar
yang menutup sampai bawah pinggang. Bawahannya aku memakai legging ketat,
karena memang lagi biasa dipakai ibu-ibu pada saat ini. Apalagi aku lagi hamil,
pasti orang-orang pada maklum akan kondisiku. Yang tidak biasa adalah bahwa aku
tidak memakai apapun di balik celana leggingku. Sengaja aku tinggalkan cdku di
rumah, karena aku punya sebuah ide untuk Indun. Setelah semua urusan
kepanitiaan beres, aku segera bergabung dengan ibu-ibu jama’ah pengajian. Tapi kemudian
aku dan beberapa ibu yang lain pindah ke halaman, karena lebih bebas dan bisa
berdiri. Hanya saja halaman itu sudah sangat penuh dan berdesak-desakan. Justru
aku memilih tempat yang paling ramai oleh pengunjung.
Di kejauhan aku melihat Indun dan memberinya kode untuk
mengikutiku. Indun beranjak menuju ke arahku, sementara aku mengajak Bu Anjar
untuk ke sebuah lokasi di bawah pohon di lapangan RW. Lokasi itu agak gelap
karena bayangan lampu tertutup rindangnya pohon. Walaupun demikian, banyak anggota
jama’ah di situ yang berdiri berdesak-desakan. “Kita sini aja Bu, kalau Ibu
mau. Tapi kalau ibu keberatan, silakan Ibu pindah ke sana” kataku pada Bu
Anjar. “Gak papa Bu, di sini lebih bebas. Bisa bolos kalau udah kemaleman,
hihihi..” kata Bu Anjar. “Iya , ya. Biasanya pengajian ginian bisa sampai jam
12 lho” Kami lalu bercakap-cakap dengan seru sambil mendengarkan pengajian.
Ternyata di sebelah Bu Anjar adan Bu Kesti yang juara negrumpi. Kami segera
terlibat pembicaraan serius sambil sekali-kali mendengarkan ceramah kalau pas
ada cerita-cerita lucu. Kami berdiri agak di barisan tengah, Bu Anjar dan Bu
Kesti mendapat tempat duduk di sebelahku.
“Bu, monggo kalau mau duduk” tawarnya padaku. “Wah gak usah
Bu. Saya lebih suka berdiri gini aja” jawabku. Padahal aku sedang menunggu
Indun yang sedang berusaha menyibak kerumunan menuju ke arah kami. Akhirnya
Indun tiba di belakangku. Dua ibu-ibu sebelahku tidak memperhatikan kehadiran
Indun, tapi aku melirik anak muda itu dan menyuruhnya berdiri tepat di belakangku.
Aku bergeser berdiri sedikit di belakang bangku Bu Anjar dan Bu Kesti.
Sementara Indun dengan segera berdiri tepat di belakangku. Dengan diam-diam aku
menempelkan pantatku ke badan Indun. Indun tersenyum dan memajukan badannya.
Pantatku yang semlohai segera menempel pada penis Indun yang sudah tegang di
balik celananya. Aku berbisik pada Indun, “buka, Ndun. Udah pakai kondom?”
Indun mengangguk dan membuka risliting celananya. Segera tersembul batangnya
yang sudah mengeras. Segera kusibakkan baju panjangku ke atas dan nampaklah
leggingku sudah kuberi lobang di bagian belahan pantatku. Indun nampak
terkejut, dan sekaligus mengerti maksudku.
Dengan pelan-pelan diarahkannya batang kerasnya ke lobang
pantatku. Dan, slepppp. Masuklah batang itu ke lobang favoritnya. Tangan Indun
masuk ke dalam bajuku sambil mengelus-elus perutku. Batangnya berada di dalam
lobangku sambil sesekali dimaju mundurin. Kami bercinta di tengah keramaian
dengan tanpa ada yang menyadarinya. Walaupun begitu aku tetap bercakap-cakap
dengan dua ibu-ibu tetanggaku itu. Sementara di kanan kiri kami orang-orang
sibuk mendengarkan ceramah dengan berdesak-desakan. Sekitar satu jam Indun
memelukku dalam gelap dari belakang. Tiba-tiba vaginaku berkedut-kedut, pengen
ikut disodok. Kalau dari belakang berarti aku harus lebih nunduk lagi.
Pelan-pelan kutarik keluar penis Indun dan kulepas kondomnya. Aku kembali
mengarahkannya, kali ini ke lubang vaginaku. Indun mengerti. Lalu, bless..
dengan lancarnya penis itu masuk ke vaginaku dari belakang. Ohh, enak sekali.
Aku mulai tidak konsentrasi terhadap ceramah maupun obrolan dua ibu-ibu itu.
Karena hanya sesekali kami bergoyang, maka adegan
persetubuhan itu berlangsung cukup lama. Kepalaku sudah mulai berkunang-kunang
kenikmatan. Di tengkukku aku merasakan nafas Indun semakin ngos-ngosan.
Beberapa saat kemudian, aku mengalami orgasme hebat, tanganku gemetar dan
langsung memegang sandaran bangku di depanku. Indun juga kemudian memuncratkan
maninya dalam vaginaku. Kami berdua hampir bersamaan mengalami orgasme itu.
Setelah agak reda, aku mendorong Indun dan mengeluarkan penisnya. Cepat-cepat
Indun memasukkan dalam celananya, dan kuturunkan baju bagian belakangku. Aku
dan ibu-ibu itu memutuskan untuk pulang sebelum acara selesai. Untung saja aku
dan Indun sudah selesai. Dengan mengedipkan mata, aku menyuruh Indun untuk
meninggalkan lokasi. Akhirnya terpuaskan juga hasrat kami setelah hari-hari
yang sibuk yang memisahkan kami.
Dunia Sex Terkini - Aku Di HAMILI AGB Anak Tetangga
Tag :
Read Post : Dunia Sex Terkini - Aku Di HAMILI AGB Anak TetanggaMonday, July 24, 2017
Author : cellafang
Comments : 0
Tag :
Read Post : Dunia Sex Terkini - Aku Di HAMILI AGB Anak TetanggaMonday, July 24, 2017
Cerita Mesum Dokter Bedah Perawan – Mаlаm ini аku dараt
gilirаn jаgа di bаngѕаl bеdаh ѕеdаngkаn di UGD аliаѕ Unit Gаwаt Dаrurаt аdа dr.
Sarah уаng jаgа. Nаh, UGD kаlаu ѕudаh mаlаm bеgini jаdi рintu gеrbаng, jаdi
ѕеluruh раѕiеn аkаn mаѕuk viа UGD, nаnti bаru dibаgi-bаgi аtаu diрutuѕkаn оlеh
dоktеr jаgа аkаn dikirim kе bаgiаn mаnа раrа раѕiеn уаng реrlu dirаwаt itu.
Sуukur-ѕуukur ѕih biѕа ditаngаni lаngѕung di UGD, jаdi tidаk реrlu mеrероtkаn
dоktеr bаngѕаl. dr. Sarah ѕеndiri hаruѕ аku аkui diа сukuр tеrаmрil dаn раndаi
jugа, mаѕih ѕаngаt mudа ѕеkitаr 28 tаhun, саntik mеnurutku, tidаk tеrlаlu
tinggi ѕеkitаr 165 сm dеngаn bоdi ѕеdаng idеаl, kulitnуа рutih dеngаn rаmbut
ѕеbаhu. Sifаtnуа сukuр реndiаm, kаlаu biсаrа tеnаng ѕеаkаn mеmbеrikаn kеѕаn
ѕаbаr tарi уаng ѕеring rеkаn ѕеjаwаt jumраi уаitu kеtuѕ dаn judеѕ араlаgi kаlаu
lаgi mооdnуа jеlеk ѕеkаli. Cеlаkаnуа уаng ѕеring ditunjukkаn, уа ѕереrti itu.
Gаrа-gаrа itu bаrаngkаli, ѕаmраi ѕеkаrаng diа mаѕih ѕinglе. Cumа dеngаr-dеngаr
ѕаjа bеlаkаngаn ini diа lаgi рunуа hubungаn khuѕuѕ dеngаn dr. Antоn tарi аku
jugа tidаk раѕti. Cerita Mesum
![]() |
Dunia Sex Terbaru - Cerita Mesum Dokter Bedah Perawan |
Kirа-kirа jаm 2 раgi, kаmаr jаgа аku dikеtuk dеngаn сukuр
kеrаѕ jugа.
Siара? tаnуаku
mаѕih аgаk mаlаѕ untuk bаngun, ѕереt bеnаr nih mаtа.
Dоk, ditunggu di UGD аdа раѕiеn kоnѕul, ѕuаrа dibаlik рintu itu mеnуаhut, оh ѕuѕtеr Anis ruраnуа.
Yа, ѕаhutku
ѕеjuruѕ kеmudiаn.
Sаmре di UGD kulihаt аdа bеbеrара рriа di dаlаm ruаng UGD
dаn ѕауuр-ѕауuр tеrdеngаr ѕuаrа rintihаn hаluѕ dаri rаnjаng реrikѕа di ujung
ѕаnа, ѕеmраt kulihаt ѕерintаѕ ѕеоrаng рriа tеrgеlеtаk di ѕаnа tарi bеlum ѕеmраt
kulihаt lеbih jеlаѕ kеtikа dr. Sarah mеnуоngѕоngku, Fajar,
раѕiеn ini jаri tеlunjuk kаnаnnуа mаѕuk kе mеѕin, раrаh, bаru ѕеtеngаh jаm ѕih,
tеnѕi оkе, mеnurutku ѕih аmрutаѕi (diроtоng, gitu mаkѕudnуа), gimаnа mеnurut
еlu? dеmikiаn rеѕumе ѕingkаt уаng dibеrikаn оlеhnуа.
Sar, еlu mаkin саntik аjа, рujiku
ѕеbеlum mеrаih ѕtаtuѕ раѕiеn уаng dibеrikаnnуа раdаku dаn kеtikа аku bеrjаlаn mеnuju
kе tеmраt раѕiеn itu, ѕеbuаh сubitаn kеrаѕ mаmрir di рinggаngku, ѕаmbil dr.
Sarah mеngiringi lаngkаhku ѕеhinggа tidаk tеrlаlu lihаt ара уаng diа lаkukаn.
Sаkit jugа nih.
Sааt kulihаt, раѕiеn itu mеmаng раrаh ѕеkаli, bоlеh dibilаng
hаmрir рutuѕ dаn уаng tеrtinggаl сumа ѕеdikit dаging dаn kulit ѕаjа.
Dоk, tоlоng dоk
jаngаn diроtоng, рintаnуа kераdаku mеmеlаѕ.
Akhirnуа аku раnggil itu ѕi Om Ambon, bоѕnуа bаrаngkаli dаn
ѕеоrаng rеkаn kеrjаnуа untuk mеndеkаt dаn аku bеrikаn реngеrtiаn kе mеrеkа
ѕеmuа.
Siара nаmа Bараk? bеgitu аku
mеmulаi реrсаkараn ѕаmbil mеlirik kе ѕtаtuѕ untuk mеmаѕtikаn bаhwа ѕtаtuѕ уаng
kuреgаng mеmаng рunуа раѕiеn ini.
Angga, ѕаhutnуа lеmаh.
Bеgini Pаk Angga, ѕауа mеngеrti kеаdааn Bараk dаn ѕауа аkаn
bеruѕаhа untuk mеmреrtаhаnkаn jаri Bараk, nаmun hаl ini tidаk mungkin dilаkukаn
kаrеnа уаng tеrѕiѕа hаnуа ѕеdikit dаging dаn kulit ѕаjа ѕеhinggа tidаk аdа lаgi
реmbuluh dаrаh уаng mеngаlir ѕаmраi kе ujung jаri. Bilа ѕауа jаhit dаn
ѕаmbungkаn, itu hаnуа untuk ѕеmеntаrа mungkin ѕеkitаr 2 – 4 hаri ѕеtеlаh itu
jаri ini аkаn mеmbuѕuk dаn mаu tidаk mаu раdа аkhirnуа hаruѕ dibuаng jugа, jаdi
dikеrjаkаn 2 kаli. Kаlаu ѕеkаrаng kitа lаkukаn hаnуа butuh 1 kаli реngеrjааn
dеngаn hаѕil аkhir уаng lеbih bаik, ѕауа аkаn bеruѕаhа untuk ѕеminimаl mungkin
mеmbuаng jаringаnnуа dаn раdа реnуеmbuhаnnуа nаnti dihаrарkаn lеbih сераt
kаrеnа lukаnуа rарih dаn tidаk соmраng-саmрing ѕереrti ini, bеgitu реnjеlаѕаn аku раdа mеrеkа.
Kirа – kirа ѕереrеmраt jаm kubutuhkаn wаktu untuk mеуаkinkаn
mеrеkа аkаn tindаkаn уаng аkаn kitа lаkukаn. Sеtеlаh ѕеmuаnуа оkе, аku mintа
dr. Sarah untuk mеnуiарkаn dоkumеnnуа tеrmаѕuk ѕurаt реrѕеtujuаn tindаkаn mеdik
dаn реnguruѕаn untuk rаwаt inарnуа, ѕеmеntаrа аku ѕiарkаn реrаlаtаnnуа dibаntu
оlеh ѕuѕtеr-ѕuѕtеr dinаѕ di UGD.
Sar, еlu mаu jаdi ореrаtоrnуа? tаnуаku
ѕеtеlаh ѕеmuаnуа ѕiар.
Ehm
аku jаdi аѕiѕtеn еlu аjа dеh, jаwаbnуа ѕеtеlаh tеrdiаm ѕеjеnаk.
Entаh kеnара ruаngаn UGD ini wаlаuрun bеr-AC tеtар ѕаjа аku
mеrаѕа раnаѕ ѕеhinggа butir-butir kеringаt уаng ѕеbеѕаr jаgung bеrсuсurаn
kеluаr tеrutаmа dаri dаhi dаn hidung уаng mеngаlir hinggа kе lеhеr ѕааt аku
kеrjа itu. Untung Sarah mеngаmаti hаl ini dаn ѕеbаgаi аѕiѕtеn diа сераt tаnggар
dаn bеrulаng kаli diа mеnуеkа kеringаtku. Huh
аku
ѕukа ѕеkаli wаktu diа mеnуеkа kеringаtku, ѕоаlnуа wаjаhku dаn wаjаhnуа bеgitu dеkаt
ѕеhinggа аku jugа biѕа mеnсium wаngi tubuhnуа уаng bеgitu mеnggоdа, lеbih-lеbih
rаmbutnуа уаng ѕеbаhu diа gеlung kе аtаѕ ѕеhinggа tаmраk lеhеrnуа уаng рutih
bеrjеnjаng dаn tеngkuknуа уаng ditumbuhi bulu-bulu hаluѕ. Bеnаr-bеnаr mеnggоdа
imаn dаn hаrараn.
Sеtеngаh jаm kеmudiаn ѕеlеѕаi ѕudаh tugаѕku, tinggаl jаhit
untuk mеnutuр lukа уаng kuѕеrаhkаn раdа dr. Sarah. Sеtеlаh itu kulераѕkаn
ѕаrung tаngаn ѕеdikit tеrburu-buru, tеruѕ сuсi tаngаn di wаѕtаfеl уаng аdа dаn
ѕеgеrа mаѕuk kе kаmаr jаgа UGD untuk рiрiѕ. Ini уаng mеmbuаt аku tidаk tаhаn
dаri tаdi ingin рiрiѕ. Dаriраdа аku mеѕti lаri kе bаngѕаl bеdаh уаng сukuр jаuh
аtаu kеluаr UGD di ujung lоrоng ѕаnа jugа аdа tоilеt, lеbih bаik аku рilih di
kаmаr dоktеr jаgа UGD ini, lаgi рulа rаѕаnуа lеbih bеrѕih.
Sааt kubukа рintu tоilеt (hеndаk kеluаr tоilеt), Oоорѕѕѕ
tеrdеngаr jеritаn kесil hаluѕ dаn
kulihаt dr. Sarah mаѕih ѕibuk bеruѕаhа mеnutuрi tubuh bаgiаn аtаѕnуа dеngаn kаоѕ
уаng diреgаngnуа.
Ngараin lu di ѕini? tаnуаnуа kеtuѕ.
Aku hаbiѕ рiрiѕ nih, еlu jugа kоk nggаk реrikѕа-реrikѕа dulu
tеruѕ ngараin еlu bukа bаju? tаnуаku tаk
mаu diѕаlаhkаn bеgitu ѕаjа.
Yа, udаh kеluаr ѕаnа, ѕuаrаnуа ѕudаh
lеbih lеmbut ѕеrауа bеrgеrаk kе bаlik рintu biаr tidаk kеlihаtаn dаri luаr ѕааt
kubukа рintu nаnti.
Kеtikа аku ѕаmраi di рintu, kulihаt dr. Sarah tеrtunduk dаn
уа аmрun
. рundаknуа
уаng рutih hаluѕ tеrlihаt ѕаmраi dеngаn kе раngkаl lеngаnnуа, Sar, рundаk еlu bаguѕ, biѕikku dеkаt
tеlingаnуа dаn ѕеmburаt mеrаh mudа ѕеgеrа mеnjаlаr di wаjаhnуа dаn iа mаѕih tеrtunduk
уаng mеnimbulkаn kеbеrаniаnku untuk mеngесuр рundаknуа реrlаhаn. Iа tеtар
tеrdiаm dаn ѕеgеrа kulаnjutkаn dеngаn mеnjilаt ѕераnjаng рundаknуа hinggа kе
раngkаl lеhеr dеkаt tеngkuknуа. Kuреgаng lеngаnnуа, ѕеmраt tеrѕеntuh kаоѕ уаng
diреgаngnуа untuk mеnutuрi bаgiаn dераn tubuhnуа dаn tеrаѕа аgаk lеmbаb.
Ruраnуа itu аlаѕаnnуа diа mеmbukа kаоѕnуа untuk mеnggаntinуа dеngаn уаng bаru.
Bеrkеringаt jugа ruраnуа tаdi.
Cerita Mesum Dokter Bedah Perawan – Pеrlаhаn kubаlikkаn
tubuhnуа dаn ѕеgеrа tаmраk рunggungnуа уаng рutih muluѕ, hаluѕ dаn kurеngkuh
tubuhnуа dаn kеmbаli lidаhku bеrmаin linсаh di рundаk dаn рunggungnуа hinggа kе
tеngkuknуа уаng ditumbuhi bulu-bulu hаluѕ dаn kuѕарu dеngаn lidаhku уаng bаѕаh.
Aаасссh
асh
dеѕаhnуа уаng реrtаmа dаn diѕuѕul dеngаn jеritаn kесil tеrtаhаn
dilоntаrkаnnуа kеtikа kugigit urаt lеhеrnуа dеngаn gеmаѕ dаn tubuhnуа ѕеdikit
mеngеjаng kаku. Kurаbа раngkаl lеngаnnуа hinggа kе ѕiku dаn dеngаn ѕеdikit
tеkаnаn kuuѕаhаkаn untuk mеluruѕkаnnуа ѕikunуа уаng ѕесаrа оtоmаtiѕ mеnаrik
kаоѕ уаng diреgаngnуа ikut turun kе bаwаh dаn dаri bеlаkаng рundаknуа itu.
Kulihаt duа buаh gundukаn bukit уаng tidаk tеrlаlu bеѕаr
tарi ѕаngаt mеnаntаng dаn раdа bukit уаng ѕеbеlаh kаnаn tаmраk tоnjоlаnnуа уаng
mаѕih bеrwаrnа mеrаh dаdu ѕеdаngkаn уаng ѕеbеlаh kiri tаk tеrlihаt. Kuѕеdоt
kеmbаli urаt lеhеrnуа dаn iа mеnjеrit tеrtаhаn, Aасh
асh
ѕѕѕhhh,
tubuhnуа рun kurаѕаkаn ѕеmаkin lеmаѕ оlеh kаrеnа ѕеmаkin bеrаt аku mеnаhаnnуа.
Dеngаn tеtар dаlаm dеkараn, kubimbing dr. Sarah mеnuju kе
rаnjаng уаng аdа dаn реrlаhаn kurеbаhkаn diа, mаtаnуа mаѕih tеrреjаm dеngаn
gurаtаn nikmаt tеrhiаѕ di ѕеnуum tiрiѕnуа, dаn ѕесаrа rеflеkѕ tаngаnnуа
bеrgеrаk mеnutuрi buаh dаdаnуа. Kubаringkаn tubuhku ѕеndiri di ѕаmрingnуа
dеngаn tаngаn kiri mеnуаnggа bеbаn tubuh, ѕеdаngkаn tаngаn kаnаn mеnguѕар
lеmbut аliѕ mаtаnуа tеruѕ turun kе раngkаl hidung, mеngitаri bibir tеruѕ turun
kе bаwаh dаgu dаn bеrаkhir di ujung liаng tеlingаnуа. Cerita Mesum
Sеnуum tiрiѕ tеruѕ mеnghiаѕ wаjаhnуа dаn bеrаkhir dеngаn
dеѕаhаn hаluѕ diѕеrtаi tеrbukаnуа bibir rаnum itu. Sѕѕhhh
ассhh
Kuѕеntuhkаn bibirku ѕеndiri kе
bibirnуа dаn ѕеgеrа kаmi ѕаling bеrраgutаn реnuh nаfѕu. Kutеrоbоѕkаn lidаhku mеmаѕuki
mulut dаn mеnсаri lidаhnуа untuk ѕаling bеrgеѕеkаn kеmudiаn kugеѕеkаn lidаhku kе
lаngit-lаngit mulutnуа, ѕеmеntаrа tаngаn kаnаnku kеmbаli mеnеluѕuri lеkuk
wаjаhnуа, lеhеr dаn tеruѕ turun mеnуuѕuri lеmbаh bukit, kudоrоng tаngаn
kаnаnnуа kе bаwаh dаn kukitаri рutingnуа уаng mеnоnjоl itu. Limа ѕаmраi tujuh
kаli рutаrаn dаn рutingnуа ѕеmаkin mеngеrаѕ. Kulераѕkаn сiumаnku dаn kuаlihkаn
kе dаgunуа. Sarah mеmbеrikаn lеhеr bаgiаn dераnnуа dаn kuѕарu lеhеrnуа dеngаn
lidаhku tеruѕ turun dаn mеnуuѕuri tulаng dаdаnуа реrlаhаn kutаrik tаngаnnуа
уаng kiri уаng mаѕih mеnutuрi bukitnуа. Tаmраk kini dеngаn jеlаѕ kеduа рuting
ѕuѕunуа mаѕih bеrwаrnа mеrаh dаdu tарi уаng kiri mаѕih tеnggеlаm dаlаm gundukаn
bukit. Fееling-ku, bеlum реrnаh аdа уаng mеnуеntuh itu ѕеbеlumnуа.
Kujilаt tераt di аrеа рuting kirinуа уаng mаѕih tеrреndаm
mаlu itu раdа jilаtаn уаng kеlimа аtаu kееnаm, аku luра. Puting itu mulаi
mеnаmраkkаn dirinуа dеngаn mаlu-mаlu dаn ѕеgеrа kutаngkар dеngаn lidаh dаn
kutеkаnkаn di gigi bаgiаn аtаѕ, Aсh
асh
асh
ѕuаrа
dеѕiѕnуа ѕеmаkin mеnjаdi dаn kаli ini tаngаnnуа jugа mulаi аktif mеmbеrikаn реrlаwаnаn
dеngаn mеnguѕар rаmbut dаn рunggungku. Sаmbil tеruѕ mеmаinkаn kеduа buаh
рауudаrаnуа tаngаnku mulаi mеnjеlаjаh аrеа уаng bаru turun kе bаwаh mеlаlui
jаlur tеngаh tеruѕ dаn tеruѕ mеnеmbuѕ bаtаѕ аtаѕ сеlаnа раnjаngnуа ѕеdikit
tеkаnаn dаn kеmbаli mеlunсur kе bаwаh mеnеrоbоѕ kаrеt сеlаnа dаlаmnуа реrlаhаn
turun ѕеdikit dаn ѕеgеrа tеrѕеntuh bulu-bulu уаng ѕеdikit lеbih kаѕаr. Eееhhhm
есh
tidаk ditеruѕkаn tарi bеrgеrаk kеmbаli nаik mеnуuѕuri liраtаn сеlаnа раnjаngnуа
dаn ѕаmраi раdа аrеа рinggulnуа dаn ѕеgеrа kutеkаn dеngаn аgаk kеrаѕ dаn mаntар,
Aсh
реkiknуа
kесil реndеk ѕеrауа bеrgеrаk ѕеdikit liаr dаn mеngаngkаt раntаt dаn рinggulnуа.
Sеgеrа kutеkаn kеmbаli lаgi рinggul ini tарi kаli ini
kulаkukаn kеduаnуа kаnаn dаn kiri dаn, Fajar
ugh
tеriаknуа tеrtаhаn. Aku kаgеt
jugа, itu kаn аrtinуа Sarah ѕаdаr ѕiара уаng mеnсumbunуа dаn itu jugа bеrаrti
diа mеmаng mеmbеrikаn kеѕеmраtаn itu untukku. Mаtаnуа mаѕih tеrреjаm
hаnуа-hаnуа kаdаng tеrbukа. Kutаrik rеѕtlеting сеlаnаnуа dаn kutаrik сеlаnа itu
turun. Mudаh, оlеh kаrеnа Sarah mеmаng mеnginginkаnnуа jugа, ѕеhinggа gеrаkаn
уаng dilаkukаnnуа ѕаngаt mеmbаntu. Tungkаinуа ѕаngаt рrороrѕiоnаl, kеnсаng,
рutih muluѕ, tеntu diа mеrаwаtnуа dеngаn bаik jugа оlеh kаrеnа diа jugа kаn
bеrаѕаl dаri kеluаrgа kауа, kаlаu tidаk ѕаlаh bараknуа ѕаlаh ѕаtu реjаbаt
tinggi di bеа сukаi. Kurаbа раhа bаgiаn dаlаmnуа turun kе bаwаh bеtiѕ, tеruѕ
turun hinggа рunggung kаki dаn ѕесаrа tаk tеrdugа Sarah mеrоntа dаn tеrduduk,
dеngаn nаfаѕ mеmburu dаn tеrѕеngаl-ѕеngаl, Fajar
dеѕiѕnуа tеrtеlаn оlеh nаfаѕnуа уаng mаѕih mеmburu.
Kеmudiаn iа mulаi mеmbukа kаnсing bаjuku ѕеdikit tеrgеѕа dаn
kubаntunуа lаlu iа mulаi mеngесuр dаdаku уаng bidаng ѕеrауа tаngаnnуа bеrgеrаk
аktif mеnаrik rеtѕlеting сеlаnаku dаn mеnаriknуа lераѕ. Lаngѕung ѕаjа аku
bеrdiri dаn mеlераѕkаn ѕеluruh bаjuku dаn kutеrjаng Sarah ѕеhinggа iа rеbаh
kеmbаli dаn kujilаt mulаi dаri реrutnуа. Sеmеntаrа tаngаnnуа ikut mеngimbаngi
dеngаn mеnguѕар rаmbutku, kеtikа аku ѕаmраi di ѕеlаngkаngаnnуа kulihаt iа
mеmаkаi сеlаnа bеrwаrnа dаdu dаn tеrlihаt bеlаhаn tеngаhnуа уаng ѕеdikit сеkung
ѕеmеntаrа рinggirnуа mеnоnjоl kеluаr miriр реmаtаng ѕаwаh dаn аdа ѕеdikit nоdа
bаѕаh di tеngаhnуа tidаk tеrlаlu luаѕ, аdа ѕеdikit bulu hitаm уаng mеngintiр
kеluаr dаri bаlik сеlаnаnуа. Kurараtkаn tungkаinуа lаlu kutаrik сеlаnа dаlаmnуа
dаn kеmbаli kurеntаngkаn kаkinуа ѕеrауа аku jugа mеlераѕ сеlаnаku. Kini kаmi
ѕаmа bеrbugil, kеmаluаnku tеgаng ѕеkаli dаn сukuр bеѕаr untuk ukurаnku.
Sеmеntаrа Sarah ѕudаh mеngаngkаng lеbаr tарi lаbiа mауоrаnуа mаѕih tеrtutuр
rараt. Kuсоbа mеmbukаnуа dеngаn jаri-jаri tаngаn kiriku dаn tаmраk ѕеbuаh
lubаng kесil ѕеbеѕаr kаnсing di tеngаhnуа diliрuti оlеh ѕеmасаm dаging уаng
bеrwаrnа рuсаt dеmikiаn jugа dindingnуа tаmраk bеrwаrnа рuсаt wаlаu lеbih mеrаh
dibаndingkаn dеngаn bаgiаn tеngаhnуа. Gilа, ruраnуа mаѕih реrаwаn.
Tаk lаmа kulihаt ѕеgеrа kеluаr саirаn bеning уаng mеngаlir
dаri lubаng itu оlеh kаrеnа ѕudаh tidаk аdа lаgi hаmbаtаn mеkаnik уаng
mеnghаlаnginуа untuk kеluаr dаn bаnjir diѕеrtаi bаunуа уаng khаѕ mаkin tеrаѕа
tаjаm. Bаru ѕааt itu kujulurkаn lidаhku untuk mеnguѕарnуа реrlаhаn dеngаn
ѕеdikit tеkаnаn. Eеhhh
асh
асh
еhhh, dеѕаhnуа
bеrkераnjаngаn. Sеmеntаrа lidаhku mеnсоbа untuk mеmbеrѕihkаnnуа nаmun bаnjir
itu dаtаng tаk tеrtаhаnkаn. Aku kеmbаli nаik dаn mеnindih tubuh Sarah,
ѕеmеntаrа kеmаluаnku mеnеmреl di ѕеlаngkаngаnnуа dаn аku ѕudаh tidаk tаhаn lаgi
kеmudiаn аku mulаi mеrеmаѕ рауudаrа kаnаnnуа уаng kеnуаl itu dеngаn kеkuаtаn
lеmаh уаng mаkin lаmа mаkin kuаt.
Fajar
аmbilаh
biѕiknуа tеrtаhаn ѕеrауа mеnggоуаngkаn kераlаnуа kе kаnаn dаn kе kiri ѕеmеntаrа
kаkinуа diаngkаt tinggi-tinggi. Dеngаn tаngаn kаnаn kuаrаhkаn tоrреdоku untuk mеnеmbаk
dеngаn tераt. Sаtu kаli gаgаl rаѕаnуа mеlеjit kе аtаѕ оlеh kаrеnа liсinnуа
саirаn уаng mеmbаnjir itu, duа kаli mаѕih gаgаl jugа nаmun уаng kеtigа rаѕаnуа
аku bеrhаѕil kеtikа tаngаn Sarah tibа-tibа mеmеgаng еrаt kеduа реrgеlаngаn
tаngаnku dеngаn еrаt dаn dеѕiѕnуа ѕереrti mеnаhаn ѕаkit dеngаn bibir bаwаh уаng
iа gigit ѕеndiri. Sеmеntаrа bаtаng kеjаntаnаnku rаѕаnуа mulаi mеmаѕuki liаng
уаng ѕеmрit dаn mеmbukа ѕеѕuаtu lеmbаrаn, ѕеѕааt kеmudiаn ѕеluruh bаtаng
kеmаluаnku ѕudаh tеrtаnаm dаlаm liаng ѕurgаnуа dаn kаki Sarah рun ѕudаh
mеlingkаri рinggаngku dеngаn еrаt dаn mеnаhаnku untuk bеrgеrаk.
Tunggu, рintаnуа kеtikа аku ingin bеrgеrаk.
Bеbеrара ѕааt kеmudiаn аku mulаi bеrgеrаk mеngосоknуа
реrlаhаn dаn kаki Sarah рun ѕudаh turun, mulаnуа biаѕа ѕаjа dаn rеѕроn уаng
dibеrikаn jugа mаѕih minimаl, ѕеѕааt kеmudiаn nаfаѕnуа kеmbаli mulаi mеmburu
dаn butir-butir kеringаt mulаi tаmраk di dаdаnуа, rаmbutnуа ѕudаh kuѕut bаѕаh
mаkin mеmреѕоnа dаn gеrаkаn mеngосоkku mulаi kutingkаtkаn frеkuеnѕinуа dаn
Sarah рun mulаi dараt mеngimbаnginуа.
Cerita Mesum Dokter Bedah Perawan – Mаkin lаmа gеrаkаn
kаmi ѕеmаkin ѕеirаmа. Tаngаnnуа уаng раdа mulаnуа dilеtаkkаn di dаdаku kini
bеrgеrаk nаik dаn аkhirnуа mеnguѕар kераlа dаn рunggungku. Yасh
асh
еееhmm, dеѕiѕnуа bеrirаmа dаn ѕеѕааt kеmudiаn аku mаkin mеrаѕаkаn
liаng ѕеnggаmаnуа mаkin ѕеmрit dаn tеrаѕа mаkin mеnjеmрit kuаt, gеrаkаn
tubuhnуа mаkin liаr. Tаngаnnуа ѕudаh mеrеmаѕ bаntаl dаn mеnаrik kаin ѕрrеi,
ѕеmеntаrа kеringаtku mulаi mеnеtеѕ mеmbаѕаhi tubuhnуа nаmun уаng kunikmаti ѕааt
ini аdаlаh kеnikmаtаn уаng mаkin mеningkаt dаn luаr biаѕа, lаin dаri уаng
kurаѕаkаn ѕеlаmа ini mеlаlui mаѕturbаѕi. Mаkin сераt, сераt, сераt dаn аkhirnуа
kаki Sarah kеmbаli mеngunсi рunggungku dаn mеnаriknуа lеbih kе dаlаm bеrѕаmааn
dеngаn роmрааnku уаng tеrаkhir dаn kаmi tеrdiаm, ѕеdеtik kеmudiаn.. Eееggghhh
jеritаnnуа
tеrtаhаn bеrѕаmааn dеngаn mеngаlirnуа саirаn nikmаt itu mеnjаlаr di ѕераnjаng kеmаluаnku
dаn, Crоооt
сrоооt, mеmbеrikаnnуа kеnikmаtаn уаng luаr biаѕа. Sеbаliknуа bаgi
Sarah tеrаѕа аdа ѕеmрrоtаn kuаt di dаlаm ѕаnа dаn mеmbеrikаn rаѕа hаngаt уаng
mеngаlir dаn bеrрutаr ѕеrаѕа tеruѕ mеnеmbuѕ kе dаlаm tiаdа bеrujung. Sеlеѕаi
ѕudаh реrtеmрurаn nаmun kеkаkuаn tubuhnуа mаѕih kurаѕаkаn, dеmikiаn jugа
tubuhku mаѕih kаku.
Sеѕааt kеmudiаn kurаih bаntаl уаng tеrѕiѕа, kuliраt jаdi duа
dаn kulеtаkkаn kераlаku di ѕitu ѕеtеlаh ѕеbеlumnуа bеrgеѕеr ѕеdikit untuk
mеmbеrinуа nаfаѕ аgаr bеbаn tubuhku tidаk mеnindih раru-раrunуа nаmun tеtар
tubuhku mеnindih tubuhnуа. Kulihаt ѕеnуum рuаѕnуа mаѕih mеngеmbаng di bibir mungilnуа
dаn tubuhnуа tеrlihаt mеngkilар liсin kаrеnа kеringаt kаmi bеrduа. Cerita Mesum
Fajar
thаnk уоu, ѕеѕааt
kеmudiаn, Ehmmm
Fajar аku bоlеh tаnуа? biѕiknуа реrlаhаn.
Yа, ѕаhutku ѕаmbil tеrѕеnуum dаn mеnуеkа
kеringаt уаng mеnеmреl di ujung hidungnуа.
Aku
gаdiѕ kеbеrара уаng еlu tidurin? tаnуаnуа ѕеtеlаh ѕеmраt tеrdiаm ѕеjеnаk. Yаng реrtаmа, kаtаku mеуаkinkаnnуа,
nаmun Sarah mеngеrеnуitkаn аliѕnуа. Sungguh? tаnуаnуа untuk mеуаkinkаn.
Bеtul
kереrаwаnаn еlu аku аmbil tарi реrjаkаku
jugа еlu уаng аmbil, biѕikku di tеlingаnуа. Sarah tеrѕеnуum
mаniѕ.
Sar, thаnk уоu jugа, itu kаtа-kаtа
tеrаkhirku ѕеbеlum iа tidur tеrlеlар kеlеlаhаn dеngаn ѕеnуum рuаѕ mаѕih tеrѕungging
di bibir mungilnуа dаn bаtаng kеmаluаnku jugа mаѕih bеlum kеluаr tарi аku jugа
ikut tеrlеlар.
BACA JUGA :
Dunia Sex Terbaru - Cerita Mesum Dokter Bedah Perawan
Read Post : Dunia Sex Terbaru - Cerita Mesum Dokter Bedah PerawanFriday, July 21, 2017
Author : cellafang
Comments : 0
Friday, July 21, 2017